Selasa, 16 November 2010

Cerita Pohon Asam Tua

Aku hanyalah pohon asam tua yang ada di pinggir jalan. Telah hampir seratus tahun aku berada di sini. Tumbuh dan melihat berbagai peristiwa yang terjadi di sekitarku. Saat ini situasi begitu ramai. Berbeda dengan keadaan 30-40 tahun yang lalu. Ketika itu masih belum banyak keriuhan yang terjadi. Tanah-tanah di samping kiri kananku juga masih luas dan belum berpenghuni. Di depan dan belakangku juga belum banyak berdiri gedung-gedung. Tapi kini semuanya telah berubah. Aku merasa terjepit di antara gedung-gedung tinggi dan mal-mal yang terus saja dibangun.

Aku hanyalah pohon asam tua yang tumbuh di pinggir jalan. Entah siapa yang dulu telah menanam aku. Mungkin barangkali siapa pun dia, berkeinginan agar nantinya aku dapat memberi kegunaan bagi ciptaan Tuhan yang lain. Dan cita-cita itu telah berhasil aku wujudkan di sebagian besar kehidupanku. Rindang daunku telah memberi keteduhan bagi siapa saja yang merasa kepanasan atau di kala hujan tiba. Lebat buahku juga memberi keuntungan bagi orang-orang yang membutuhkannya. Tiap hari aku juga harus bekerja keras menyaring banyak udara kotor akibat aktifitas manusia.

Aku hanyalah sebuah pohon asam yang telah tua. Aku sangat sedih jika melihat ulah manusia. Selama ini mereka tidak pernah memelihara aku dengan sungguh-sungguh. Mereka jarang sekali menyirami aku disaat aku mengalami kehausan di tengah musim kering yang begitu panas. Mereka hanya ingin manfaat dariku. Dengan tanpa belas kasihan mereka memaku tubuhku. Dengan dalih karena akulah tempat yang paling tepat untuk memasang pengumuman, promosi, dan entah apa lagi. Apalagi jika musim kampanye tiba. Waduh, habis tubuhku dipaku oleh mereka. Seringkali aku juga kesulitan untuk sekedar bernapas ketika leher dan tangan-tanganku diikat oleh tali temali untuk memasang berbagai spanduk. Belum lagi jika ada tangan-tangan jail yang begitu teganya mencoret-coret dan mengelupasi kulit tubuhku.

Aku hanyalah pohon asam tua yang tengah menanti ajal. Tubuhku yang telah renta kini semakin sakit akibat ulah para manusia itu. Aku ingin berteriak. Aku ingin menjerit. Aku ingin menangis keras-keras. Tetapi mereka tidak pernah mempedulikan aku. Mereka hanya menganggap aku sebagai benda mati yang bisa diperlakukan apa saja. Entah sampai kapan penderitaan ini akan berakhir.

Aku hanyalah pohon asam tua yang tumbuh di pinggir jalan, yang ingin dihargai, dirawat dan diperhatikan. Sebab aku juga makhluk hidup yang telah diciptakan oleh Tuhan.

NB: REPOST

6 komentar:

Unknown mengatakan...

Sungguh menyedihkan yah nasib pohon asam tua, kita sebagai manusia memang seringkali tidak memperdulikan sekelilingnya, sibuk memperhatikan diri sendiri, padahal tanpa mereka, kita bukanlah apa2...

Pkbr mas goen, lama ga saling berkunjung yah.. semoga selalu sehat dan sukses yah..:)

Nadia K. Putri mengatakan...

sedih banget narasi pohon asam tua.. dibalik itu semua ternyata lebih banyak fakta kalo pohon itu lebih diperlakukan nggak manusiawi dan manusia itu malah minta diperlakukan manusiawi..

annie mengatakan...

Ya, tangan-tangan manusialah yang merusak alam ini, sehingga pohon2 merana seperti pohon asam 'sepuh' tadi.
Salam, Mas Goen ...

non inge mengatakan...

ia yang hanya satu buah... tapi ia merupakan cerminan dari pohon2 yang lain >.<

Junior Blogger mengatakan...

Mantap Neh Ceritanya...

Mas Tinggal Di Cikarang Yah Mas Gimana Kabar Di Cikarang Mas..? Aku Juga Lahir Di CIkarang Mas,,,Oh Ya Mas Saya Sudah Follow Blog Mas, Tar Follow Balik Lagi Yah Mas, Dan Juga Saya Sudah Pasang Link Mas, Tar Pasang Balik Yah Mas...
Ditunggu Balasannya Terima Kasih.

Musik Bawah Tanah mengatakan...

cerita nya penuh renungan dan sarat makna nih Gan.. two thumbs up... thanks ya. salam \m/