Senin, 31 Januari 2011

Sayang

Aku sayang kamu, aku menyayangimu, adek sayang… Apa yang terpikir di benak kita jika suatu saat ada seseorang yang melontarkan pernyataan-pernyataan tersebut kepada kita? Bingung? Panik? Atau malahan bertanya balik; kok sayang? Mengapa? Sayang yang bagaimana?

Tentu ini adalah pertanyaan yang wajar dan perlu diterangkan dengan jelas agar tidak terjadi salah tafsir yang akhirnya memicu perselisihan. Kata sayang di sini tentu saja bukan kata yang sama yang diucapkan oleh orang-orang yang lagi berpacaran. Sayang yang dimaksud adalah sayang yang lebih luas maknanya. Sayang antara orangtua-anak, kakak-adek, antar teman-rekan-sahabat, antar pribadi dalam satu kelompok, dan masih banyak lagi.

Mengapa sayang? Sebab, inilah yang menyebabkan kita ada di dunia ini. Ia yang maha segala-galanya, telah begitu menyayangi kita, memberi segala kebutuhan untuk kehidupan kita. Rasa ini pula yang menjadi satu alasan kita tetap mempertahankan hidup dan menjalaninya dengan sebaik-baiknya.

Sayang, harus dan wajib diberikan kepada siapa saja. Entah untuk orang-orang terdekat, orang yang sudah lama dikenal maupun orang yang baru dikenal sekalipun. Sebab setiap pribadi itu patut disayangi. Setiap pribadi membutuhkan rasa itu untuk memperkembangkan kehidupannya. Maka, marilah kita saling menyayangi satu sama lain. Tanpa memandang perbedaan. Tanpa mempedulikan segala perselisihan. Tanpa mempertimbangkan suka atau tidak. Karena hanya dengan itulah dunia akan damai dan menjadi tempat yang membahagiakan untuk semua manusia.

AKU MENYAYANGIMU.

Senin, 24 Januari 2011

Anak-anak Paroki Sumber Beraksi

Ada yang berbeda dengan misa ke 2 pk.07.00 dan ke 3 pk. 08.45 di Gereja Katedral, Minggu, 23 Januari. Tidak ada bunyi-bunyian yang berasal dari organ atau piano. Tidak ada petugas koor dari Gereja Katedral. Yang ada adalah seperangkat gamelan ditambah calung beserta anak-anak yang memainkan alat-alat tersebut dan kelompok koor yang bernyanyi dengan indah. Mereka berasal dari Dusun Diwak, Paroki Sumber, Muntilan.

Mereka yang berjumlah 45 orang, terdiri dari anak-anak dan para pendamping, sudah datang sejak Sabtu malam, 22 Januari, dan disambut hangat oleh MUKAPALA dan para pendamping PIA yang mewakili dewan paroki.

Menurut Romo FX. Sugiyana, Pr yang juga berasal dari Dusun Diwak, kehadiran mereka adalah untuk mengucapkan terima kasih atas perhatian dan bantuan yang mereka terima dari Paroki Katedral, saat terjadinya bencana Merapi, November lalu, juga bantuan dana transportasi untuk anak-anak yang masih bersekolah, yang diberikan selama 5 bulan terhitung sejak Desember 2010. Ungkapan terima kasih itu diwujudkan dengan menampilkan apa yang mereka punya yaitu keterampilan dalam olah gamelan.

Dan, kemahiran anak-anak dari Paroki Sumber itu mengundang decak kagum seluruh umat yang hadir dalam misa. Mereka tak segan bertepuk tangan. Beberapa bahkan mendatangi anak-anak itu untuk sekedar bersalaman dan mengucapkan selamat. Ini tentu menjadi awal yang sungguh baik untuk membangun persaudaraan. Persaudaraan atas dasar kasih dengan saling bergandeng tangan satu sama lain. Tidak hanya ketika terjadi bencana tetapi dapat terwujud setiap saat. Dengan demikian, Kerajaan Allah sungguh hadir secara nyata dalam kehidupan kita.









Rabu, 19 Januari 2011

Apa Gunanya?

Apa gunanya menjadi pemimpin
jika apa yang dikatakan tidak dilaksanakan
hanya bisa berdalih
dan sembunyi di balik punggung orang lain

Apa gunanya berwajah rupawan
memiliki tubuh atletis dengan segudang kemampuan
tapi hatinya membatu
dan tidak peduli pada sesama

Apa gunanya berlimpah kekayaan
punya jabatan tinggi dan kekuasaan tanpa batas
namun tidak pernah merasa bahagia
karena ketamakan dan ketidakpuasan
begitu memggerogoti jiwa

Apa gunanya memiliki isi seluruh dunia ini
jika Engkau sudah tak lagi bernyawa
APA GUNANYA?

Selasa, 18 Januari 2011

Pamer

Apakah Anda suka pamer? Jika pertanyaan semacam ini dilontarkan kepada Anda, apa yang Anda lakukan? Buru-buru menolak dan mengatakan berbagai alasan yang mendukung bahwa Anda bukanlah orang yang suka pamer atau... dengan tersipu-sipu Anda akan menggangguk dan mengiyakan pertanyaan itu? Apa pun jawaban atau reaksi yang Anda lakukan, percayalah bahwa sebenarnya, Anda dan saya sudah dari sononya dititahkan seperti itu.

Lho kok? Coba ingat-ingat lagi... apa yang Anda lakukan ketika memiliki barang atau sesuatu yang baru... pasti dorongan bawah sadar Anda akan mengajak Anda untuk segera menggunakan barang atau sesuatu yang baru tersebut dengan tujuan agar bisa dilihat orang lain. Kalau orang lain sudah melihat atau bahkan memberi komentar, tentu Anda akan merasa bangga. Hati Anda akan diliputi kegembiraan karena sudah berhasil menunjukkan hal yang baru itu kepada orang lain.

Maka, tidaklah mengherankan jika banyak orang terus berlomba-lomba untuk mendapatkan jabatan tinggi bagaimana pun caranya. Banyak orang bersaing untuk menumpuk kekayaan. Banyak pula di antara mereka yang dengan segala cara berusaha untuk memperoleh kekuasaan. Setelah semua itu didapatkan, mereka dengan segera ’unjuk diri’.

Tentu masih segar di ingatan kita cerita soal Gayus Tambunan. Pegawai pajak golongan III A yang memiliki kekayaan super mewah. Ketika terbukti bahwa kekayaan tersebut diperoleh dari hasil menggelapkan pajak berbagai perusahaan yang menjadi kliennya, Gayus tenang-tenang saja. Bahkan ia masih bisa tersenyum saat dijadikan tersangka dan kemudian ditahan. Akhirnya terbukti bahwa meski dipenjara, Gayus masih bisa melenggang keluar masuk dengan seenaknya. Gayus ingin pamer bahwa dengan uang yang dimilikinya bisa mengalahkan segalanya termasuk hukum.

Apakah pamer semacam ini yang akan kita lakukan? Pamer keburukan dan kejahatan? Pamer hal-hal yang menyebabkan pertentangan dan cenderung merugikan orang lain? Tentu tidak. Semestinya kita bisa melakukan hal ini: pamer kasih sayang, pamer perhatian, dan pamer aneka kebaikan yang lain. Bukan karena supaya dipuji tetapi terutama agar semakin banyak orang yang tergerak untuk melakukannya. Dengan demikian, dunia yang kita tinggali ini akan semakin membawa kedamaian dan kebahagiaan untuk kita. Apakah Anda mau?

Senin, 17 Januari 2011

Pohon Mangga di Depan Rumah

Aku masih ingat, pohon mangga di depan rumah itu di tanam bapak saat aku berumur 5 tahun. Awalnya hanyalah sebutir biji mangga yang dibuang begitu saja oleh bapak di pekarangan rumah. Dari biji yang mati, perlahan mengeluarkan tunas, dan beberapa hari kemudian, daun-daun muda mulai bermunculan. Atas inisiatif bapak, tanaman itu kemudian dipindahkan di depan rumah. “Biar nanti saat menjadi besar, bisa menjadi peneduh untuk rumah kita. Toh buahnya juga bisa dinikmati,” begitu kata bapak saat ditanya.

Dua puluh tahun berlalu. Pohon mangga di depan rumah itu telah menjulang tinggi. Batangnya besar dan kokoh. Daun-daunnya begitu rimbun dan menghijau. Bapak dengan telaten merawat pohon mangga itu. Setiap sebulan sekali, ia menaburkan pupuk di sekeliling tanaman. Harapannya, pohon mangga itu segera menghasilkan buah. Tapi harapan hanya tinggal harapan. Meski berbagai cara sudah dilakukan, pohon mangga di depan rumah itu tidak menampakkan tanda-tanda akan segera berbuah.

Tiga tahun kemudian, setelah bapak sudah merasa lelah dengan berbagai usaha yang dilakukannya, dan mulai ’cuek’ dengan keberadaan pohon mangga itu, hal yang tidak diduga-duga terjadi: pohon mangga itu berbunga! Bunganya tumbuh sangat lebat hingga memenuhi dahan dan rantingnya.

Dari bunga menjadi bakal buah. Bakal buah yang semula kecil perlahan-lahan membesar menjadi buah yang sempurna, matang hingga siap untuk dipanen. Dan saat panen tiba, kegembiraan kami begitu meluap. Sebagai ungkapan syukur, sebagian besar hasil panen, kami bagikan ke para tetangga.

Pohon mangga di depan rumah itu masih kokoh berdiri. Darinya, kami mendapatkan hikmah yang sangat berharga. Tentang kesabaran dan kepasrahan yang harus dibarengi dengan usaha yang tidak kenal lelah. Tentang kepercayaan. Percaya bahwa kehendakNyalah yang terbaik. Juga sikap saling berbagi. Karena apa yang sudah kita terima hanyalah titipan dariNya, yang hendaknya juga kita bagikan kepada orang lain. Dengan demikian, kita akan menjadi saluran berkat untuk orang lain. Semoga.

Kamis, 13 Januari 2011

Bersyukurlah

Bersyukurlah, jika hari ini engkau masih bisa makan
Bersyukurlah, bila hari ini engkau masih diberi kesehatan
Bersyukurlah,
untuk mata yang bisa melihat,
untuk mulut yang mampu berkata-kata,
untuk telinga yang masih mendengar,
untuk tangan dan kaki yang tetap beraktifitas,
untuk hati yang mampu mendengar bisikanNya
Bersyukurlah, untuk pekerjaan yang masih engkau dapatkan
Bersyukurlah, untuk sandang dan papan yang engkau punya
Bersyukurlah dan teruslah beryukur
karena engkau masih hidup
HARI INI

Membalas Dengan Kasih

Jika aku disakiti, aku akan ganti menyakiti
jika aku dicaci, aku pun akan balik mencaci
kejahatan harus dibalas dengan kejahatan

aku akan kecewa dan marah jika segala sesuatu
tidak sesuai dengan keinginanku
tapi aku tidak pernah memikirkan
orang lain yang juga kecewa dan marah
karena perbuatanku

kenapa?
padahal Tuhan tidak pernah memarahiku
ketika aku lalai menghadapNya
Ia tidak pernah menghukumku
meski aku berulangkali melukai hatiNya
justru kasihNyalah yang selalu merengkuhku

Tuhan,
ajarilah aku untuk membalas dengan kasih
seperti kasihMu yang tanpa batas
yang selalu tercurah untukku

Rabu, 12 Januari 2011

Negeri Sejuta Kebohongan

Negeri kami yang dulu gemah ripah loh jinawi,
kini hanyalah negeri yang dipenuhi dengan kebohongan
aneka dusta dan sumpah palsu bertebaran di mana-mana
bagaikan deras air di musim hujan

kami sudah muak
telinga kami sudah begitu kebal
dengan sejuta janji yang terus engkau lontarkan
janji yang hanya tinggal janji
tanpa pernah menjadi kenyataan

Jangan salahkan kami jika tak lagi percaya
Jangan salahkan kami jika berontak
karena kami sudah terlalu bosan
karena kami juga ingin hidup sejahtera

Kamis, 06 Januari 2011

Negeri Para Maling


Di sebuah dunia antah berantah, tersebutlah sebuah negeri yang makmur. Tanahnya subur. Lautnya luas dengan berjuta jenis hewan laut. Hutannya pun menghijau dari ujung barat hingga ujung timur. Penduduknya yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani, hidup sederhana, ramah, dan suka menolong.

Entah kenapa, perlahan namun pasti, perubahan terjadi di negeri itu. Kekayaan alam yang melimpah membuat orang menjadi rakus. Hasil bumi dikeruk tanpa henti. Pohon-pohon di hutan terus digunduli dengan alasan untuk pemukiman dan pembangunan. Gedung-gedung semakin banyak dibangun tanpa pernah memikirkan lingkungannya. Dan parahnya... banyak penduduk di negeri itu tidak lagi memandang kesederhanaan, keramahan, dan sikap saling tolong-menolong, sebagai nilai-nilai yang harus diperjuangkan.

Beberapa dari mereka, berubah menjadi maling. Maling terhormat, itu istilah kerennya. Di luar tampak necis dan wangi dengan pakaian dan aksesoris super mahal yang didatangkan dari negeri lain tapi ternyata di dalam, busuk dan berulat. Mereka terus mengeruk keuntungan untuk memperkaya diri sendiri. ”Persetan dengan orang lain. Emangnya gue pikirin!” begitu kalimat sakti yang menjadi mantra dalam kehidupan mereka.

Para maling terus memperbanyak diri. Mereka saling berlindung dan membentuk jaringan yang semakin kuat. Sementara, sebagian besar penduduk negeri itu hidup semakin susah. Kesejahteraan seakan-akan semakin jauh dari kehidupan mereka akibat ulah para maling.

Para maling semakin jumawa. Tidak ada lagi yang dapat mengganggu mereka. Pun dengan hukum yang menjadi panglima tertinggi di negeri itu. Seakan semua takluk dan bertekuk lutut di bawah kaki para maling.

Ah, akankah negeri itu terus menjadi surga para maling? Akankah para maling terus tertawa di atas penderitaan orang lain? Tidak ada yang bisa menjawab secara pasti... hanya satu hal yang harus selalu diingat... TIDAK ADA YANG ABADI DI DUNIA INI... TIDAK ADA GUNANYA MENDAPATKAN SELURUH ISI DUNIA INI JIKA ENGKAU SUDAH MATI...

Rabu, 05 Januari 2011

Kebiasaan

Kebiasaan itu
ibarat menancapkan sebuah paku
butuh berkali-kali ayunan palu
agar ia bisa masuk
dalam dan semakin dalam
agar ia menjadi sulit untuk dilepaskan

lalu,
manakah kebiasaan yang engkau punya?
baik ataukah buruk?
seberapa banyakkah?

Minggu, 02 Januari 2011

Kebersamaan Yang Indah


Sabtu malam, 1 Januari, kami, Pendamping PIA Gereja Katedral mengadakan syukuran atas ‘proyek’ kami yang sudah berhasil dengan baik. Memang hanya syukuran sederhana dengan bubur ‘kesel’, nasi gudangan plus lauk-pauk, juga puding sebagai pencuci mulut, tetapi tidak mengurangi kebahagiaan di antara kami.

“Proyek yang luar biasa. Bagaikan mimpi yang menjadi kenyataan!” begitu seru kebanyakan dari kami. Yah, proyek kami ini memang hal yang tidak biasa, yang kami kerjakan dengan penuh perjuangan, mengubah apa yang sebelumnya tidak berguna menjadi sesuatu yang indah, menyulap gelas-gelas bekas air mineral menjadi sebuah pohon natal. Dan untuk itu, kami mengerjakannya selama hampir satu tahun. Mulai dari menjadi ’pemulung’ di berbagai acara dan berbagai tempat, membentuk kepanitiaan dan mencari donatur, membersihkan gelas-gelas yang sudah terkumpul, mengelem satu demi satu, hingga menyusun dan merancangnya menjadi sebuah pohon natal. Berat tapi membahagiakan. Apalagi kami terus bersatu di dalam suka dan duka. Suka, karena kami jadi sering bertemu, bercanda ria, dan bekerja bersama. Duka, karena beberapa di antara kami ada yang terkena ’cutter’ saat membersihkan gelas-gelas dan anggota tubuh yang terkena lem yang masih panas hingga meninggalkan bekas yang sulit hilang.

Kebersamaan yang indah. Kebersamaan yang membawa suka cita. Suka cita yang begitu memenuhi relung hati kami. Suka cita saat memandang ’pohon natal gelas air mineral’ yang sudah kami buat, berdiri gagah di dalam gereja dengan lampu-lampu yang menghiasinya. Suka cita karena hasil karya kami juga memberi berkat untuk orang lain. Sungguh, Ia yang telah memulai pekerjaan baik, telah menyelesaikannya
pula
.

NOTE: Pohon Natal Gelas Air Mineral... tersusun dari 24.682 cup dan 1037 lem tembak... disusun dan dirangkai mulai 18 Oktober hingga 20 Desember 2010