Kamis, 28 Mei 2009

Taruh Sampah Jadi Berkah

“Pengelolaan sampah kita masih KATRO,” ujar Romo Andang Binawan dalam sarasehan Kepedulian Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Sampah di Paroki Katedral Semarang (28/5). “Kita masih memiliki kecenderungan untuk tidak peduli dengan orang lain, lingkungan apalagi pada generasi yang akan datang. Dalam istilah bahasa asing dikatakan sebagai NIMBY (Not In My Back Yard) Syndrome. ‘Pokoke ora ning pekaranganku’ (yang penting tidak di halaman rumah saya),” jelasnya lebih lanjut.

Sampah selalu ada dan menjadi bagian hidup manusia. Sumbernya bisa berasal dari pemukiman, pasar, kantor, perusahaan, industri. Sampah tempo dulu kebanyakan mudah hancur karena ramah lingkungan (sampah organik). Namun saat ini ia telah berkembang menjadi sesuatu yang mencemari lingkungan terutama dengan sampah plastiknya (sampah anorganik). Menurut penelitian, plastik baru bisa hancur menjadi tanah setelah 400 tahun.

Kebanyakan dari kita masih memperlakukan sampah dengan cara membuang, menumpuk, mendiamkan atau membakar. Maka tidak heran jika sampah banyak bertebaran di halaman, jalan maupun di kali, yang menyebabkan halaman atau jalan menjadi kotor, timbulnya bau tidak sedap yang mencemari lingkungan, dan kali yang mampet yang menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir

Lalu, apa yang mesti dilakukan? Kita harus mulai membentuk suatu habitus baru. Kebiasaan untuk mulai peduli pada sampah. Bagaimana caranya? Hal pertama adalah dengan melakukan penyadaran secara terus-menerus. Melalui buku, cerita atau poster-poster. Penyadaran ini tentunya harus didukung sarana dan prasarana yang memadai (tersedianya tempat-tempat sampah). Juga adanya aturan-aturan baku yang siap untuk dilaksanakan. Ketiga hal ini dilatari oleh pengandaian anthropologis manusia yang pelupa hingga harus selalu diingatkan, malas atau tidak mau repot, dan individualistis (kurang peduli pada orang lain).

Selain itu ada prinsip 3 R yang perlu diterapkan terus menerus yaitu; REDUCE, mengurangi sampah. Lebih baik memakai sapu tangan daripada menggunakan tissue kecuali untuk keperluan tertentu yang amat mendesak. Membawa bekal minum dari rumah daripada membeli minuman dalam kemasan. REUSE, memakai atau memanfaatkan kembali. Plastik bekas air mineral digunakan sebagai pot-pot untuk menanam. Kertas yang dibuang, yang masih ada halaman kosong dibaliknya, masih bisa ditulisi atau untuk mencatat. Dan RECYCLE, mendaur ulang. Sampah kertas dilebur dijadikan kertas yang baru. Pun dengan sampah-sampah plastik.

Intinya, mulai saat ini kita jangan menggunakan istilah membuang sampah tetapi menaruh sampah. Setelah ditaruh kemudian dipilah-pilah, mana sampah organik dan sampah anorganik. Sampah yang telah terpisah kemudian diolah kembali. Sampah organik dijadikan kompos dan sampah anorganik yang masih bersih kita manfaatkan kembali atau kita berikan kepada pemulung. Dengan demikian, ia sungguh akan menjadi berkah, baik untuk kita maupun untuk orang lain.

Nah, jangan tunggu orang lain melakukannya karena semua berawal dari diri sendiri. Hari ini, saat ini.

Selasa, 26 Mei 2009

Tanda

Dunia dimana manusia hidup, selalu dipenuhi dengan tanda. Ayam jantan berkokok disusul dengan terbitnya matahari di ufuk timur, menandakan pagi sudah tiba, saatnya bangun dari tidur dan mulai bersiap-siap melakukan aktifitas. Perut yang keroncongan menjadi tanda datangnya rasa lapar. Mata yang berat dan lelah menyuruh kita untuk segera pergi tidur. Sakit yang tiba-tiba mendera tubuh menjadi tanda bagi kita untuk menghentikan segala aktifitas dan mulai beristirahat. Semua itu adalah beberapa contoh tanda yang diberikan oleh Tuhan.

Selain tanda dari Tuhan, kita juga mengenal banyak tanda yang dibuat oleh manusia. Lampu lalu lintas di perempatan atau pertigaan jalan berwarna merah, hijau dan kuning yang digunakan untuk mengatur arus lalu lintas. Tanda S atau P dicoret miring yang berarti dilarang Stop atau Parkir. Garis-garis melintang yang berderet-deret di dekat lampu merah sebagai tanda tempat untuk menyeberang. Pagar di sekeliling rumah yang menandai batas tanah dan hak milik. Rumah yang tampak kusam dan berdebu menjadi tanda untuk segera dibersihkan dan diperbaharui catnya agar terlihat bersih. Dan masih banyak lagi yang lainnya.

Kurang lebih seminggu yang lalu, tepatnya tanggal 20 Mei, dunia penerbangan kita dikejutkan oleh jatuhnya pesawat Hercules C-130 milik TNI AU di Desa Geplak , Kecamatan Krakas, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, yang menelan korban 101 nyawa. Satu pertanyaan yang kemudian muncul; tanda apakah ini? Bagi pemerintah dan TNI AU, hal ini menjadi ‘warning’ bahwa mereka perlu melakukan perbaikan sarana dan prasarana penerbangan dengan mengalokasikan jumlah dana yang mencukupi. Bagi para korban dan keluarganya, hal ini menjadi awal duka yang mendalam. Istri kehilangan suami. Suami kehilangan istri dan anak. Anak-anak sebatang kara karena kehilangan ayah dan ibunya. Sepasang kekasih yang tidak jadi menikah karena pasangannya meninggal. Semua menanggung beban yang teramat berat. Lalu bagi kita, apakah hal ini memberi arti?

Setiap tanda apapun bentuknya dan darimanapun asalnya memang selalu memiliki maknanya sendiri. Menjadi tugas kita sebagai manusia untuk selalu mawas diri, merenung, menjaga sikap dan menjauhkan diri dari niat ‘menerabas’ terhadap segala tanda yang hadir dalam kehidupan kita.

Jumat, 22 Mei 2009

Ide

Untuk sebuah tulisan, ide adalah ibarat nyawa. Tanpa adanya ide, tidak akan pernah terlahir dan tercipta sebuah tulisan. Darimana ide bisa ditemukan? Menurut sebuah buku yang membahas tentang dunia kepenulisan, ide bisa ditemukan di mana saja. Ia ada dalam hidup keseharian manusia. Mulai dari saat bangun di pagi hari hingga saat terlelap di malam hari.

Bagi sebagian orang, kadang sulit menemukan sebuah ide untuk tulisan yang akan dibuat. “Wah, lagi buntu nih, enggak ada ide”, “Uh.. sebel, lagi-lagi mandeg… idenya hilang entah kemana.” Mungkin itu adalah sebagian ungkapan yang pernah kita dengar. Jengkel karena ide yang tidak kunjung didapat. Lalu, bagaimana caranya agar kita mudah menemukan sebuah ide?

Pertama, banyak membaca. Dengan membaca akan menambah wawasan dan pengetahuan. Ibarat orang yang menabung di bank, kebiasaan membaca (apa saja) adalah menabung di dalam otak. Semakin banyak yang kita baca, semakin banyak pula tabungan kita. Dan suatu saat ketika kita membutuhkan, tabungan itu akan keluar dengan sendirinya. Kedua, banyak melihat. Di sekitar kita, ada banyak hal yang bisa dilihat. Matahari terbit di pagi hari, televisi dengan beragam acara berita, infotainment, reality show, sinetron, film, pertunjukan musik, olahraga. Juga realitas kehidupan sehari-hari dengan beraneka kisah. Ketiga, banyak mendengar. Selain melihat, ada juga beragam kisah dan cerita yang bisa dan biasa kita dengar. Tetangga yang lagi asyik menggosip. Obrolan rekan-rekan di kantor. Omongan orang-orang yang kita temui di perjalanan. Pun percakapan orang-orang di warung makan. Keempat, biasa mencatat. Karena didera kesibukan sehari-hari, seringkali manusia berakrab-akrab dengan penyakit lupa. Nah, untuk meminimalisasi hal ini, kita harus membiasakan diri untuk mencatat. Menulis apa saja (ide) yang terlintas dalam pikiran kita. Kelima, biasa merenung atau memikirkan kembali. Apa yang sudah kita baca, lihat, dengar dan catat tidak akan berarti apa-apa jika hanya dibiarkan begitu saja. Namun jika kita mau merenung dan memikirkannya kembali kemungkinan besar akan mendorong kita untuk melahirkan sebuah tulisan.

Ketika semua itu sudah menjadi kebiasaan, kita tidak akan pernah lagi kesulitan untuk menemukan atau mencari ide. Bahkan disaat ide kelihatan begitu sulit ditemukan, kita dapat menciptakan sebuah ide. Membaca berita tentang kecelakaan pesawat terbang, memberi ide tentang pentingnya menjaga sarana dan prasarana penerbangan, betapa Tuhan berkuasa atas hidup hingga cerita perjuangan hidup ibu-anak yang diringgal mati suaminya. Melihat kebiasaan beberapa orang yang sering menerobos lampu merah, memberi ide pentingnya kedisiplinan. Melihat matahari bersinar dan pelangi warna-warni di langit, memberi ide tentang kesetiaan dan pentingnya bersyukur. Melihat lapangan rumput yang sering diinjak-injak oleh anak-anak yang bermain sepakbola, memberi ide kepada kita untuk membikin cerita tentang rumput yang merintih. Di saat kita mendengar pembicaraan tentang si Anu yang doyan korupsi, memberi ide tentang arti uang dan kebiasaan memberi kepada yang berkekurangan.

Nah, di saat ide mudah didapat, tugas kita sekarang adalah memilah-milah ide. Mana ide yang perlu dibikin tulisan dan mana yang tidak. Intinya, tulisan yang akan kita buat nanti hendaknya bisa memberikan manfaat bagi orang lain. Walau hanya tulisan sederhana tapi jika sudah membuat orang lain mendapat pengetahuan, merasa tergugah dan mendapatkan pencerahan berarti tulisan itu memang sungguh bermanfaat. Semoga.

Selasa, 19 Mei 2009

Akhirnya...

Uhhh… akhirnya nyampe juga postinganku ke angka 100 (Virus T1 P3dl). Awalnya aku nggak nyangka bisa nulis sejumlah itu tapi seperti yang pernah aku baca dalam sebuah buku tentang penulisan, ‘kalau kamu yakin, pasti kamu bisa’. Dan ini yang selama hampir tujuh bulan aku praktekkan, yakin dan percaya. Hasilnya… sungguh tak terbayangkan. Sekarang aku semakin memahami bahwa menulis itu bukanlah bakat tetapi ketrampilan yang bisa dilakukan oleh semua orang. Kuncinya adalah giat berlatih, menulis dan terus menulis. Ibarat pisau, ia akan semakin tajam dan mudah digunakan bila terus diasah.

100 bukanlah angka yang keramat. Ia tidak memberi arti apa-apa jika malah membuat segala sesuatunya menjadi mandeg. Dan itu sama sekali tidak kuinginkan. Oleh karena itu, semoga hal ini memberi tambahan motivasi bagiku untuk terus berkarya, mengembangkan diri dan memberikan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain.

Terima kasih untuk ‘Sahabat Pena dari Jawa’ yang telah memberi aku AWARD. Ini adalah award pertamaku. Dan karena yang pertama, tentu AWARD ini sungguh memberi kesan mendalam bagiku. Terima kasih juga untuk para sahabat yang sudi mampir, berkunjung, baca-baca postingan, dan memberikan komentar baik untuk tulisan maupun di ShoutMix. Kehadiran kalian sungguh memberi warna yang indah untuk rumah ‘maya’ku.

Marilah terus kita jaga persahabatan ini, agar ia memberi kekuatan dan memampukan kita untuk menghasilkan buah-buah kehidupan bermutu yang semakin berkelimpahan. Terima kasih sahabat. Salam penuh cinta dariku.

Senin, 18 Mei 2009

Virus T1 P3dl

Warga dunia saat ini sedang was-was. Belum reda ancaman penyakit flu burung, kini kita sudah diguncang lagi dengan ancaman penyakit baru yaitu flu babi. Bahkan menurut penelitian, penyebaran virus influenza bertipe A H1N1 ini lebih cepat bila dibandingkan dengan flu burung. Karena begitu cepatnya, saat ini flu babi telah menjadi wabah yang mengglobal. Tak kurang dari Meksiko, AS, Inggris, Kanada, Spanyol, Israel dan beberapa negara di Asia telah melaporkan ada warganya yang terkena virus ini.

Penyakit yang disebabkan oleh virus memang gampang dan cepat sekali menular. Pasalnya, virus berkembang biak lewat spora yang begitu mudah berpindah lewat bantuan angin, udara dan juga melalui kontak fisik. Dalam keseharian mungkin kita pernah atau sering mengalami batuk, pilek akibat terkena flu. Atau seperti saya beberapa hari lalu, terkena ‘belek’ di mata yang membuat seluruh aktifitas jadi terganggu. Keduanya merupakan contoh sederhana dari penyakit yang disebabkan oleh virus.

Sebenarnya, dalam sejarah kehidupan manusia, ada satu lagi jenis virus yang sungguh amat berbahaya. Virus ini juga cepat sekali menyebar dan berpindah dari manusia satu ke manusia yang lain. Prinsip kerja virus ini tidak secara langsung tetapi menimbulkan efek secara perlahan namun pasti dan daya rusaknya sungguh teramat hebat, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Virus ini diberi nama Tidak Peduli atau disingkat virus T1 P3dl.

Kisah kejatuhan manusia ke dalam dosa untuk pertama kalinya, menandai lahirnya virus ini. Hawa yang diciptakan untuk menemani Adam terbujuk rayuan setan dan tidak peduli lagi dengan larangan Tuhan. Ia mengambil buah kehidupan dan mengajak Adam untuk turut serta memakannya. Karena itu, mereka diusir dari Taman Firdaus dan (harus) hidup di dunia dengan segala penderitaannya. Semenjak saat itu mulailah penyebaran virus T1 P3dl.

Virus T1 P3dl membuat manusia semakin tidak peduli dengan Tuhan. Kalau toh peduli, seringkali hanya terhenti saat berada di tempat-tempat ibadah. Ketika sudah berada di luar, mereka kembali seperti semula. Dan ketika manusia tidak peduli dengan Tuhan, mereka juga tidak lagi peduli dengan sesamanya, lingkungan apalagi segala aturan (hukum) yang dirasa membelenggu. Maka lahirlah beraneka macam kejahatan. Perang antar negara yang membunuh jutaan nyawa, terorisme dengan aneka bom yang berhamburan, bunuh-membunuh walau hanya karena persoalan sepele, pemerkosaan, penodongan, penjambretan, penipuan dengan berbagai cara, perusakan lingkungan dengan membabat hutan hingga gundul, mengeruk sumber kekayaan alam tanpa batas dan masih banyak lagi.

Karena tidak peduli dengan rasa malu, manusia menjadi serakah. Meski sudah berkecukupan, mereka masih saja melakukan tindak korupsi. Menghambur-hamburkan uang yang bukan haknya untuk kepentingan pribadi, keluarga maupun para kroninya. Sama halnya dengan kekuasaan. Mereka sangat tergila-gila dan berusaha untuk mendapatkannya walau dengan cara-cara paling kotor sekalipun.

Lalu, apa yang mesti dilakukan untuk memerangi virus ini? Hal pertama dan utama adalah: harus mulai lagi untuk PEDULI. Peduli bahwa Tuhan itu memang ada dan sungguh berkuasa atas kehidupan kita. Dihadapan-Nya kita hanyalah sebutir debu dan tanpa penyelenggaraan-Nya semua tidak akan terjadi dalam kehidupan kita. Setelah itu, peduli dengan sesama dan lingkungan. Kita bisa hidup dan berkembang karena ada manusia lain, sesama kita. “Jika kamu tidak ingin dilukai, janganlah kamu melukai. Jika kamu menabur kebaikan maka kebaikan pulalah yang nantinya akan kamu tuai”, begitu hukumnya. Kita juga akan bahagia karena lingkungan kita tidak rusak dan terjaga dengan baik. Dan yang terakhir adalah peduli pada hukum karena hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan manusia di dunia ini agar bisa berjalan dengan baik, bukannya malah dilanggar apalagi dipelesetkan menjadi (H)ak (U)ang (K)amu (U)ntuk (M)enang. Siapa yang pegang duit banyak, dialah yang berkuasa atas hukum. Tentu bukan seperti itu.

Nah, maukah kita melakukannya?

Sabtu, 16 Mei 2009

Kena 'Belek'

Sudah hampir satu minggu ini, aku mengalami gangguan penglihatan. Mataku terasa kabur seperti ada selaput tipis yang menghalangi pandanganku. Apalagi saat berada di depan komputer, baru beberapa menit saja kepalaku jadi pusing.

Awalnya karena ’belek’ dengan ciri-ciri mata memerah, kelopak mata dan kantung mata membesar yang menyebabkan mata jadi sipit dan hampir-hampir sulit untuk melihat serta keluarnya banyak kotoran di sekitar mata. Penyakit ini bersumber dari keponakanku. Entah mimpi apa, keponakan yang sudah lama tidak berkunjung ke rumah, eh... gilirannya diajak ’dolan’ malah bawa penyakit. Walah...

Dan minggu itu, setelah keponakanku diantar pulang ke rumahnya, mataku sebelah kanan terasa ’ngganjel’. ”Wah... aku ’sukses’ ketularan nih...,” jerit batinku. Lalu oleh istriku, aku diberi bawang merah yang sudah dipotong. Bawang merah itu kemudian ditusuk-tusuk pake lidi bagian dalamnya dan setelah itu dioles-oleskan ke mata hingga keluar airnya. Rasanya amat perih, apalagi saat air bawang merah itu masuk ke mata. Tapi karena ini adalah upaya pencegahan agar penyakit itu tidak meluas, aku terpaksa mau melakukannya.

Rupanya, semuanya sudah terlambat. Olesan bawang merah tidak memberi hasil. Mataku malah semakin merah dan bengkak. Akhirnya karena tidak mau mengambil resiko, aku dan istriku segera ke apotik untuk membeli obat mata khusus untuk ’belek’.

Selama dua hari, aku tidak masuk kerja dan hanya terkapar di rumah berkat ’belek’. Mau nonton tv... susah, mau ngetik di depan komputer... pusing. Tapi karena pingin nulis, kadang aku maksain diri walau malah bikin mata ini semakin memerah plus pusing yang tambah mengigit. Dan asal tau saja... penyakitku ternyata sukses juga nulari istri dan seisi rumah...

Akhirnya walau belum sembuh benar, pada hari ketiga aku maksain diri masuk kerja. Ternyata libur dua hari membuat pekerjaan di kantor jadi menumpuk. Satu hal yang membuat aku sedikit ’keki’, ’bos’ di kantor enggan berlama-lama menatapku kala kuajak bicara... kesannya malah membuang wajah... katanya sih biar enggak ketularan... waduh...

Hari ini, mataku sudah tidak lagi memerah dan bengkaknya juga sudah menghilang. Namun karena masih kabur, kadang aku harus sering membasuh muka agar pandanganku dapat kembali seperti semula (walau hal ini hanya sementara saja). Satu hal yang semakin kupahami, betapa berharganya kedua mata ini.

Tuhan, aku bersyukur atas kedua mata ini...
atas pemeliharaanmu sehingga aku dapat melihat
betapa Mahakuasanya Engkau...

Kamis, 14 Mei 2009

Angel Rhys

Seorang gadis kecil menjadi saksi di sebuah persidangan. Ia nampak gugup dan salah tingkah ketika jaksa penuntut umum mencecarnya dengan beragam pertanyaan. Tiba-tiba, dari sela-sela jendela, gadis itu merasakan hangatnya cahaya matahari yang jatuh menyinari jari jemarinya yang mungil. ”Angel Rhys”, teriak gadis itu. Dan tiba-tiba, gadis itu merasa aman dan nyaman. Ia merasa mendapat pendampingan malaikat melalui cahaya matahari tersebut. Akhirnya, dari tutur katanya, keluarlah berbagai kata-kata indah dan kesaksian yang membuat semua hadirin bertepuk tangan.

Cerita di atas adalah salah satu adegan dari film berjudul Evelyn. Sebuah film yang mengisahkan tentang seorang ayah (single parent) yang harus berjuang untuk memenangkan pengasuhan atas ketiga buah hatinya, dua anak laki-laki dan seorang gadis kecil bernama Evelyn, dari cengkeraman tempat penitipan anak yang dikelola oleh pemerintah. Meski jalan yang dilalui begitu terjal dan berliku dengan banyak onak duri, namun berkat kekuatan cinta, semuanya berakhir bahagia.

Evelyn, memang film yang sungguh menarik dan menggugah hati tapi bukan hal itu yang akan menjadi ulasan tulisan ini. Tulisan ini akan lebih membahas tentang ’Angel Rhys’, kata yang diteriakkan oleh gadis kecil itu. Angel Rhys atau Cahaya Malaikat atau kita lebih mengenalnya sebagai cahaya matahari.

Cahaya matahari adalah kehidupan. Pernahkah kita membayangkan apa yang akan terjadi jika matahari tidak terbit beberapa hari saja? Hal pertama yang paling mencolok adalah kegelapan akan menguasai bumi. Karena gelap, pohon-pohon tidak dapat berfotosintesis, tidak dapat mengolah makanan dan menyebarkannya ke batang, akar dan daun. Pohon-pohon kemudian tidak bertumbuh, layu dan akhirnya menjadi kering dan mati. Pun dengan hewan-hewan. Mereka akan kehilangan energi untuk mengolah dan mencari sumber makanannya. Karena kelaparan, akhirnya mereka juga akan mati. Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling tinggi, mungkin dalam jangka waktu tertentu dapat bertahan, tapi lama-kelamaan karena berbagai sumber daya yang dibutuhkan tidak lagi tersedia, mereka pun akan mengalami hal yang sama, mati.

Menurut para ahli, cahaya matahari pagi baik untuk kesehatan. Ia mengandung banyak vitamin D yang sangat baik untuk tulang. Bagi orang yang punya penyakit asma maupun TBC juga sangat dianjurkan untuk melakukan kebiasaan ’dede’ atau berjemur di bawah matahari pagi.

Pada tengah hari, saat matahari tepat berada di atas kepala, cahayanya terasa begitu menyengat. Dan karena itu, seringkali orang kemudian mengeluh dan menggerutu, ”Ah... panas sekali... ” Padahal, mestinya kita berterimakasih karena hal itu. Sebab panas yang membuat badan menjadi gerah akan menyebabkan keringat bermunculan. Keringat yang keluar, membawa serta racun-racun yang mengendap di dalam tubuh.

Lewat matahari dan cahayanya, kita juga bisa belajar banyak hal. Pertama, kesetiaan. Matahari selalu setia melaksanakan tugasnya. Terbit di ufuk timur ketika pagi menjelang, seharian bekerja menyinari dan memberi kehidupan bagi bumi dengan segala isinya, dan terbenam di ufuk barat saat malam hendak tiba. Meski saat hujan turun ia ’seolah-olah’ hilang karena tertutup mendung, matahari tidak pernah ’mutung’. Justru setelah itu, ia ganti memberikan keindahan dengan menghadirkan pelangi.

Kedua, tidak suka pilih-pilih. Setiap hari, matahari memancarkan cahayanya untuk semua orang. Baik untuk orang kaya maupun orang miskin, orang yang punya pendidikan tinggi atau yang tidak pernah sekolah, orang yang punya jabatan dan kekuasaan atau hanya penyapu jalan, orang yang jahat atau orang yang baik. Semua diberinya bagian yang sama, tidak dikurangi atau dilebihkan sedikitpun.

Cahaya matahari memang adalah cahaya malaikat, yang selalu menjaga dan mengawasi hidup kita setiap hari. Apakah kita menyadarinya?

Selasa, 12 Mei 2009

Global Warming


Sabtu malam, 9 Mei lalu, di areal gerejaku diadakan sebuah sarasehan. Sarasehan dibuat dengan model angkringan dengan lesehan, live musik, sajian wedang ronde serta sebuah gerobak berisi nasi kucing dan aneka gorengan. Menurut St. Cahyanto selaku Ketua Penyelenggara, sarasehan ini digagas oleh MUKAPALA (Muda-Mudi Katedral Pencinta Alam) bekerjasama dengan Kaum Muda. Tema yang diangkat adalah tentang Global Warming. Apa itu Global Warming, kenapa bisa terjadi, apa dampaknya, dan apa yang sebaiknya dilakukan untuk menghambat atau mengurangi hal tersebut.

Saat mengawali paparannya, Donny Danardono, dosen filsafat di Fakultas Hukum dan Program Magister Lingkungan dan Perkotaan (PMLP) Unika Soegijapranata, mengatakan bahwa Global Warming harus difahami secara teknis, unsur-unsur apa saja yang menyebabkannya. Namun secara umum Global Warming diartikan sebagai pemanasan global, suhu yang makin meningkat. Hal ini disebabkan karena atmosfer (lapisan ozon) yang makin menipis sehingga sinar matahari dan infra merah langsung njujug ke bumi. Infra merah kemudian dipantulkan kembali ke angkasa tetapi ada yang terperangkap di atmosfer, tidak bisa keluar, inilah yang disebut dengan efek rumah kaca.

Kenapa lapisan ozon bisa menipis? Pencemaran lingkungan dan kadar CO2 yang berlebihan ditengarai menjadi penyebab utama hal tersebut. Hal ini didukung dengan kenyataan bahwa dewasa ini semakin banyak pohon-pohon yang ditebangi, hutan-hutan yang gundul yang beralih fungsi menjadi pemukiman, industrialisasi yang berkembang pesat yang mendorong semakin meningkatnya pemakaian bahan bakar.

Untuk menghambat atau mengurangi hal tersebut, kita harus mengembangkan Etika Kepedulian. Peduli pada diri sendiri bahwa saya ingin hidup bahagia. Dan kebahagiaan itu dapat terwujud bukan karena saya memiliki tetapi karena saya dapat menjadi diri sendiri, dapat mengembangkan seluruh potensi diri. Yang menjadi dosen jadilah dosen yang baik. Yang menjadi pegawai jadilah pegawai yang baik. Yang menjadi ibu rumah tangga jadilah ibu rumah tangga yang baik, dll. Saya bahagia karena saya menjadi bagian dari seluruh alam ini. Lalu, ketika lingkungan di sekitar saya menjadi rusak, apakah saya bisa bahagia?

Jadi, semuanya harus dimulai dari kesadaran diri. Ketika kesadaran diri ini mulai bertumbuh, kita dapat mulai dari hal-hal kecil yang kelihatannya sederhana. Lebih memilih angkutan umum daripada menggunakan kendaraan pribadi, menanam pohon-pohon di halaman rumah dan membuat lubang-lubang resapan biopori, lebih memilih wadah-wadah yang bisa didaur ulang daripada wadah yang terbuat dari plastik, mematikan lampu-lampu yang tidak dipakai, adalah beberapa contoh yang bisa dilakukan.

Nah, kenapa kita harus menunggu untuk menyelamatkan bumi ini? Ingatlah, apa yang kita lakukan hari ini, akan menjadi warisan bagi anak cucu kita kelak.

Sudahkah Aku Bersyukur Hari Ini?

Sudahkah Aku bersyukur hari ini?
saat pagi ini aku terbangun dengan nafas yang baru, hidup yang baru dan kesegaran baru
sementara ada orang lain yang sudah dipanggil oleh-Nya...

Sudahkah Aku bersyukur hari ini?
atas mata yang bisa melihat indahnya mentari yang terbit di ufuk timur,
atas telinga yang mendengar kicauan burung di atas pepohonan yang begitu riang menyambut pagi,
atas tangan dan kaki yang bisa melakukan banyak aktifitas
sementara ada orang lain yang tidak bisa melihat karena buta,
tidak bisa mendengar karena tuli atau tidak mempunyai tangan atau kaki

Sudahkah Aku bersyukur hari ini?
atas kesehatan yang sudah aku terima sehingga aku dapat melakukan pekerjaan
sementara ada orang lain yang tidak berdaya karena sakit

Sudahkah Aku bersyukur hari ini?
atas air yang aku pergunakan untuk minum, mandi dan mencuci motor atau mobil
sementara ada orang lain yang harus berjalan berkilo-kilo meter untuk sekedar mencari sumber air

Sudahkan Aku bersyukur hari ini?
ketika sepiring nasi lengkap dengan aneka lauk tersaji di hadapanku
sementara ada orang lain yang hanya bisa makan dengan nasi aking bercampur garam

Sudahkah Aku bersyukur hari ini?
atas pekerjaan, walau gajinya tidak begitu besar tapi cukup untuk hidupku sehari-hari
sementara ada orang lain yang harus menguras peluh, membanting tulang, siang dan malam
hanya untuk mengumpulkan lembaran uang yang jumlahnya tidak seberapa

Jumat, 08 Mei 2009

Hidden Hand's


Minggu pagi. Angin bertiup perlahan menyebarkan udara yang begitu segar. Di langit, matahari masih tampak malu-malu memancarkan sinarnya. Sementara percik air hujan di dedaunan sisa hujan semalam, berjatuhan ke tanah. Cericit burung di atas pepohonan begitu riang melantunkan nyanyian menyambut pagi.

Lik Karyo duduk di beranda depan rumah. Ia lagi asyik membaca koran baru yang barusan diantar oleh Paijo, loper koran langganannya, ditemani secangkir teh panas dan sepiring pisang goreng buatan Marni, istrinya. Beberapa kali ia menggeleng-gelengkan kepala. Wajahnya tampak begitu serius.

Bejo, tetangga depan rumah yang lagi asyik jogging keheranan melihat lik Karyo. Beberapa detik kemudian, ia melangkahkan kaki menuju ke tempat lik Karyo.

”Selamat pagi, Lik. Wah, lagi baca apa nih, kelihatannya kok serius banget?” sapa Bejo.

”Eh, kamu, Jo. Tumben, pagi-pagi udah maen ke sini?” jawab lik Karyo

”Iya, Lik. Aku penasaran. Dari tadi kulihat lik Karyo serius banget sambil geleng-geleng kepala. Sebenarnya, lagi baca apa sih, Lik?” Bejo mengulang pertanyaannya sambil tangannya mencomot pisang goreng yang terletak di atas meja.

”Ini lho, berita soal Antasari Azhar. Kok bisa-bisanya ya ia jadi tersangka pembunuhan direktur utama PT Putra Rajawali Banjaran, si Nazrudin Zulkarnaen. Apalagi pangkal masalahnya hanya karena soal cewek.” ujar lik Karyo. Kepalanya kembali menggeleng-nggeleng ke kiri ke kanan tanda ketidakmengertian.

”Menurut Lik sendiri, gimana kebenaran berita itu?” tanya Bejo.

Lik Karyo tersentak mendengar pertanyaan Bejo. Sejenak diletakkannya koran yang dipegangnya ke atas meja. Dihelanya napas sebelum menjawab, ”Wah, kayaknya memang benar seperti itu. Apalagi hari-hari ini beritanya begitu santer di televisi dan surat kabar. Dan bukti-buktinya juga sudah ada.”

”Apa enggak terlalu janggal, Lik. Masak hanya karena soal cewek, Pak Antasari sampai rela mengorbankan kedudukannya sebagai ketua KPK untuk merencanakan pembunuhan yang sadis seperti itu, sampai melibatkan oknum polisi segala?” tambah Bejo.

”Maksudmu?” tanya lik Karyo semakin tidak mengerti.

”Kalo menurut aku, kayaknya ini ada ’tangan-tangan tersembunyi’ yang bermain di belakangnya. Ada orang-orang yang sengaja bikin skenario agar Pak Antasari ikut terlibat,” ujar Bejo penuh semangat.

”Apa ada dasar untuk penjelasanmu itu, Jo?”

”Sederhana, Lik. Pak Antasari dengan KPK-nya, selama ini sudah banyak menjebloskan para pejabat tinggi yang terlibat dalam kasus-kasus korupsi. Sementara itu masih ada lagi beberapa kasus besar yang menunggu untuk diperiksa. Nah, tentu hal ini membuat gerah dan tidak senang pihak-pihak tertentu.” terang Bejo. ”Sebenarnya hal seperti ini hanyalah pengulangan dari apa yang sudah pernah terjadi. Memang berbeda peristiwanya tetapi esensinya sama saja. Tentu lik Karyo masih ingat kasus Tanjung Priok dan peristiwa penyerbuan PDI pro Soerjadi pada PDI pro Mega pada masa Orde Baru, lalu peristiwa Trisakti, Semanggi kemudian yang paling menghebohkan, kasus terbunuhnya Munir saat sedang dalam perjalanan ke negeri Belanda. Sampai saat ini, kasus-kasus itu belum terungkap sepenuhnya. Memang sudah ada pihak-pihak yang dijadikan terdakwa tetapi siapa aktor intelektual atau tangan-tangan tersembunyi di belakangnya, sampai saat ini belum diketahui,” paparnya lebih lanjut.

”Kalau yang kamu ceritakan itu memang benar, betapa jahatnya orang-orang itu. Mereka bisa seenaknya saja membuat orang lain dipersalahkan sedangkan diri mereka tidak pernah bisa disentuh,” sambung lik Karyo.

”Benar, Lik, mereka itu memang sungguh-sungguh jahat. Mereka hanyalah orang-orang pengecut yang kebetulan mempunyai kekuasaan dan memiliki banyak uang. Tapi kita jangan pernah kalah oleh mereka. Kita harus tetap menyuarakan kebenaran dan bertindak sesuai hati nurani kita, melalui kata-kata, sikap dan perbuatan. Yang benar adalah benar dan yang salah harus tetap salah. Jangan kita kalah oleh kejahatan tetapi kejahatan harus kita kalahkan dengan kebaikan. Begitu kan, Lik?” sambar Bejo.

”Wah... wah... wah... ternyata kamu ini memang pintar, Jo. Nggak percuma kuliah di fakultas hukum. Aku setuju dengan pendapatmu.” Lik Karyo manggut-manggut. Ia kagum dengan kecerdasan Bejo.

”Satu hal lagi, Lik. Tuhan enggak pernah tidur. Pada saatnya nanti, Ia akan meminta pertanggungjawaban segala hal yang pernah kita lakukan di dunia ini,” tambah Bejo.

Tiba-tiba terdengar bunyi hape berdering. Bejo segera berdiri. ”Aku harus pamit dulu, Lik. Kebetulan tadi istri di rumah minta dibelikan bubur ayam. Kapan-kapan kita sambung lagi ya...,” katanya sambil bergegas meninggalkan lik Karyo.

Lik Karyo hanya mengangguk. Diamatinya Bejo yang perlahan mulai menjauh. Sungguh, ia bersyukur mempunyai tetangga seperti Bejo.

Rabu, 06 Mei 2009

Awalnya...


Suatu ketika, saat bertandang ke rumah teman, aku menemukan sebuah buku yang sangat menarik perhatianku. Judul buku itu: ’Menjadi Kaya Dengan Menulis’. Karena penasaran, aku memberanikan diri meminjam buku itu untuk aku baca di rumah.

Lembar demi lembar isi buku itu kulalap habis. Ada begitu banyak pengetahuan yang aku dapatkan dari sana. Ternyata, untuk menjadi kaya dari menulis bukanlah hal yang mustahil. Dan uniknya, ini bisa dilakukan oleh siapa saja. Tidak peduli apakah seseorang mempunyai bakat menulis atau tidak. Yang utama adalah kemauan, kerja keras dan terus berlatih menulis.

Dari buku inilah semua itu berawal. Keinginan yang sempat terpendam begitu lama, muncul kembali. Meletup-letup, ingin segera mendapat penyaluran. Dan bersamaan dengan itu, aku mulai berlangganan jaringan internet di rumah. Dari browsing dan surfing di internet, aku mulai mengenal blog dan kemudian belajar membuatnya. Setelah memiliki blog pribadi, aku mulai menyalurkan hasrat untuk menulis.

Awalnya memang sulit terutama ketika harus mencari ide untuk tulisan. Lalu aku teringat kembali buku ’Menjadi Kaya Dengan Menulis’. Dalam buku itu dijelaskan bahwa ide bisa didapatkan dari mana saja yaitu dengan banyak membaca, memperhatikan (melihat) dan mencatat segala hal yang terjadi di lingkungan dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Dan syukurlah, semuanya mulai berjalan lancar. Satu demi satu tulisan mulai mengisi blog pribadiku.

Satu bulan setelah memiliki blog pribadi, aku mulai menjadi anggota komunitas blog. Awalnya memang hanya kebetulan tapi setelah membaca berbagai tulisan dari anggota komunitas, aku tertarik untuk ikutan gabung dan menyumbangkan tulisan. Dari sinilah aku mulai mengenal istilah KOPDAR. Pertama kali ikut di dalamnya, aku merasa sangat bahagia karena mendapat teman-teman baru.

Kini, hampir setengah tahun aku mengelola blog pribadiku. Sudah berpuluh-puluh tulisan aku hasilkan. Selama kurun waktu itu, ada beberapa ’catatan’ yang aku dapatkan. ’Catatan’ itu diantaranya:
Jangan sombong dan jangan rendah diri
Ada berbagai macam blog yang bertebaran di internet. Mulai dari blog dengan template sederhana hingga template yang begitu kompleks. Mulai dari yang isinya tentang politik, pendidikan, masak-memasak, hobi, pengetahuan, game, musik hingga blog pribadi. Jangan pernah sombong karena merasa punya blog yang paling hebat. Pun jangan merasa rendah diri karena punya blog sederhana dengan fitur-fitur yang minim. Yang paling penting, kita bisa saling menempatkan diri dan saling menghargai.
Punya ciri khas
Blog yang beragam tentu memiliki ciri khas dan kekuatan masing-masing baik mengenai cara maupun bentuk tulisan. Jangan pernah ingin meniru blog orang lain tetapi tetaplah berkarya sesuai kemampuan dan hati nurani. Yakinlah selama motivasi kita positif maka blog yang kita kelola akan memberi manfaat bagi orang lain.
Perlunya interaksi satu sama lain
Manusia tidak dapat hidup sendiri di dunia ini. Demikian juga dengan blog. Blog yang menyendiri akan terasing dari dunianya. Sebaliknya blog yang rajin berkunjung, saling bertukar link dan bertukar komentar akan semakin berkembang.

Dan semua hal yang aku lakukan selama ini hanyalah awal. Aku harus terus menulis dan berjuang tanpa kenal lelah untuk mewartakan kebaikan bagi orang lain. Hingga ketika aku Menjadi Kaya Dengan Menulis, aku tetap berpijak ke bumi dan terus mengingat bahwa kekayaan bukanlah tujuan tetapi sarana untuk saling berbagi dengan sesama. Semoga.

Selasa, 05 Mei 2009

Hukum


Ternyata apa yang dikatakan seorang teman bahwa HUKUM merupakan kependekkan dari (H)ak (U)ang (K)amu (U)ntuk (M)enang, benar adanya. Ada banyak bukti yang bisa disajikan. Bahkan kalo bukti-bukti itu dijejerkan panjangnya mungkin bisa beratus-ratus meter.

Makanya, tidak aneh bila seseorang yang kebetulan ketangkep karena nyuri ayam dan ia dari golongan tidak mampu yang nggak punya pekerjaan tetap, ia jadi babak belur dan masa hukumannya bisa menjadi lama karena enggak ada uang yang bisa digunakan sebagai jaminan. Sebaliknya, jika para pejabat tinggi yang sehari-harinya make dasi trus kalo ke kantor naik mercy mengkilap tersandung masalah hukum (karena kasus korupsi, suap-menyuap dll) gelar perkaranya jadi berliku banget. Mulai dari asas praduga tidak bersalah, pengumpulan bukti-bukti hingga aneka sidang yang digelar. Pas udah ketauan kalo emang bersalah dan kemudian dijatuhi hukuman... eh... lha kok malah kayak formalitas... beritanya aja masuk penjara... tapi kenyataannya malah bebas keluar masuk bui dan di selnya banyak bertumpuk fasilitas mewah yang dibutuhkan untuk bersenang-senang.

Lalu kalo kenyataannya emang demikian, gmana entar jadinya hukum di negeri ini? Selama uang masih saja jadi penguasa tunggal dan tujuan utama, kayaknya hukum akan jalan di tempat. Bahkan lama kelamaan jadi kayak kerupuk yang kena air hujan... mengkeret, mlempem dan kemudian dibuang karena udah enggak berguna.

Satu-satunya yang bisa ngatasin semua itu hanyalah hidupnya nurani dan kejujuran. Semakin banyak orang atau penegak hukum yang mau ndengerin nuraninya, tetep percaya bahwa yang bener tetaplah bener dan yang salah harusnya tetep salah, berani menegakkan kejujuran di antara banyak kebohongan, dan enggak gampang silau oleh gemerlapnya uang... bisa dipastikan... hukum akan kembali berkuasa. Ia akan menjadi panglima yang selalu mengawal peri kehidupan masyarakat di negeri ini. Semoga.

Senin, 04 Mei 2009

Kegelapan

Waktu itu, kami sedang asyik nonton film di ruang perpustakaan. Tiba-tiba, terdengar suara hujan yang berjatuhan di luar sana. Deras sekali. Bukankah seharusnya bulan ini sudah memasuki musim kemarau? Mengapa masih saja turun hujan? Apakah ini salah satu akibat dari pemanasan global yang membuat musim jadi tidak menentu? Beberapa saat kemudian, listrik mati. Lampu-lampu pun padam. Dan kegelapan hadir di antara kami.

Mati listrik yang menyatu dengan kegelapan selalu saja membuat segalanya jadi kacau. Kami tidak bisa lagi menyaksikan film yang lagi seru-serunya. Seorang teman yang tengah membereskan surat-surat menghentikan aktifitasnya. Sementara teman lain yang lagi asyik membaca buku tergeragap karena sekelilingnya menghitam. Semuanya seakan menjadi lumpuh.

Beberapa saat kemudian, seorang teman berinisiatif mencari lilin. Setelah menemukannya, ia menyalakan lilin itu dan kemudian membawanya ke tengah ruangan. Nyala lilin yang berpendaran perlahan-lahan mulai mengusir kegelapan.

Kadang, sengaja maupun tidak, kita begitu akrab dengan kegelapan. Mulanya mungkin malu-malu tapi setelah kenal menjadi sayang dan begitu cinta. Kegelapan itu menjadi begitu enak dan membuai kehidupan kita. Meninabobokan kita hingga kita sulit melepaskannya kembali.

Namun kegelapan tetaplah kegelapan. Ia justru akan membuat kita menjadi lumpuh. Maka, bergegaslah mencari cahaya. Meski kerlipnya hanya setitik bagaikan nyala lilin, tapi yakinlah bahwa ia mampu menghancurkan kegelapan.

Sabtu, 02 Mei 2009

Semarang

Semarang kaline banjir...
Yen sumelang jo dipikir...


Semarang, kotaku tercinta, hari ini genap berusia 462 tahun. Usia yang cukup matang untuk sebuah kota. Usia dimana setiap warga diharapkan semakin handarbeni dan hanyenkuyung kotanya.

Semarang selalu identik dengan Tugu Muda dan Lawang Sewu. Tugu Muda adalah sebuah monumen pengingat Pertempuran Lima Hari di Semarang pada era perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dulu. Sedangkan Lawang Sewu adalah bangunan peninggalan Belanda yang dahulu dijadikan kantor jawatan kereta api. Sebuah bangunan yang juga menjadi saksi bisu kekejaman Jepang saat mereka menjajah kota ini.

Lawang Sewu beberapa tahun dibiarkan mangkrak dan menjadi bangunan kosong yang semakin kusam karena dindingnya banyak ditumbuhi lumut. Sementara ada beberapa bagian bangunan yang rusak dan beberapa kayunya hilang dicuri orang. Untunglah, keadaan ini tidak terus berlanjut. Mulai bulan Pebruari lalu, Lawang Sewu mulai mendapat sentuhan perbaikan. Dinding-dindingnya mulai dicat baru. Beberapa bagian yang rusak mulai diperbaiki. Dan di halaman samping tampak sebuah kereta api kecil, menghiasi dan semakin memperindah bangunan ini. Rupanya Lawang Sewu hendak difungsikan lagi sebagai kantor perusahaan kereta api seperti jaman dulu.

Demikian juga dengan Tugu Muda. Setelah taman tertata apik dengan aneka tetumbuhan baru beraneka warna, saat ini monumen ini telah dilengkapi dengan air mancur yang dapat menyembur hingga setinggi 30 meter. Pembuatan fasilitas ini memakan waktu tiga hari dan menghabiskan dana hampir Rp. 100 juta.

Keberadaan air mancur ini rupanya cukup menarik keingintahuan orang yang melihatnya. Kini, tiap sore hingga malam, banyak orang berbondong-bondong memasuki kawasan Tugu Muda. Sekedar jalan-jalan sambil merasakan siraman air yang menetes bagai embun atau bercanda ria sambil berfoto-foto dengan latar belakang Tugu Muda dan tetumbuhan di tengah taman.

Semarang, kotaku tercinta, hari ini genap berusia 462 tahun. Dan untuk menandai hal ini, di Balai Kota diselenggarakan peringatan hari jadi yang dipimpin oleh Walikota Semarang, Sukawi Sutarip. Setelah peringatan, dilaksanakan launching Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang. Hari pertama operasional, BRT hanya melayani trayek Mangkang - Penggaron dan penumpang dapat menikmatinya secara gratis tanpa perlu membayar ongkos perjalanan sebesar Rp. 3.500,-

Alat transportasi massal ini diharapkan menjadi salah satu solusi atas problem lalu lintas yang mengancam Kota Semarang sebagai kota yang tengah bergerak menjadi metropolitan. Sebagai warga perkotaan yang dinamis, masyarakat memerlukan alat transportasi umum yang nyaman dan tepat waktu. Dalam jangka panjang diharapkan bisa mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang acapkali menjadi biang kemacetan.

Selamat Hari Jadi kota tercinta. Semoga program SEMARANG BERGANDENG TANGAN yang sudah dicanangkan, semakin menciptakan iklim bermasyarakat yang kokoh menggalang rasa solidaritas, semakin mengembangkan kepedulian dan sekaligus menumbuhkan rasa persaudaraan antar sesama warga.

Jumat, 01 Mei 2009

Jujur Itu...

Jujur itu ajur, kata temenku suatu siang. ”Coba kalo mas pas lagi berangkat ke kantor telat setengah ato bahkan satu jam, trus bos yang kebetulan datangnya siang nanya: ’hari ini datang telat ya?’. Pastinya karena enggak ketahuan sama bos, mas akan bilang kalo enggak telat. Coba kalo bilang telat, pasti deh mas akan diomelin habis-habisan. Nah, ajur kan...!” jelasnya lebih lanjut. Dan aku hanya bisa manggut-manggut mendengar penjelasannya.

Dulu, beberapa tahun yang lalu, aku pernah dihadapkan pada situasi yang rumit. Di satu sisi, aku melihat ketidakjujuran terpampang di depan mataku. Temanku menjual barang dengan harga yang tidak semestinya. Harga yang sudah tertera pada label barang diganti dengan harga yang lebih tinggi. Dan keuntungan dari selisih harga ini diambil oleh pribadi yang bersangkutan. Sementara di sisi yang lain, aku tidak memiliki keberanian untuk menegor atau sekedar mengingatkan bahwa hal itu tidak benar. Hal seperti ini terus saja berlangsung dan aku semakin terdiam. Bahkan kadang-kadang aku juga mau menerima pembagian uang dari perbuatan tidak jujur tersebut.

Di negara ini, banyak sekali ketidakjujuran yang bisa kita lihat. Mulai dari kasus Marsinah, Udin hingga Munir yang tidak diketahui siapa pembunuhnya. Kasus pemalsuan yang sedemikian marak dan tersebar luas dalam keseharian kita. Para politisi yang berbeda sikap saat sudah mendapatkan jabatan yang empuk hingga melupakan deretan janji-janji surga yang pernah diucapkan. Dan masih banyak contoh yang lain.

Untuk bisa berpikir, bersikap dan bertindak jujur, butuh keberanian. Keberanian yang didukung oleh keyakinan diri. Yang benar dikatakan benar dan yang salah dikatakan salah. Dan untuk itu kita memang harus siap ’ajur’. Tidak disenangi teman, dikucilkan dari pergaulan, difitnah dengan semena-mena hingga berkorban nyawa, itulah yang akan menjadi konsekwensi. Namun apalah artinya ’ajur’ di dunia jika kelak kita mendapatkan kemuliaan di sorga. Nah, beranikah kita untuk berpikir, bersikap dan bertindak jujur?