Senin, 25 Januari 2010

Hari Ini

Hari ini hari ini harinya Tuhan harinya Tuhan
Mari kita mari kita bersukaria bersukaria
Hari ini harinya Tuhan
Mari kita bersukaria
Hari ini hari ini harinya Tuhan


Demikian sebuah lagu yang paling sering aku dengar di kegiatan PIA (Pendampingan Iman Anak). Lagu sederhana yang penuh dengan keceriaan sekaligus mengandung makna yang teramat dalam.

Mengapa hari ini? Bukan hari Minggu dimana kegiatan itu berlangsung atau hari Senin, Selasa, dan seterusnya? Hari ini merangkum semua nama hari yang selama ini kita kenal. Jadi, hari ini adalah hari Minggu, Senin, Selasa, hingga Sabtu. Ketika hari ini adalah Senin, maka Minggu akan menjadi masa lalu dan Selasa adalah masa yang akan datang. Setelah Senin terlewati, hari ini menjadi Selasa dan Senin berubah menjadi masa lalu sedangkan masa yang akan datang adalah Rabu, begitu pun seterusnya.

Kadang (sering?) masa lalu menjadi beban yang terus dibawa hingga hari ini. Masa lalu membuat langkah hari ini menjadi berat bahkan tidak jarang membuat seseorang menjadi patah semangat. Sedangkan bayangkan akan masa depan yang belum pasti membuat langkah hari ini kurang diusahakan secara maksimal. Padahal, kita bukan hidup pada masa lalu maupun masa depan. Kita hidup di hari ini. Saat ini. Inilah kesempatan yang diberikan Tuhan kepada kita.

Maka, kita perlu senantiasa bersyukur. Bersyukur atas kehidupan, untuk udara yang sudah sudah kita hirup hari ini. Bersyukur atas kesehatan yang memampukan kita untuk beraktifitas. Hari ini adalah harinya Tuhan. Oleh sebab itu, sama seperti lirik lagu di atas, marilah kita selalu bersukaria dalam mengusahakan hidup yang lebih baik, penuh semangat, pantang menyerah, dan hanya menyandarkan diri pada kehendak-Nya.

Sabtu, 23 Januari 2010

Dari dan Untuk Sahabat

Persahabatan bagai kepompong
Merubah ulat menjadi kupu-kupu
Persahabatan bagai kepompong
Hal yang tak mudah berubah jadi indah…


Itulah sepenggal lirik lagu Kepompong yang dipopulerkan oleh Sindentosca kira-kira pertengahan tahun lalu. Lirik lagu yang sederhana tetapi penuh makna. Tentang persahabatan tulus yang mampu merubah hal yang semula nampak buruk, sulit, menjadi hal yang baik dan indah.

Yah, persahabatan memang sebuah kata yang teramat sakti. Ia mampu menyatukan segala perbedaan. Ia juga mampu membuat jarak yang membentang seolah menjadi dekat dan berada di depan mata. Saling mendukung, memberi perhatian, saling mendengarkan, memberi saran dan kritik, demi kemajuan dan kebaikan bersama. Alangkah bahagianya…

Persahabatan seperti inilah yang aku rasakan hampir 16 bulan ini ketika aktif di dunia blogger. Bertemu, mengenal dan bisa berakrab-akrab dengan orang-orang yang berbeda tempat, latar belakang, umur, pendidikan, status, dll. Saling memberi komentar dan yang paling mengesankan adalah saling bertukar award.

Tentang hal itu, di bulan ini aku mendapatkan sejumlah award dari beberapa sahabatku.

Award dari Mbak Reni,


Award dari Mbak Seiri Hanako,

Award dari Mbak Irma,


Award berbacklink dari Mbak Moody-Ninneta dan Mbak Clara


Selanjutnya, aku mencoba (kembali) membuat sebuah award. Seperti yang sudah-sudah, award ini masih bertemakan kasih dengan lambang sebuah hati (entah kenapa… sejak kali pertama membuat award, aku teramat suka dengan lambang ini…).

Award ini pertama-tama aku berikan untuk para sahabat yang tersebut di atas dan juga untuk semua sahabat yang telah berkenan mampir di rumahku yang sederhana ini. Entah sekedar melihat atau baca-baca, memberi komentar baik di postingan maupun shoutmix. Juga, mereka yang telah menjadi followerku. Terakhir, semoga persahabatan yang telah terjalin selama ini selalu memberi keindahan dan kebahagiaan untuk kehidupan kita. Amin.

Kamis, 21 Januari 2010

Tentang Hidup


Hidup menjadi bahagia
ketika kita mampu bersyukur
atas apapun yang sudah
diberikan-Nya untuk kita

Hidup lebih bermakna
ketika kita dapat memberi cinta
secara benar, penuh ketulusan dan keikhlasan
untuk apapun dan siapapun

Hidup semakin lengkap
saat kita memiliki sahabat
tempat bersandar di saat lelah
tempat berbagi suka dan duka
tempat memberi dan menerima
kasih yang telah dianugerahkan-Nya

Rabu, 20 Januari 2010

Negeri Sarang Penyamun


Ini cerita tentang sebuah negeri antah berantah. Negeri yang gemah ripah loh jinawi. Tanahnya subur. Kekayaan alamnya melimpah. Hutan-hutannya menghijau.

Pada suatu masa, merebaklah virus aneh di negeri itu. Virus yang tidak terlihat bentuknya tetapi nyata akibatnya. Menyerang dan berkembang secara cepat terutama pada orang-orang yang sedang menjadi pemimpin, mempunyai jabatan, wewenang, dan kekuasaan. Sayang seribu sayang, akibat virus itu mereka berubah. Bukan menjadi baik tetapi justru malah menyebabkan menjamurnya aneka kejahatan. Hutan-hutan ditebangi, sawah-sawah diubah menjadi pabrik-pabrik. Pembangunan terus digalakkan demi majunya negeri meskipun harus mengorbankan rakyat. Mereka menjadi congkak dan sombong karena merasa paling berjasa. Mereka juga makin rakus menumpuk kekayaan. Sabet sana sabet sini dan terus memperbanyak korupsi, tanpa pernah sungkan… tanpa takut karena hukum sudah menggelepar tak berdaya di genggaman mereka.

Rakyat kebanyakan hanya bisa terperangah. Melongo. Mereka protes. Tapi apa daya, telinga orang-orang itu sudah sangat tuli. Mata mereka buta dan nurani juga sudah lama mati.

Namun, Tuhan tidak tidur. Ia mendatangkan berbagai bencana menimpa negeri. Banjir, tanah lonsor, tsunami, gunung meletus hingga gempa bumi. Sesaat semua seakan sadar akan hakikat sebuah negeri. Maka, mengalirlah berbagai bantuan. Sayang… bantuan kadang tidak sampai. Bantuan juga tega dikorupsi. Di sisi lain, orang-orang memberi bantuan karena mereka ingin nampang di tivi. Menjadi terkenal dan disebut dermawan. Seolah hanya merekalah yang paling peduli.

Suatu pagi pada hari, bulan dan tahun yang tidak dicatat, terjadilah kegemparan di rumah orang-orang yang sedang menjadi pemimpin, mempunyai jabatan, wewenang dan kekuasaan. Mereka terkesiap ketika berdiri di depan cermin saat terbangun di pagi hari. Tubuh mereka telah berubah menjadi tubuh seekor tikus dengan telinga lebar, bulu-bulu panjang dan mulut yang tak henti-hentinya mengeluarkan liur.

Sontak mereka menjerit. Tangis pun pecah. Namun semua tak lagi berarti. Sudah terlambat untuk memperbaiki semuanya. Mereka akhirnya hanya bisa berlari. Terus berlari karena mereka tidak ingin dibinasakan. Tujuan mereka hanya satu; ke tempat-tempat yang kotor, gelap, dan penuh dengan bau busuk.

Selasa, 19 Januari 2010

Cinta


Malam terus merambat. Hening. Hujan sore tadi membuat udara malam ini dicengkeram oleh dingin yang menusuk tulang. Aku berusaha memejamkan mata. Namun tak jua mata ini mau terpejam. Masih ada ‘sesuatu’ yang menari-nari di kepalaku. Sesuatu yang ingin segera dituntaskan. Sesuatu yang ingin segera dirangkai menjadi untaian kata-kata.

Cinta. Itulah kata pertama yang aku tulis ketika sudah berada di depan komputer. Cinta? Ya, benar, soal cinta. Cinta yang membuat dunia ini menjadi ada. Cinta pula yang menjadi awal kehadiran kita di dunia ini. Cinta membuat kehidupan menjadi lebih baik. Namun seringkali, cinta yang disalahtafsirkan membuat kehidupan menjadi lebih buruk. Cinta diri yang membuat pribadi menjadi sombong, egois, merendahkan orang lain. Cinta harta dan uang yang membuat seseorang melakukan tindakan yang cenderung menghalalkan segala cara demi memperoleh kekayaan. Cinta akan jabatan dan kekuasaan menjadikan manusia menjadi makhluk tak berperasaan yang tega melenyapkan sesamanya demi langgengnya jabatan dan kekuasaan.

Maka, cinta itu harus selalu dimurnikan agar dia mampu mengembangkan kehidupan ini hingga menghasilkan buah-buah yang bermanfaat bagi semua makhluk. Sebab, Dialah yang terlebih dahulu mencintai kita sebelum kita mampu menyadarinya.

Senin, 18 Januari 2010

Belajar Dari Bambu


Kita pasti mengenal bambu. Tanaman ini hidup di dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian 300 m dpl. Di Indonesia sendiri ada kurang lebih 60 jenis yang bisa ditemukan (klik di sini). Dari bambu kita bisa mempelajari banyak hal yang berguna untuk kehidupan kita.

Bambu selalu tumbuh bergerombol. Hidup bersama. Tak ada bambu yang tumbuh sendiri. Ini mengandung arti bahwa dengan bersatu kita akan menjadi kuat dan lebih mudah untuk mencapai kesejahteraan. Persatuan inilah yang saat ini mulai luntur (kalau tidak mau dikatakan hilang) dari bangsa ini. Banyak komponen bangsa hanya bekerja untuk memenuhi kepentingannya sendiri. Yang penting aku, kelompokku, golonganku yang lain… gue kagak peduli. Kalau memang aku, kelompokku, golonganku sudah kecukupan bahkan berlimpah-limpah sementara yang lain hidup dalam kemiskinan… gue kagak peduli. Sementara yang lain sibuk gontok-gontokan, tawuran, saling serang, saling melukai bahkan saling bunuh, untuk sesuatu yang kadang sepele dan di luar akal sehat. Kalau hal ini yang terus-terusan kita hidupi, tidak salah rasanya jika membayangkan negara kita tercinta ini akan semakin mandeg, tidak akan berkembang dan cenderung makin terbelakang, bahkan karam. Mau?

Bambu tumbuh ke atas bukan ke samping atau pun ke bawah. Pertanda dalam hidup kita harus senantiasa mengarahkan kehidupan kita, berserah diri dan hanya memohon pertolonganNya. Ketika kita bisa melakukannya dengan penuh kesungguhan, hidup kita pun akan bertumbuh dengan subur dan menghasilkan buah-buah melimpah baik untuk diri sendiri maupun untuk sesama.

Bambu meskipun tumbuh tinggi, ia tidak akan patah sekalipun tertiup angin yang kencang. Ia akan tetap bertahan dengan kokohnya. Sama seperti kehidupan kita. Selama kita menghirup udara di dunia ini pasti akan ada masalah yang menghadang, berat maupun ringan, sedikit ataupun banyak. Apa yang kita lakukan ketika berhadapan dengan hal tersebut? Menghadapinya dengan tabah dan berusaha mencari jalan pemecahan terbaik atau justru lari menghindar? Satu hal yang mesti selalu kita ingat; seberat apapun masalah yang kita hadapi tidak akan pernah melebihi kuasaNya. Masalah adalah ujian yang diberikanNya untuk semakin memurnikan kehidupan kita.

Seluruh bagian dari bambu dapat dimanfaatkan oleh manusia. Bambu muda atau yang lebih dikenal dengan istilah rebung dapat dipakai untuk bahan sayur. Juga untuk isian utama penganan khas kota Semarang yang disebut Lumpia. Batang bambu yang sudah cukup umur digunakan untuk membangun rumah, membuat jembatan (darurat), membuat rakit, pagar rumah, serta berbagai kerajinan tangan yang bernilai seni tinggi. Daun bambu dipakai sebagai kompos yang sangat berguna bagi tanaman hias. Bagaimana dengan kita? Apakah semua perlengkapan yang sudah dianugerahkan Tuhan kepada kita sudah kita gunakan untuk hal-hal yang baik? Pikiran untuk memikirkan dan merencanakan segala hal yang memberi manfaat untuk kehidupan bersama bukan malah untuk merancang aneka konspirasi yang akan mencelakakan orang lain. Mata untuk melihat kebenaran. Telinga untuk mendengar yang baik. Mulut menjadi sarana untuk mengucapkan hal-hal yang akan memberi semangat bagi orang lain bukan untuk memaki, menghina atau berkata-kata penuh kesombongan. Tangan untuk memberi salam dan bekerja secara halal. Tidak digunakan untuk memukul tanpa alasan jelas, mencuri dan mengambil apa yang bukan menjadi haknya (korupsi). Kaki dipakai untuk melangkah ke tempat mencari nafkah secara halal, ke tempat ibadah untuk memanjatkan syukur atas anugerah Tuhan dan pulang kembali ke rumah, bertemu dengan orang-orang tercinta, setelah seharian bekerja.

Apakah kita sudah melakukan semua itu dengan konsisten? Jika belum, marilah kita bersama-sama mulai hari ini, saat ini, detik ini, belajar menjadi seperti bambu untuk semakin memperkembangkan kehidupan bersama. Semoga.

Minggu, 17 Januari 2010

Korban

Bu Muslikah belum juga tertidur. Sudah hampir satu jam ia berusaha memejamkan mata tetapi rasa kantuk itu tidak kunjung datang. Berulangkali pula ia membolak-balik badan di ranjangnya yang sudah agak reyot, namun itu juga tidak menolongnya. Malah kini dadanya dirasakannya begitu sesak. Beban itu seolah-olah tak mau pergi meninggalkannya. Dan saat memikirkannya, tak terasa butir-butir bening di kedua matanya kembali mengalir.

Semua berawal dari peristiwa 2 bulan lalu. Saat itu seperti kebiasaannya di kantor tiap pagi, ia barusan memimpin apel pagi anak buahnya, ketika telepon di ruang kerjanya berdering.

“Halo, selamat pagi. Bisa bicara dengan Ibu Muslikah?” Suara berat seorang laki-laki terdengar di ujung sana.

“Iya, saya sendiri. Ada yang bisa saya bantu, Pak?” jawab Bu Muslikah ramah.

“Begini, saya ingin meminta pertolongan ibu. Hari ini di tempat ibu akan kedatangan seorang tahanan. Mohon ibu bisa memperlakukannya dengan baik,” ujar suara itu.

“Maksud, Bapak?”

“Saya ingin ibu memperlakukannya secara khusus. Tempat yang lebih luas dan fasilitas pendukung yang berbeda dengan tahanan lain,” tegas suara itu.

“Tapi, Pak, bukankah itu menyalahi aturan? Bukankah itu berarti saya sudah bertindak tidak adil?”

“Ayolah… ibu tidak usah membantah. Ini demi kebaikan ibu sendiri. Jadi, saya tunggu realisasi dari ibu!” tiba-tiba suara di seberang sana menghilang berbarengan dengan telepon yang ditutup.

Bu Muslikah tercenung. Siapa orang ini? Pasti… seorang yang punya jabatan dan kekuasaan tinggi, yang bisa melakukan apa saya ketika keinginannya tidak dipenuhi. Apa yang akan dilakukannya? Tiba-tiba, bayangan wajah ketiga anaknya silih berganti memenuhi benaknya. Mereka masih membutuhkan biaya sangat besar untuk pendidikannya, sementara ia harus bekerja sendiri selepas ditinggal mati suaminya setahun yang lalu.

Akhirnya, ia terpaksa meninggalkan nuraninya. Ia menyediakan berbagai hal khusus untuk tahanan itu. Dan sejak saat itu, berbagai perlengkapan mewah memenuhi ruangan tahanan itu. Tahanan yang menurut informasi yang ia dapat, tersangkut kasus korupsi dan penyuapan puluhan trilyun yang melibatkan banyak pejabat tinggi negara.

Hari demi hari berlalu. Sesuatu yang sudah menjadi rutinitas tiba-tiba terkoyak ketika beberapa orang yang berasal dari Tim Khusus yang diserahi wewenang untuk menyelidiki adanya mafia hukum melakukan inspeksi mendadak. Mereka mendapati hal yang tidak wajar. Mereka menemukan sebuah ruang tahanan yang sudah disulap menjadi kamar mewah. Lengkap dengan segala perabotannya. Fasilitas yang sebenarnya tidak berhak didapatkan oleh seorang tahanan.

Bu Muslikah terdiam. Ia tidak mampu berkata-kata karena bukti sudah terpampang di depan mata. Meski hal itu dilakukannya karena suruhan seseorang yang ia yakini salah satu pejabat tinggi, mau tidak mau, ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Pagi ini, suasana di kantor Bu Muslikah tidak seperti biasanya. Semua pegawai nampak muram. Beberapa, bahkan menangis sesenggukan. Bu Muslikah sendiri tak henti-hentinya menyusut air mata yang deras mengalir. Ya, hari ini ia akan dicopot dari jabatannya karena terbukti telah melakukan kelalaian. Kelalaian yang sebenarnya bukan atas kehendaknya. Ia hanyalah korban.

Kamis, 14 Januari 2010

Pribadi Seperti Air


Sebagian besar dunia ini terdiri dari air. Pun dengan tubuh kita. Air adalah komponen vital yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dari air, kita juga bisa belajar banyak hal yang akan memperkembangkan kehidupan kita dan menjadi pribadi yang lebih baik, untuk diri sendiri dan terutama untuk orang lain.

Meski benda cair dan sangat lembut, air mampu melubangi batu yang sangat keras. Memang proses itu tidak datang dalam sekejap tetapi perlahan dan dilakukan terus menerus. Jika diterapkan dalam kehidupan ini, hal itu mengandung arti: amarah jangan dilawan dengan amarah, kebencian dengan kebencian, kejahatan dengan kejahatan, tetapi marah dihadapi dengan damai, benci dengan cinta, dan kejahatan dibalas dengan kebaikan. Intinya, segala hal negatif dibalas dengan hal positif. Tentu tidak mudah. Namun jika kita mampu bersabar, terus berusaha dengan sungguh-sungguh, dan selalu berserah diri kepada Tuhan, semua akan berjalan lebih mudah.

Air juga sangat fleksibel. Ia mudah menyesuaikan diri dengan tempat di mana ia berada. Jika diletakkan dalam wadah persegi empat maka bentuknya menjadi persegi empat. Bundar menjadi bundar. Trapesium menjadi trapesium. Dan masih banyak lagi. Kita pun diharapkan dapat melakukan hal yang sama. Mampu menyesuaikan diri dan berbaur dengan lingkungan di mana kita berada. Tidak malah menutup diri atau bersikap acuh tak acuh.

Seluruh proses kehidupan manusia mulai dari kelahiran hingga kematian selalu berhubungan dengan air. Ia menjadi bagian penting yang mendukung perkembangan hidup manusia. Air selalu dibutuhkan karena ia memberi manfaat bagi kebaikan. Apakah kita juga sudah berbuat demikian? Selalu membawa kebaikan dan kebahagiaan ketika bersosialisasi dengan orang lain? Atau jangan-jangan tanpa disadari, kita malah menjadi ‘batu sandungan’, sehingga mereka tidak berkembang dalam kehidupannya?

Air selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah. Ini memberi pelajaran bahwa dalam kehidupan kita harus selalu bersikap rendah hati. Tidak menyombongkan diri karena merasa lebih kaya, lebih pintar, lebih ganteng, lebih cantik, mempunyai bentuk tubuh yang sempurna, memiliki jabatan tinggi atau ketika mampu menyelesaikan banyak hal dengan baik. Semua itu hanyalah anugerah dari Tuhan.

Nah, apakah kita sudah menjadi pribadi seperti air?

Rabu, 13 Januari 2010

Pak Rakus

Adi Surya Pradipta, itu nama yang diberikan oleh orang tuaku. Namun kebanyakan orang lebih suka memanggilku dengan Rakus. Pak Rakus. Kedengaran agak aneh tapi sejujurnya aku juga amat menikmatinya sebab panggilan itu menggambarkan watakku yang sebenarnya. Yah, aku memang rakus. Meski sudah punya harta berlimpah dan jabatan tinggi di sebuah perusahaan milik pemerintah, aku tetap bekerja keras untuk menumpuk harta. Bukan dengan jalan yang baik tetapi aku suka sekali melakukan korupsi. Apalagi kalau nilainya mencapai trilyunan rupiah.

Nah, gara-gara korupsi, akhirnya aku kesandung masalah. Aku dituduh telah menyalahgunakan wewenang untuk mengijinkan pengucuran dana kepada sebuah perusahaan skala nasional yang lagi sekarat. Nggak tanggung-tanggung, nilainya mencapai ratusan trilyun. Wih…. betul-betul angka yang sangat fantastis.

Apakah aku melakukannya? Wah, ini jelas pertanyaan konyol karena sesuai sifatku, aku pasti tidak akan melewatkan kesempatan untuk memperkaya diri. Tapi seperti yang sudah-sudah, aku mempersiapkan berbagai skenario untuk mementahkan tuduhan tersebut. Selain itu, aku juga membagikan uang dalam jumlah besar kepada beberapa pihak yang terlibat dalam penuntasan masalahku mulai dari penyidik, saksi-saksi, jaksa, penuntut umum hingga hakim. Pokoknya, semua aku bagi rata dan tidak ada yang tertinggal.

Setelah melalui berbagai sinetron persidangan, akhirnya aku dijatuhi hukuman 2 tahun dari kemungkinan 20 tahun berdasar Kitab Hukum yang berlaku. Senang? Itu pasti. Dan aku pun menanggapinya dengan tertawa lebar. “Ah… kalau hanya 2 tahun itu kecil… nggak ada apa-apanya…,” gumanku dalam hati.

Beberapa hari kemudian aku mulai menempati sel khusus. Aku namakan khusus karena sel ini memang berbeda dengan sel yang lain. Dan itu harus, karena statusku adalah koruptor bukannya pembunuh, pemerkosa, penjambret atau maling ayam. Kalau mereka sich, ditempatkan di satu ruangan sempit hingga berjejalan adalah keharusan. Sedangkan aku, TIDAK MUNGKIN!!!

Selku adalah istanaku. Makanya aku meminta sebuah ruangan yang cukup luas. Dindingnya kemudian aku lapisi dengan wallpaper yang indah. Seluruh ruangan aku penuhi dengan barang-barang super mewah. AC ukuran besar yang terpasang di dinding sebelah atas. Satu set alat karaoke lengkap dengan sound systemnya. Komputer yang tersambung dengan jaringan internet. TV flat 29 inch. Kulkas dan mesin cuci. Kasur mewah. Juga seperangkat alat-alat finess. Pokoknya, tidak jauh berbeda dengan suasana kehidupanku sebelumnya.

Setengah tahun berlalu. Pagi ini, seperti biasanya, aku sedang fitness di dalam selku. Namun baru beberapa menit, ada rasa nyeri yang tiba-tiba menggigiti dadaku. Aku mencoba merebahkan badan di sofa tetapi nyeri itu tidak kunjung hilang bahkan kini semakin menggila. Dengan nafas tersengal-sengal sambil memegang dada, aku mencoba berdiri. Tujuanku hanya satu; membuka brankas yang terletak di sebelah kasur, mengambil seluruh isinya dan mencoba menyogok Tuhan agar rasa nyeri ini cepat hilang.

Baru beberapa langkah, aku sudah tidak kuat. Nyeri semakin pedih dan terasa bagaikan tikaman belati. “Tuhan, ambilah seluruh uangku ini. Jangan ambil nyawaku karena aku masih mencintai dunia ini!” teriakku menghiba.

Namun takdirku memang sudah tiba. Segala harta benda menjadi tidak lagi berarti. Akhirnya, aku mati. Mati di dalam kesunyian.

Selasa, 12 Januari 2010

Kerlip Lilin dan Gemerlap Kembang Api


Jika ditanya, pilih mana antara lilin dan kembang api, hampir pasti semua orang akan menjawab kembang api. Kembang api selalu dipergunakan dalam perayaan apa pun karena dengannya suatu perayaan akan tambah meriah. Tambah semarak dengan kembang api yang gemerlapan menghiasi langit. Dan kalau sudah begitu, kita pun akan buru-buru mengarahkan pandangan ke langit sambil tak henti-hentinya mengabadikan momen itu dengan penuh semangat.

Sebenarnya kalau kita mau melihat lebih dalam, kerlip lilin jauh lebih indah dan lebih bermakna bila dibandingkan dengan gemerlap kembang api. Nggak percaya? Coba bayangkan jika suatu saat kita terjebak dalam malam yang gelap gulita. Listrik mati dan nggak ada sumber cahaya apa pun di langit. Cuma ada sebatang lilin dan sekotak kembang api. Karena kembang api lebih menarik, maka benda itu yang kita nyalakan terlebih dahulu. Satu per satu kembang api meluncur ke langit dan memendarkan cahayanya yang gemerlapan. Namun itu hanya sekejap. Gemerlap itu kemudian hilang ditelan kegelapan. Akhirnya, tinggal sebatang lilin yang tersisa. Dengan sisa tenaga yang masih ada akibat dingin yang semakin menusuk, lilin kita nyalakan. Sejenak kerlipnya bergoyang-goyang tertiup angin tetapi tidak sampai memadamkannya. Karena sudah terlalu lelah, kita pun tertidur ditemani kerlip lilin yang setia memberi kehangatan dan mengusir gelap malam hingga pagi datang.

Senin, 11 Januari 2010

Memandang Dari Sudut Lain

Namanya Rudi. Ia adalah karyawan bagian inventory di sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang pertanian. Oleh kawan-kawan, baik di kantor maupun lingkungan tempat tinggalnya, ia mendapat julukan kutilang. Julukan itu melekat pada diri Rudi karena tubuhnya yang tinggi dan kurus sehingga kelihatan begitu langsing.

Dulu, waktu masih bersekolah terutama di bangku SMA, ia begitu malu karena badannya yang teramat kurus. Saking malunya membuat ia menjadi rendah diri, minder, dan enggan bergaul dengan teman-temannya. Apalagi paras wajahnya juga tidak begitu tampan. Beda dengan Tino yang cakep dan gagah atau Andri yang perawakannya seperti bintang film Korea.

Berbagai cara sudah ia lakukan untuk membuat tubuhnya yang kurus menjadi gemuk. Makan buah-buahan yang mengandung karbohidrat dan protein tinggi, manambah porsi makan harian, minum berbagai jamu yang resepnya didapat dari majalah kesayangannya, hingga rutin berolahraga tiap pagi. Sebenarnya ada satu lagi saran yang diberikan oleh Restu, sahabat karibnya, yaitu ikut klub Fitnes. Namun karena kondisi keuangan keluarganya yang jauh dari kecukupan, saran itu tidak dapat dilaksanakannya.

Hari berganti hari, minggu menuju minggu, bulan terus berganti. Pun dengan tahun. Usaha yang dilakukan Rudi belum juga membuahkan hasil. Beberapa minggu bobot tubuhnya kelihatan naik tetapi minggu-minggu berikutnya berat tubuhnya kembali turun. Lelah. Itu yang kemudian dirasakannya. Ternyata perjuangan kerasnya tidak berhasil.

“Sudahlah, Nak. Kamu ini dari sononya memang bawaannya kurus. Jadi percuma usahamu. Pasti tidak akan membuahkan hasil yang memuaskan,” begitu kata ibunya.

Bawaan? Mungkin memang benar. Dan kata banyak orang, perawakannya mirip sekali dengan ibunya.

Kata-kata sang ibu akhirnya membuka pikiran Rudi. Mengapa selama ini ia harus mempermasalahkan tubuhnya yang kurus? Bukankah ia justru harus bersyukur karena meskipun kurus, tubuhnya selalu sehat dan jauh dari berbagai penyakit. Dengan tubuh yang lebih ringan, ia juga dapat bergerak ke sana ke mari dengan lebih mudah, terlibat dalam banyak pelayanan di gereja. Ah… rupanya ia hanya perlu memandang dari sudut yang lain.

Memandang dari sudut lain. Itulah yang harus selalu kita lakukan ketika kesedihan, kekecewaan dan perasaan tidak bahagia muncul akibat harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Mengharap tubuh yang gagah dan atletis tetapi nyatanya kurus seperti Rudi. Mengharap cepat mendapat momongan tetapi sudah 10 tahun berumah tangga belum juga ada tanda-tanda mendapatkan si buah hati. Mengharap mendapat pekerjaan yang sesuai dengan tingkat pendidikan tetapi hanya bisa mendapatkan pekerjaan yang ‘apa adanya’. Dan masih banyak lagi contoh lainnya.

Intinya adalah selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur atas segala hal yang sudah kita terima. Setelah bersyukur kita mesti percaya bahwa di balik semua yang sudah terjadi, rencanaNya adalah rencana yang terbaik dan terindah buat kita.

Sabtu, 09 Januari 2010

Dia Makin Besar dan Aku Makin Kecil

Inilah intisari firman Tuhan yang aku dengar hari ini saat mengikuti misa pagi. Entah kenapa, untaian kata-kata ini terus saja mengendap di dalam pikiranku. Bergejolak dan terus mengiang-ngiang di telinga dan hatiku. Kalimat yang selanjutnya melahirkan sebuah tanya: apakah aku sudah seperti itu?

Tiba-tiba saja aku tercekat. “Tidak!!!” teriak nuraniku. “Itu adalah urutan kata yang salah karena bagimu yang paling benar adalah: AKU MAKIN BESAR dan DIA MAKIN KECIL!” lanjutnya. Memang, aku lebih banyak bersikap seperti itu. Aku lebih ingin dipuji jika suatu kegiatan berhasil dengan baik. Aku ingin lebih dibicarakan jika topik pembicaraan menyangkut berbagai kemajuan di gerejaku. Aku ingin dikatakan lebih baik bila dibandingkan dengan orang lain dalam sikap maupun tutur kata. Aku ingin lebih diperhatikan dan tidak ingin dinomorduakan.

Ah, betapa menyedihkannya ketika hal itu terus menggerogoti hatiku. Semua hanya akan merusak dan membuat aku menjadi pribadi yang egois, memandang rendah orang lain dan cenderung menghalalkan segala cara demi memperoleh tujuanku.

Terima kasih Tuhan, Engkau sudah mengingatkanku hari ini. Sebab sejatinya, apa yang aku miliki saat ini, tercapai berkat anugerahMu. Semoga, ketika segala keinginan menonjolkan diri itu mulai mengendap-endap dalam hatiku, dengan mantap aku dapat berkata; DIA HARUS MAKIN BESAR dan AKU MAKIN KECIL!

Kamis, 07 Januari 2010

Surprise Party


Barangkali, hampir setiap orang menyukai kejutan. Apalagi jika hal itu berkaitan dengan sesuatu yang sangat spesial semisal ulang tahun kelahiran atau pernikahan.

Hal ini pula yang aku alami beberapa hari lalu. Waktu itu bukan aku yang diberi kejutan tetapi aku harus mempersiapkan sebuah kejutan untuk seorang teman (sahabat) yang sedang berulang tahun. Karena mendadak maka aku tidak sempat mempersiapkan hal-hal yang sungguh spesial. Hanya membeli roti tart, mengajak beberapa kawan dan kemudian mendatangi rumahnya.

Meski sederhana, ternyata kejutan ini cukup membuat beberapa orang yang kebetulan berpapasan dengan kami, terheran-heran. Bayangin aja, sambil membawa roti tart dengan lilin yang menyala di atasnya diiringi beberapa kendaraan yang sengaja dimatikan, kami menuju ke rumah target. Pas hampir sampai, segera saja dengan pdnya, kami menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Tentu saja, teman saya itu terkaget-kaget, nggak nyangka, tapi dari raut wajahnya terlihat jelas bahwa ia sangat bahagia.

Sebelum tiup lilin, teman saya berdiam diri sejenak untuk mendaraskan permohonan. Lalu… hupsss… lilin pun padam. Selanjutnya kami memberi ucapan selamat satu per satu sambil beberapa melakukan cipika-cipiki (cium pipi kanan cium pipi kiri). Usai ritual itu, mewakili teman-teman, aku mengutarakan maksud kedatangan kami. Dan setelah itu doa bareng untuk mengucap syukur dan memohonkan berkat untuk teman yang sedang berulang tahun.

Sebuah kejutan juga pernah aku alami tahun yang lalu. Hari itu adalah hari ulang tahun pernikahanku yang ke-8. Kebetulan pas hari itu, aku mengadakan rapat Tim Kerja KOMSOS (Komunikasi Sosial) di mana aku menjadi koordinatornya.

Biasanya rapat akan dimulai jam 19.30 walau undangan sebenarnya adalah jam 19.00 (biasa… jam karet). Namun, sudah jam 20.00 lebih belum ada orang yang nongol… hanya aku ditemani istriku di ruangan… “Wah, gimana sih… jadi rapat apa enggak, kok jam segini belum ada orang?!” gerutuku dalam hati sambil berkali-kali melihat jam dinding.

Beberapa menit kembali berlalu. Aku mulai gelisah. Tiba-tiba, teman-teman yang aku tunggu datang berbarengan. Di tangan mereka membawa roti tart yang lumayan besar. Wah, ada acara apa ini? Setelah mereka memberikan roti itu untuk aku dan istriku dan mengucapkan selamat, aku baru sadar, ternyata mereka membikin surprise party untuk ulang tahun pernikahan kami. Akhirnya, kekesalan yang mulai menumpuk sirna sudah berganti dengan kebahagiaan.

Surprise party, apapun bentuknya dan untuk apa pun tujuannya (yang positif) sebetulnya adalah suatu tanda perhatian, tanda sayang dan tanda kasih yang diberikan untuk semakin mempererat hubungan yang sudah terjalin selama ini. Meskipun tak dipungkiri, kadang kita merasa kesal, gondok, dan entah apalagi… namun pada akhirnya semua itu akan berganti dengan sukacita.

Nah, bagaimana dengan sahabat?

Minggu, 03 Januari 2010

Award Pergantian Tahun

Malam pergantian tahun baru saja lewat. Gemerlap kembang api yang memenuhi langit kala itu sudah tidak lagi kelihatan. Pun para penjual terompet juga sudah menyepi dari pinggir-pinggir jalan. Semua kembali seperti semula.

Meski demikian, kenangan akan malam pergantian tahun masih terpatri di benakku. Terlebih saat menggeluti aktivitas dalam dunia maya khususnya ngeblog. Yah, maklum… saat malam pergantian tahun dan di awal tahun yang baru aku menerima beberapa award dari sahabat-sahabatku. Award-award sebagai penanda persahabatan yang begitu cantik dan teramat indah. Dan untuk itu, aku hanya bisa mengucap terima kasih dan bersyukur atas perhatian para sahabat.

Award dari Mas Aan;

Award dari Mbak Reni;



Award dari Mbak Seiri Hanako;



Award dari Pohonku Sepi Sendiri;


Selanjutnya seluruh award ini akan kuberikan untuk semua sahabatku yang telah berkunjung ke Rumah Mayaku ini. Semoga kalian berkenan menerimanya. Dan semoga persahabatan di antara kita terus tumbuh, berkembang, dan semakin menghasilkan buah-buah rahmat dan berkat untuk kehidupan kita. Salam penuh kasih dari seorang sahabat.

Jumat, 01 Januari 2010

Indahnya Hari Ini...


Hari ini adalah hari yang baru pada bulan baru di tahun yang baru. Tidak seperti biasanya aku baru bangun pukul 7 pagi. “Yah, gagal dech ikutan misa pagi di hari pertama tahun ini,” batinku tiba-tiba merajuk. Tapi mau gimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Gara-garanya ya karena aku baru masuk kamar pukul 2 pagi setelah mengikuti acara tahun baru di gereja. Itu pun aku tidak langsung tidur karena kepingin online dan blogwalking barang sejenak. Akhirnya, karena sudah kelewat capek dengan mata yang begitu berat, pukul 02.30 aku memutuskan untuk pergi tidur.

Pagi terasa segar. Cuaca juga begitu cerah. Matahari di tahun yang baru pun penuh semangat memancarkan sinarnya. Setelah makan pagi, mandi, online dan blogwalking selama setengah jam diteruskan nonton acara TV yang kebetulan menayangkan serial IPIN dan UPIN, dua bocah nakal yang berasal dari negeri tetangga, pukul 9 pagi lebih sedikit (pasnya agak lupa), aku dan istriku memutuskan untuk berkunjung ke beberapa teman PIA. Ini adalah kunjungan yang harus segera dilaksanakan karena tujuan dari kunjungan ini adalah untuk membagikan Panduan kegiatan Pendampingan Iman Anak (PIA) bulan Januari – Mei 2010 yang barusan selesai disusun.

Upss… setelah ke sana ke mari dengan jarak tempuh yang lumayan jauh plus memberi ucapan selamat tahun baru dan ngobrol sekadarnya, jadwal kunjungan akhirnya selesai juga. Habis itu pulang? Wah… nggak lah… tujuan kami selanjutnya adalah Toko Buku Gramedia. Rasanya, sudah lama sekali kami nggak berkunjung ke tempat ini.

Sebelum sampai ke Toko Buku Gramedia, kami melewati lapangan Simpang Lima. Ini adalah tempat favorit bagi warga kota Semarang khususnya bagi kalangan yang tidak berduit. Menyaksikan lapangan Simpang Lima setelah malam pergantian tahun sungguh sangat menyedihkan. Banyak sampah yang terserak di sana-sini. Dan untuk membersihkan sampah itu berpuluh-puluh truk dkerahkan ditambah puluhan petugas kebersihan yang harus berjibaku membersihkan area lapangan yang begitu kotor. Ah… inikah efek kemeriahan dari malam pergantian tahun? Banyak orang yang bergembira tetapi setelah itu tidak sedikit pula yang harus bekerja mati-matian untuk membereskan semuanya agar bisa kembali seperti semula. Sungguh tidak adil!

Di Toko Buku Gramedia suasana begitu ramai. Banyak orang yang datang. Sekedar melihat-lihat, mencari koleksi buku, kaset (VCD maupun DVD) dan aneka kebutuhan lain serta banyak pula yang diam di tempat sambil membaca buku. Kami juga melakukan hal serupa. Berkeliling, pindah sana pindah sini, sambil melihat dan membaca buku-buku yang sekiranya menarik. Puas dengan aktivitas itu, satu setengah jam kemudian, kami memutuskan untuk pulang kembali ke rumah.

Sampai di rumah jam sudah menunjukkan pukul 12 siang lebih beberapa menit. Setelah mengisi perut yang kelaparan selanjutnya tidur siang. Duh… enaknya bisa melakukan aktivitas ini… maklum hal ini hanya bisa kulakukan saat libur. Saking girangnya… tidurku nyenyak dan lama banget. Bangun tidur buka laptop sebentar untuk bikin naskah hasil liputan peristiwa malam tahun baruan di gereja kemaren. Tapi belum sempat kelar… aku mesti siap-siap untuk ikut misa jumat pertama. Yah… untunglah masih ada misa sore jadi bisa menggantikan apa yang pagi tadi belum sempat aku lakukan.

Pulang gereja, makan, nonton tv sejenak trus nyelesain tulisan yang tadi belum sempat kelar. Hupss… senangnya setelah selesai. Online bentar untuk posting di web gereja dan selanjutnya mesti mikir lagi untuk bikin tulisan baru yang mau diposting di blog pribadi. Setelah berjuang sekuat tenaga di tengah banyak acara tv yang begitu menarik… akhirnya karena mata yang udah mulai mengantuk… tulisan yang hampir memenuhi satu halaman mesti kusudahi dengan sebuah kata: bersambung…. Yah, sebenarnya ini bukan kebiasaanku tapi mau gimana lagi…

Dan hari ini aku tutup dengan doa malam. Syukur Tuhan atas segala anugerah yang sudah aku terima hari ini. Semoga semua yang terjadi semakin membuatku penuh semangat untuk menapaki perjalananku di tahun ini dengan habitus yang baru.

foto diambil dari duniaorganik.blogspot.com