“Kalau sudah ketahuan siapa arsiteknya, pasti bisa ditemukan data-data pendukung yang lain, Mas. Mereka (maksudnya orang luar) kan sudah terbiasa TERTIB, beda dengan kita,” tegas Pak Kris.
TERTIB. Ya, TERTIB. Tak urung kata ini memaksaku mengingat kembali kejadian beberapa hari yang lalu. Waktu itu aku sedang dalam perjalanan mengantar istriku ke tempat kerjanya. Lagi enak-enaknya berkendara, tiba-tiba aku menyaksikan seorang pengendara di depanku terjatuh dari sepeda motornya. Rupanya, karena menghindari pengendara lain yang memotong jalan seenaknya, ia tidak bisa mengontrol kendaraannya. Alih-alih segera mengurusi kendaraannya, ia malah berusaha mengejar pengendara itu. Tapi karena tidak berhasil, ia hanya bisa mengumpat-umpat tak karuan. Belum lagi dingin kejadian ini, aku melihat kejadian lain yang membuatku geleng-geleng kepala. Seseorang dengan seenaknya, dari dalam mobil, membuang bungkusan plastik berisi minuman ke jalanan. Tanpa rasa malu. Tanpa perasaan bersalah.
Dan hari minggu kemarin, hal yang ‘sama’ terjadi di lingkungan gerejaku. Waktu itu aku menyaksikan deretan sepeda motor yang ‘tidak diparkir semestinya’. Sepeda-sepeda motor itu tidak menempati tempat parkir yang sudah disediakan tetapi malah memenuhi samping gereja sehingga mengganggu umat yang akan mengikuti misa. Lebih ironis lagi, ternyata para pemilik sepeda motor itu adalah pengurus gereja yang seharusnya dapat memberi contoh yang baik.
Sebenarnya, jika dijelaskan lebih lanjut, akan ada lebih banyak contoh yang bisa dikemukakan. Intinya cuma satu: sedari dulu kita memang tidak terbiasa untuk TERTIB. Tidak terbiasa di sini tentu saja bisa diganti dengan padanan kata yang (mungkin) lebih tepat yaitu TIDAK MAU.
Akibat TIDAK MAU, ada begitu banyak persoalan yang kini dihadapi oleh negeri ini. Sampah yang menumpuk tidak pada tempatnya, yang mengakibatkan sungai-sungai tak lagi mampu mengalirkan air, yang membuat lingkungan menjadi kotor; lalu lintas yang makin semrawut dengan angka kecelakaan lalu lintas yang terus naik setiap tahunnya; aneka penggusuran dengan beragam konflik horizontalnya; lingkungan yang semakin rusak karena keserakahan yang tidak berujung; korupsi dan kolusi yang makin menggurita, yang menjadi nilai hidup yang terus diperjuangkan; maraknya ‘markus’ di berbagai bidang kehidupan; dan masih banyak lagi yang lain.
Apakah kita ingin membiarkan hal itu terus berlanjut? Tentu tidak. Oleh karena itu, mulai sekarang, saat ini, detik ini, kita harus mau belajar untuk TERTIB. Mulai dari aku. Mau???
13 komentar:
ya... mulai dr diri sendiri ^^
walau banyak peraturan2,Uu,poster segede gaban,tp tetep aja susah membikin orang menjadi tertib,
mau mas tertib dari sekarang
mauuuu,....
karena tertib tentu saja akan rapih,teratur dan indah.
Aku juga mau Mas,... belajar tertib mulai dari diri sendiri.
betul sekali
tertib itu mulainya
dari diri sendiri
Ayo mas.., belajar tertib mulai dari diri sendiri.
Aku juga sedih kalau melihat orang seenaknya saja di jalan raya. Mereka malah membuat orang lain jadi tidak nyaman.
well, betul banget.. tertiblah mulai dari diri kita sendiri.. tapi kita kadang juga jengkel melihat orang yang main selonong aja... ahggss.
tak jauh dr kata 'disiplin' yah mas goen.. kayaknya masyarakat kita ini baru akan disiplin, meski hanya sesaat, klo ada yg mengingatkan.. dan akan bisa tertib dan disiplin dlm waktu yg agak lama klo ada yg mengingatkan secara terus menerus.. repot yah.. emang bener, harus ada kesadaran dari diri sendiri..
Mas, bikin tag seperti punyaku yukkkk..
tertib... kata singkat tapi hasilnya luar bisa...
Ya tertib itu penting.
Tapi aku akui, aku juga biasanya jarang tertib.
:-)
Salam mas Cahyadi..^^
Perasaan kemarin saya posting komen kok nggak masuk ya, apa salah pencet, hehe..
Prihatin kemarin2 di tv banyak banget demo yang sebenarnya bertujuan baik jadi rusuh, karena kurang tertib.
Benar komen dari teman arfi di atas, tertib dimulai dari diri sendiri..
Posting Komentar