Jumat, 25 Februari 2011

Cermin Yang (Sudah) Retak


Aku mempunyai sebuah cermin. Cermin itu lumayan besar, berbentuk persegi panjang dengan kayu berukir yang membatasi pinggir-pinggirnya. Cermin itu adalah hadiah yang diberikan oleh pacarku saat aku berulang tahun yang ke-25. Mengapa cermin? Ah, itu juga hal yang pernah aku tanyakan pada pacarku. “Hehehe… aneh ya kalau aku memberi hadiah sebuah cermin?” Pacarku balik bertanya. “Bagiku, cermin adalah lambang kejujuran karena apa pun yang dilakukan di depannya, pasti akan dipantulkan apa adanya. Aku berharap, kita juga bisa melandasi hubungan kita dengan sikap seperti itu, jujur, entah itu lewat kata-kata maupun perbuatan,” jelasnya lebih lanjut.

Ehm… alasan yang cukup masuk akal. Dan semenjak itu, aku menjadikan cermin pemberiannya sebagai barang kesayangan. Cermin itu aku letakkan di kamar tidurku. Setiap menjelang tidur dan bangun tidur aku pasti melihatnya. Dan setiap hendak bepergian, aku menyempatkan waktu beberapa menit untuk mematut diri di depan cermin itu. Merias wajah, memadupadankan pakaian yang akan aku kenakan, hingga menata rambutku agar terlihat lebih menarik.

Namun, sejak tiga hari lalu, aku memendam kekecewaan. Cermin kesayanganku retak di sana-sini. Retak karena kesalahanku sendiri. Waktu itu aku begitu tergesa-gesa karena bangun kesiangan padahal ada kuliah pagi yang harus kuikuti. Saat sedang berdandan... tiba-tiba, ada seekor cicak jatuh tepat di kepalaku. Tentu saja aku kaget bukan kepalang. Seketika aku menjerit dan tanpa sadar melemparkan botol parfum yang sedang aku pegang. ”Kraaakk!” Botol itu tak sengaja mengenai cerminku dan membuat kaca yang semula mulus menjadi retak bahkan hampir pecah. Aku terperangah. Aku terdiam tanpa kata. Tapi, apa mau dikata, semuanya sudah terjadi.

Sejak hari itu, aku berusaha mencari waktu untuk menjelaskan kejadian ini pada pacarku. Mungkin ini hanya hal sepele, tapi bagiku kejujuranlah yang terpenting seperti yang diajarkan oleh pacarku. Aku juga berusaha membenahi cerminku yang telah retak. Beberapa isolasi aku tambahkan untuk menutupi retakan-retakannya. Tapi, cermin yang sudah retak tidak akan pernah sama dengan sebelumnya saat ia belum retak. Dan, aku pun merasakannya saat berada di depannya. Ah, cermin kesayanganku... maafkan segala kebodohanku.

Hati manusia juga bisa diibaratkan seperti cermin. Ketika ia menjadi retak karena sesuatu, sulit untuk membuatnya pulih seperti semula. Sesuatu itu bisa berupa kata-kata yang menyakitkan atau perbuatan yang membuat orang jadi tersinggung dan marah. Hati yang telah retak akan bertambah retak bahkan hancur berkeping-keping jika karena sesuatu itu kemudian tumbuh kebencian dan dendam membara yang sulit dihapuskan. Oleh karena itu, marilah saling menjaga hati... menjaga sikap dan perbuatan... agar jangan sampai, kita, membuat hati orang lain menjadi retak hingga hancur berkeping-keping. Andai pun semua itu sudah terjadi... marilah kita saling memaafkan dengan tulus dan ikhlas.

8 komentar:

Fanda mengatakan...

Wah, kok pas banget ya mas, kemarin aku baru saja memecahkan cerminku juga...
Semoga itu tak berarti aku telah merusak hati seseorang juga ya...

eha mengatakan...

'Seketika aku menjerit dan tanpa sadar melemparkan botol parfum yang sedang aku pegang' ...
mas Goen suka pake parfum juga ternyata ya ^_^

Yosep Andy.W mengatakan...

nice article...

catatan kecilku mengatakan...

Cermin memang sama dg hati... jika sudah retak tak mungkin akan kembali utuh lagi.

the others.... mengatakan...

Kejujuran itu penting... Dan cermin mengajari kejujuran itu kepada kita.

place to study mengatakan...

Ceritanya bagus Om... :D

Irma Senja mengatakan...

penggambaran yg tepat sekali mas, tentang pentingnya menjaga hati dan perasaan ya. seperti cermin yg retak...jika sdh terluka kadang sulit kembali utuh ya...

Unknown mengatakan...

mas menarik sekali artikel2 nya,,,berkesan banget