Selasa, 22 Februari 2011

Ulat (Yang) Tidak Mau Menjadi Kupu-Kupu


Pagi baru saja meninggalkan peraduannya. Di langit, matahari bersinar terik, memancarkan cahayanya dengan riang ke seluruh muka bumi. Di daun pohon angsana di pinggir jalan itu, dua ekor ulat, Ri dan Ro, sedang bercengkerama sambil sesekali mengunyah dedaunan di mulut mereka.

“Betapa beruntungnya aku ini, setiap hari hanya makan dan tidur saja,” kata Ri dengan penuh sukacita.

“Iya, tapi kadang aku merasa sedih, akibat perbuatan kita, daun-daun itu jadi rusak, penuh lobang, dan tidak menarik lagi,” timpal Ro.

“Loh, bukankah itu sudah seharusnya. Daun-daun itu kan makanan kita, jadi kita punya hak untuk melakukan hal itu!” jawab Ri dengan nada tinggi.

“Hehehe… sobat… kita memang punya hak… tapi bukan berarti kita menjadi rakus dan melakukan hak kita dengan semena-mena. Coba, sekali-kali kau berhenti mengunyah dan diam barang sejenak, pasti akan kau dengar rintihan daun-daun itu,” kata Ro dengan sabar.

“Ah… peduli amat!” ujar Ri, ketus.

Di tengah pembicaraan mereka, tiba-tiba seekor kupu-kupu terbang melintas. Kupu-kupu itu terlihat sangat indah. Sayapnya kuning keemasan dengan totol-totol hitam di bagian bawah. Badannya terlihat gagah dengan kaki-kaki yang penuh tenaga. Kupu-kupu itu hinggap di sebuah dahan, tak jauh dari Ri dan Ro.

”Wahai kupu-kupu, darimana asalmu? Apa yang sedang kau lakukan di sini?” tanya Ro sambil tak henti-hentinya mengagumi keindahan kupu-kupu itu.

”Eh.. oh... kau ulat. Aku berasal dari jauh. Aku ke sini karena mencari bunga-bunga yang sedang bermekaran. Aku hendak membantu penyerbukan bunga-bunga itu agar bisa menghasilkan buah dan biji untuk berkembang biak,” jawab kupu-kupu sambil menyeka keringat di dahinya.

”Ckckckckckck... rajin amat. Kenapa kau mau-maunya melakukan hal semacam itu? Bukankah itu pekerjaan yang bodoh!” kata Ri sambil tertawa.

”Bodoh katamu! Bagiku ini adalah pekerjaan yang mulia. Bukankah di dunia ini kita harus saling tolong-menolong,” jawab kupu-kupu itu.

”Ah... tetap saja bagiku itu sebuah kebodohan. Ngapain menyusahkan diri sendiri untuk kepentingan pihak lain. Mending kayak aku… makan.. tidur… makan… tidur… yang lain mah… EGP,” sambar Ri, tergelak.

”Ri, apa yang kau katakan itu? Menurutku apa yang dilakukannya memang mulia dan patut untuk dicontoh,” kata Ro sambil memandangi Ri. ”Kupu-kupu, aku ingin menjadi sepertimu, aku ingin bisa terbang dan membantu bunga-bunga itu,” lanjutnya.

”Sabarlah sobat, aku yakin, sebentar lagi engkau pasti juga akan menjadi seperti aku. Yang mesti kau lakukan hanyalah bermatiraga dan diam dalam keheningan. Sabar dan ikhlas sampai waktunya tiba,” jawab kupu-kupu sambil mengepakkan sayapnya. ”Selamat tinggal sobat,” sambung kupu-kupu itu.

”Hehehe... matiraga, diam, sabar, ikhlas... ah... semuanya hanya omong kosong. Pokoknya aku tidak mau menjadi kupu-kupu!” tegas Ri.

Dan hari demi hari terus berlalu. Ro yang mengikuti saran kupu-kupu terus bersabar di dalam keheningan. Sementara Ri semakin membabi buta dalam memuaskan nafsunya. Ia tak peduli dengan rengekan atau tangisan menyayat dari para daun. Akhirnya, karena terlalu rakus, Ri mati dengan perut terbelah dan segala yang dimakannya berceceran menebarkan bau busuk yang begitu menyengat.

***

Tetap menjadi ulat atau berubah menjadi kupu-kupu yang indah adalah pilihan hati nurani. Keduanya tentu membawa konsekwensi masing-masing yang harus dipertanggungjawabkan. Satu hal yang pasti... hidup ini terlalu singkat... hidup ini tidaklah abadi. Maka, membuat orang lain tersenyum bahagia kiranya akan lebih baik dan lebih indah daripada membuat orang lain bercucuran air mata karena luka yang sudah kita torehkan. Marilah... mulai saat ini... kita buang jauh-jauh segala keegoisan dalam diri kita... buang jauh-jauh segala pemikiran bahwa hanya diri kitalah yang terbaik, yang paling benar, yang paling berhak, yang paling bisa memutuskan... Kita tidaklah hidup sendiri di dunia ini... masih ada orang lain di sekitar kita... mereka juga perlu didengarkan, dipahami, dan dijaga perasaannya... Oleh karena itu, jadilah berkat satu sama lain.

9 komentar:

catatan kecilku mengatakan...

Mas.., background templatenya apa ganti? Kok seingatku dulu bukan yg ini deh.

the others.... mengatakan...

Hidup ini akan lebih indah dan menyenangkan jika kita bisa membuat orang lain senang...

place to study mengatakan...

Gambar ulatnya... bikin geli...! Hiii...

Megi Rahman mengatakan...

yap, setuju bgt klo qt hrs saling tolong menolon :)

met malam sob :D

eha mengatakan...

terlalu betah di zona nyaman memang bahaya, bisa2 malah celaka

Lily Simangunsong mengatakan...

suka sekali ma ilustrasinya mas...

yah...hidup ini akan indah jika kita saling membantu dan memberikan yang terbaik...:)

aephobia mengatakan...

p kbar sob?
lama g besuk ke rumahmu yg adem ini
mav baru sekrg bz mmpir

^_^

Ayoe Ritma mengatakan...

manusia tidak pernah bisa tuk hidup sendiri... saling berbagi akan membuat hidup kita indah...
kangen dah lama gak maen-maen k sini...

ryan basta mengatakan...

wahhh.... kren bnget crita yg satu ini...stelah baca, aku jadi termenung sejenak.... mikirin apa yg slama ini sring aq lakukan....

thanks buat bang admin....

klw sempat, mmpir d tempat ane juga ya.....