Jumat, 25 Mei 2012

Mati

Desa Sumber Urip geger. Pak Jayus, orang paling kaya di desa itu yang terkenal amat dermawan tiba-tiba mati. Tentu saja berita ini membuat banyak orang kaget, heran, dan tidak percaya. Pasalnya, Pak Jayus juga dikenal sebagai orang yang gemar berolahraga. Tiap pagi, ia selalu jalan kaki berkeliling desa sambil ditemani Molly, anjing herder kesayangannya. “Wah, Kang, sampeyan pasti mengada-ada. La wong tadi pagi saya ketemu dan ngobrol dengan Pak Jayus dan dia kelihatan baik-baik saja kok,” ujar Yu Surti, penjual bubur langganan Pak Jayus, tak percaya. “Hehehe… berita bener kok dibilang bohong. Ceritanya begini, tadi sehabis jalan-jalan Pak Jayus sempat mampir di warung Kang Sarto. Saat asyik ngobrol, ia mengeluhkan dadanya yang tiba-tiba sakit. Tak berapa lama Pak Jayus malah pingsan. Tentu saja orang-orang di warung kebingungan. Untunglah ada Pak Dio yang cepat tanggap. Ia bersama beberapa orang segera menggotong Pak Jayus dan membawanya ke puskesmas. Tapi ternyata semuanya sudah terlambat. Pak Jayus mati tepat saat tiba di puskesmas,” jelas Kang Slamet panjang lebar. Peristiwa kematian memang seringkali tidak terduga. Ia bisa datang kapan saja, di mana saja, kepada siapa saja, dan lewat peristiwa apa saja. Saat Sang Empunya Kehidupan sudah memutuskan maka tidak ada seorang pun yang dapat menolak. Membahas lebih lanjut tentang kematian atau mati, ada fenomena yang bisa dibilang teramat ganjil. Aneh karena sebenarnya hidup tapi ‘mati’, ‘mati’ namun hidup. Mati dalam hal fisik dan mati rohani. Fenomena ini banyak terjadi di sekitar kita. Ngakunya bisa melihat tapi ternyata suka melanggar rambu-rambu lalulintas. Buang sampah bukan di tempatnya. Sudah kaya tapi masih suka melakukan korupsi. Suka main kekerasan tanpa alasan jelas. Bapak perkosa anak. Anak matiin bapak atau ibu. Ibu gorok leher kedua anaknya hingga tewas. Suami bunuh istri dan memutilasi tubuhnya menjadi beberapa bagian. Dan masih banyak lagi. Pendek kata, banyak orang yang sudah berubah menjadi zombie. Hidup tapi tidak benar-benar hidup alias ‘mati’ karena sudah tidak memiliki perasaan dan hati. Apakah kita mau terus berlaku seperti itu? Tentu tidak. Mumpung masih diberi kesempatan, ayo kita segera bangun untuk kembali menajamkan nurani. Agar hidup yang singkat ini menjadi berarti dan mendatangkan banyak berkat. Bagi Tuhan, sesama, dan diri sendiri.

1 komentar:

tomi mengatakan...

ayah saya meninggal 3 tahun lalu jg spt kisah diatas pak gun.
hanya dalam hitungan menit dan dalam perjalanan ke RS..

memang kt takkan pernah tau kapan ajal akan menjemput :(