Senin, 21 Mei 2012

Terima Kasih

Beberapa hari lalu, saat dalam perjalanan menuju ke Wonogiri, aku bersama beberapa rekan pendamping Pendampingan Iman Anak (PIA) Gereja Katedral menyempatkan mampir di sebuah warung makan. Siang yang panas plus perut yang keroncongan, membuat kami begitu lahap menikmati menu yang kami pilih. Usai menyelesaikan santap siang, aku mengedarkan pandangan, menelisik setiap jengkal warung untuk melihat-lihat barangkali ada sejumput inspirasi yang bisa aku gunakan sebagai ide tulisan. Ada satu yang menarik perhatianku. Di halaman, tepatnya di pojok dekat pintu warung, seorang pengamen tua dengan rambut dan kumis yang sudah memutih, sedang beraksi. Jari-jari tangannya begitu lincah memetik senar demi senar pada alat musiknya sambil melantunkan sebuah lagu. Di depannya, sebuah topi lusuh dipasang terbalik, menunggu lembaran rupiah dari para pengunjung yang datang ke warung. Setiap kali ada pengunjung yang memasukkan uang ke dalam topi itu, si pengamen menghentikan sejenak lagunya, lalu dengan sikap penuh hormat, keluar kata-kata dari mulutnya: “matur nuwun” (terima kasih). Tiba-tiba, aku teringat dengan pengalaman yang terjadi setiap Jumat di kantorku. Hari Jumat adalah harinya para pengamen dan pengemis. Di hari itu, kasir harus menyediakan uang receh untuk para pengamen dan pengemis yang datang. Kebanyakan dari mereka mau menerima uang yang diberikan tapi hanya sedikit yang mengucapkan terima kasih. Kiranya hal ini bukan saja dilakukan oleh para pengamen dan pengemis yang datang di kantorku karena kita pun “sami mawon” (sama saja). Lidah kita seringkali kelu saat dipaksa untuk mengucapkan terima kasih. Kita sering lupa mengatakannya padahal kita sudah mendapat begitu banyak kebaikan. Entah dari Tuhan maupun sesama. Maka, seperti pengamen tua di warung itu, marilah kita biasakan diri untuk mengucapkan terima kasih. Terima kasih yang dikatakan dengan sungguh-sungguh dan penuh ketulusan. Terima kasih untuk hidup yang sudah dikaruniakan-Nya. Terima kasih karena kita sudah diberi kesehatan sehingga mampu bekerja dengan baik. Terima kasih kepada istri atau suami yang setia menemani kita. Terima kasih untuk anak-anak yang mencintai kita apa adanya. Terima kasih kepada para tetangga yang memperhatikan kita dan menjadi orang pertama selain keluarga yang rela membantu saat kita dalam kesulitan. Terima kasih kepada bapak-bapak polisi yang mengatur lalu lintas sehingga perjalanan kita menjadi lancar. Terima kasih untuk rekan kerja di kantor yang membantu kita menyelesaikan pekerjaan. Terima kasih untuk pramuniaga toko atas keramahan dan pelayanannya yang begitu baik. Terima kasih kepada tukang sampah yang telah membersihkan lingkungan kita. Terima kasih, terima kasih, dan terima kasih.

4 komentar:

Clara Canceriana mengatakan...

iya, Mas. kata terima kasih kayaknya begitu mudah, tapi sulit diucapkan. saya sendiri juga suka lupa T^T

miya mengatakan...

waktu SMP diajari sama guru spy gemar bilang terima kasih. sampai sekarang aku turuti :)

eha mengatakan...

anak2 Play Group & TK rajin bilang 'terima kasih' krn guru2nya rajin mengajarkan. Begitu lepas dr TK ... banyak yg lupa deh pelajaran berharga itu

Gamat Luxor mengatakan...

makasih ya infonya