Rabu, 12 Agustus 2009

Seonggok Garam

Seonggok garam berkata kepada Tuhan, "Tuhan, mengapa kauciptakan aku jika hidupku selalu sengsara?"

"Apa maksud pertanyaanmu?" tanya Tuhan tidak mengerti.

"Dulu, aku berasal dari air laut yang ditaruh di suatu tempat. Selama beberapa hari, dengan bengisnya, panas matahari menerpa tubuhku hingga membuatku gosong dan menggumpal. Lalu, para petani itu mengaduk-aduk, menginjak, bahkan melukaiku dengan suatu alat untuk mengumpulkan aku. Kukira penderitaanku sudah berakhir ternyata ini barulah awal. Aku mesti menempuh berbagai proses yang amat menyakitkan untuk menjadi seperti sekarang ini," terang garam panjang lebar.

Tuhan hanya terdiam.

“Di mata orang-orang, aku bukan ‘sesuatu’ yang patut dibeli dengan harga mahal. Bahkan bila dibandingkan banyak barang yang lain, aku tidak berarti apa-apa. Aku mesti mengalah dan selalu disingkirkan,” sambung garam. “Anehnya, aku selalu dicari-cari bila mereka membuat segala hal yang berhubungan dengan makanan,” lanjutnya lagi.

Sejenak Tuhan berdehem, “Anakku, tahukah kamu arti semua pengalaman itu?” pandang Tuhan penuh kasih. “Segala penderitaan yang engkau alami, akan membuatmu menjadi kuat. Menjadi pribadi yang tangguh dalam setiap keadaan. Tidak cengeng dan gampang menyerah ketika aneka kesulitan dan penderitaan menerpa. Mungkin memang engkau disingkirkan atau ‘kurang’ dihargai, tapi percayalah… di mataKu, engkau sungguh bernilai.”

“Lalu, mengapa aku mesti merelakan tubuhku hancur untuk kepentingan mereka?”

“Itulah arti hidupmu. Kerelaan dan keikhlasanmu akan membuat segalanya menjadi indah. Yang hambar akan diasinkan hingga terasa nikmat, yang kurang ditambah untuk menjadi lengkap dan yang buruk diperbaiki menjadi baik dan berguna,” jawab Tuhan. “Apakah pernah kaubayangkan bagaimana jadinya bila engkau masih tetap ‘hanya’ seonggok garam? Bukankah keberadaanmu tidak ada artinya bagi siapapun?” tanya Tuhan tiba-tiba.

Seonggok garam itu kini ganti terdiam.

13 komentar:

Nadja Tirta mengatakan...

Alangkah bahagianya jika kita bisa menjadi garam yang berarti bagi sesama ya Pak...

Pertamax atau Premium ya..

yusfita mengatakan...

Menjadi garam bagi dunia. Itu yang Tuhan mau dari kita. Menjadi berkat buat banyak orang. Thanks mas udah diingatkan lagi, makna menjadi garam bagi kehidupan ini. :)

Ansgarius mengatakan...

Cerita yang sangat menarik mas.. Segala apa yang kita lalui dalam hidup, apapun itu walaupun duka dan derita sekalipun akan membuat hidup kita lebih berarti dan membuat kita lebih memahami hidup...

eha mengatakan...

Sesuatu yang sangat penting sekaligus terjangkau. Itu esensinya.
Itu sebabnya kita dipanggil menjadi garam, menjalankan peran yang penting tanpa perlu menjadi angkuh.

Yanuar Catur mengatakan...

garam??
boleh juga nih pengandaiannya
hehehehe
mantep

Sidik Nugroho mengatakan...

bgs renungannya. menggugah dan membangkitkan.

Kabasaran Soultan mengatakan...

Sebuah bahan renungan yang mencerahkan berbungkus cerita seonggok garam..
nice sharing bro.

Sinta Nisfuanna mengatakan...

hiks...renungannya dalem banget pak...hatur nuhun

Fanda mengatakan...

Permenungan yg sangat indah. Kita mesti sadar, bahwa sosok kita diciptakan Tuhan untuk menjadi pelengkap dalam seluruh kehidupan ini.

dewi mengatakan...

rela mnjadi garam, slalu mnyediakan diri u berkorban demi kepentingan orang bnyak.. filosofi garam yang indah..

nietha mengatakan...

bagus banget ceritanya

reni mengatakan...

Renungan yg indah, mas. Terkadang manusia tak mampu melihat hikmah dari kejadian pahit yang dialaminya ya ? Nice post !

Unknown mengatakan...

makasih awardny sdh diambil.GARAM SEDERHANA TAPI TAKTERGANTIKAN :)