Kamis, 10 September 2009

Mati dan Berbuah

May, si biji jagung belum juga terlelap. Berkali-kali ia mencoba memejamkan mata tapi tidak berhasil. Berkali-kali pula ia mencoba membolak-balik badan untuk mencari posisi tidur paling enak, namun semuanya juga tidak membantu. Masih terngiang di kepalanya, kata-kata yang diucapkan oleh si Taho, biji jagung paling tua dan dihormati, beberapa jam yang lalu.

“Wahai saudara-saudaraku, malam ini adalah malam terakhir kita berkumpul bersama. Esok pagi kita akan berpisah…” ucap Taho dengan suara keras.

“Apa maksud perkataanmu itu, Taho?” kata Muci, biji jagung paling cantik, tak mengerti.

“Ya… mengapa engkau berkata demikian… apakah engkau akan meninggalkan kami, “ ucap yang lain, hampir berbarengan.

Taho berdehem sejenak sebelum menjawab, “Saudaraku… besok adalah awal masa tanam bagi para petani jagung. Oleh karena itu… mulai besok… kita akan menjalankan kewajiban kita, ditanam, mati dan memberi buah bagi mereka,”

Tiba-tiba, jam yang tergantung di dinding sebelah atas lumbung berbunyi dua belas kali... memporak-porandakan lamunan May. “Tidak, aku tidak ingin mati!” jeritnya tiba-tiba. “Aku akan pergi dari tempat ini agar tidak menjalani kewajiban seperti kalian,” tambah May sambil melihat saudara-saudaranya yang sudah lama tertidur.

Dengan langkah terburu, May segera mengemasi barang-barangnya. Tak berapa lama, ia pun melangkah pergi, meninggalkan saudara-saudaranya dalam keheningan.

Beberapa jam setelah kepergian May, aktivitas di ladang itu segera dimulai. Para petani yang telah mempersiapkan lahannya dengan membajak dan memberi pupuk, segera membuat lubang tanam, mengisinya dengan biji-biji jagung yang sudah dipersiapkan, dan kemudian menyiraminya dengan air.

Dalam hitungan hari, biji-biji jagung yang telah mati segera mengeluarkan tunas-tunasnya sebagai awal kehidupan baru. Satu, dua, tiga helai daun dan akhirnya menjadi tanaman jagung yang sempurna. Dari hari ke hari, tanaman-tanaman itu terus tumbuh dengan subur hingga tiba saatnya mulai berbunga. Tak berapa lama muncullah buah-buah jagung. Awalnya kecil tapi lama kelamaan buah-buah itupun masak dan dipanen. Sungguh dari biji yang mati menghasilkan buah yang berkelimpahan.

Sementara itu May yang berkeras hati meninggalkan saudara-saudaranya dan tidak mau menjalani kehidupan seperti mereka, kini hanya sendirian, layu, membusuk dan akhirnya mati tanpa pernah memberi apa-apa dalam hidupnya.

5 komentar:

Kabasaran Soultan mengatakan...

Selalu
selalu
dan
selalu saja
disini

inspiring story ....
Terima kasih bro

al-basri mengatakan...

artikel yang bersahaja dengan pengertian yang menarik..

terima kasih sobat

Fanda mengatakan...

Cerita yg bagus, mas. Memang kita harus mati dulu terhadap dosa, baru kita bisa berbuah melimpah...

Pelangi Anak mengatakan...

Good teaching Mas! Thank a lot yah!

Reni mengatakan...

Seringkali dalam hidup memang diperlukan pengorbangan.. namun hal itu tak akan pernah sia-2 karena apa yg telah kita lakukan dan kita berikan pada orang lain pasti akan memberi makna.
Nice post..!!