Sabtu, 19 September 2009

Suatu Sore di Sebuah Perempatan

Aku bergegas memacu motorku. Berharap segera tiba di tempat di mana istriku bekerja. Sore itu jalanan begitu ramai, hiruk-pikuk penuh bermacam kendaraan yang lalu-lalang. Pada sebuah perempatan, suasana yang sudah riuh itu tiba-tiba berubah kacau. Lampu lalu lintas di ujung perempatan yang biasanya menyala, ternyata mati dan tidak berfungsi. Semua kendaraan bergegas melaju, saling berebut agar bisa terus berjalan. Tidak ada yang mau mengalah. Hingga akhirnya, semua hanya bisa bergerak dengan sangat pelan karena terjadi kemacetan.

Di tengah situasi yang demikian, aku melihat seorang pemuda tanggung yang masih mengenakan seragam SMA turun ke jalan. Dengan penuh kesadaran dan keberanian, ia mulai mengatur lalu lintas agar semuanya bisa lancar kembali. Banyak yang mau menurut tapi ada beberapa yang tidak mengindahkan aba-aba pemuda tersebut. Maklum, ia hanya pemuda berseragam SMA, bukan polisi lalu lintas.

Sungguh, aku kagum dengan pemuda itu… di tengah banyak orang yang tidak peduli (bahkan polisi lalu lintas sekalipun) masih ada orang yang rela berkorban untuk membuat semuanya menjadi baik. “Apakah aku mampu berlaku seperti dia? Atau apa yang (akan) aku lakukan selalu didasari oleh untung dan rugi? Kalau toh memang tidak memberi keuntungan, buat apa aku melakukannya… cuek aja lagi… emangnya gue pikirin!!!” Ah……….

1 komentar:

Fanda mengatakan...

Itulah susahnya mas! Kita udah terlanjur lekat menghafalkan pelajaran ekonomi di SMP-SMA dulu ttg hukum ekonomi: melakukan sesedikit mungkin demi keuntungan sebanyak mungkin. Akhirnya semua dalam hidup diukur untung-ruginya. Padahal 'Bos' kita yg terbesar kan bukan pengusaha ya??