Pagi belum separuh jalan. Kegelapan masih berpeluk erat. Tapi di rumah Surti, kesibukan sudah mulai terasa. Tangannya yang cekatan sudah sedari tadi mempersiapkan segala sesuatu untuk berjualan hari ini. Yah, sudah hampir setahun ini kebiasaan sebagai pedagang bubur ayam terus dilakoninya. Jujur, sebenarnya ia tidak mempunyai keahlian menjadi pedagang tetapi karena terdesak kebutuhan dan hanya itu satu-satunya pilihan, akhirnya, ia mau melakukannya.
Parto, sang suami, hanyalah buruh harian lepas di sebuah pabrik dengan gaji pas-pasan, yang hanya cukup untuk makan sehari-hari dan membayar kontrakan rumah.
Rumah? Hemm... mata Surti segera berkelebat memandangi seisi rumah yang sudah hampir sepuluh tahun ditempatinya. Jika bisa memilih, ia pasti tidak akan tinggal di rumah ini. Rumah yang sempit, pengap, dan kelihatan kusam. Belum lagi banyak genteng yang sudah berlobang hingga kalau musim penghujan tiba, tetes-tetes air akan berjatuhan dan membentuk genangan di dalam rumah.
”Hey... bukankah engkau memang tidak bisa memilih? Jadi mengapa harus berandai-andai,” tiba-tiba suara hatinya memprotes. Benar... memang ini kenyataannya. Kenyataan yang membuat Surti tetap melambungkan syukur. Syukur karena ia masih memiliki tempat berteduh walau cuma ngontrak. Syukur atas suami yang penyabar dan amat menyayanginya. Syukur atas putri kecilnya yang saat ini sudah berusia 3 tahun.
Cinta. Demikian ia biasa memanggil putri kecilnya. Cinta yang amat disayanginya. Cinta yang membuat kehidupan keluarganya terus tersenyum dalam kebahagiaan. Cinta yang membuat harapannya terus tumbuh. Harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Demi masa depan Cinta. Anak yang dilahirkannya setelah usia pernikahannya memasuki tahun ketujuh.
Suara kokok ayam yang saling bersahutan membuyarkan lamunan Surti. Sejenak diliriknya sang suami yang masih sibuk mempersiapkan gerobak tempatnya berjualan. Tiba-tiba, ia mencium sesuatu. Semakin lama semakin menusuk-nusuk hidungnya. Dipandangnya kompor gas yang menyala di depannya, lalu pandangannya beralih ke tabung gas LPG 3 kg yang baru dibelinya kemarin. Ia terkesiap...
Belum sempat ia beranjak, tabung gas LPG 3 kg itu tiba-tiba meledak. Duarrrrrrrr!!!!! Suara kerasnya begitu membahana, merobek-robek keheningan pagi. Sesaat, Surti merasakan sekujur tubuhnya dilanda panas yang begitu hebat. Lalu semuanya berubah menjadi dingin. Tiba-tiba nyawanya melayang. Tinggi dan semakin tinggi. Meninggalkan suami dan putri kecilnya yang tertimbun reruntuhan. Meninggalkan jasadnya yang hangus terbakar.
17 komentar:
Sedih Om bacanya T.T
Dalam sekejap aja, nyawa langsung melayang tanpa diduga sebelumnya..
Tragedi yang sangat mengharukan dipagi hari mas Goen..
gara-gara tabung gas lagi nih? duuh sedih euy
Mengharukan mas...Hiks3...
saya jadi ngeri bacanya dan turut prihatin dengan kejadian serupa.
meLon hijau memang Laksana bom waktu yang siap meLedak kapan saja.
mungkin kebijakan ini beLum sepenuhnya siap untuk diterima oLeh sebagian kaLangan masyarakat, sehingga kebijakan yang terkesan terburu-buru.
semoga kejadian seperti ini dapat segera disoLusikan oLeh piha terkait dan tidak adanya Lagi korban-korban akibat kejadian serupa.
sedih mas..
harusnya tabung ditarik dan diganti sm pemerintah..
T_T
T_T
bapak2 "terhormat" itu belum ada reaksi apa2 ya?... shit!....
Tragedi yang mengharukan pak..
sedih jadinya baca
masih perihal kebijakan yang ternyata kurang bijak (untuk saat ini), banyak kasus 'teror' tabung gas yang meresahkan masyarakat, dan korban terus berjatuhan...
tragedi..
haru..
adoh.. sedih lagi postingannya.. (T.T)
mas,
jadi mewek nih,
kenyataan hidup kadang menyedihkan,
ditunggu cerita lucu n hepi yaa
Postingan ini sangat mengharukan...
Kisah yg sedih... tabung gas telah menjadi teror bom di rumah2. Miris sekali mengingat telah banyak korban yg berjatuhan.
hmmm memprihatinkan, menyedihkan..
rakyat selalu jadi korban atas kebijakan² pemerintah..
tadi ada kebakaran deket kosku mas :(
Ikut berduka, Menggenaskan! Sekarang kita menyimpan bom didapur kita, korbannya melebihi aksi teroris! Sampai kapan yang punya kebijakan gegeran sendiri, tidak peka penderitaan rakyat!
Posting Komentar