Selalu ada perasaan ‘eman-eman’ saat melintas di depan halte itu. Bagaimana tidak? Halte yang sudah dibuat sedemikian bagus hingga harus mengorbankan tanaman peneduh di pinggir jalan dan mengambil separo trotoar para pejalan kaki, ternyata hingga hari ini belum juga difungsikan. Halte itu malah dibiarkan mangkrak, tidak terurus, kotor dan penuh debu.
Sebenarnya, halte itu dibangun sebagai sarana transit bagi BRT (Bus Rapid Transit) Trans Semarang, sebuah alat transportasi massal yang diharapkan dapat menjadi salah satu solusi atas problem lalu lintas yang mengancam Kota Semarang sebagai kota yang tengah bergerak menjadi metropolitan. Keberadaan bus ini pun sudah dilaunching oleh Walikota Semarang, Sukawi Sutarip, saat peringatan Hari Jadi Kota Semarang ke-462 pada tanggal 2 Mei lalu. Dan waktu itu, bus langsung beroperasi melayani trayek Mangkang-Penggaron yang dapat dinikmati gratis oleh para penumpang tanpa perlu membayar ongkos perjalanan sebesar Rp. 3.500,-
Harapan untuk dapat segera menikmati layanan BRT ternyata tinggal harapan kosong. Sebab setelah hari pertama dilaunching, hari-hari selanjutnya (hingga hari ini) keberadaan bus ini hilang bak ditelan bumi. Selidik punya selidik, ternyata bus ini harus dihentikan operasionalnya karena masih banyak persoalan yang belum terselesaikan. Mulai dari sarana dan prasarana yang belum lengkap hingga ketidakjelasan siapa yang harus bertanggungjawab mengelola fasilitas ini.
Lalu, kalau memang belum siap, mengapa harus ’dipaksakan’ dilaunching pas Hari Jadi Kota Semarang? Apakah itu hanya demi mengejar ’ceremoni’ dan ’prestise’ belaka? Bagaimana dengan keberadaan halte-halte yang sudah terlanjur dibangun terutama masalah perawatannya? Bagaimana dengan perasaan masyarakat yang sudah ’kadung’ senang karena bus sudah beroperasi tetapi kemudian harus kembali menelan kekecewaan?
Pada dasarnya, semua yang sudah terjadi mengindikasikan dua hal yang selama ini kelihatannya memang sudah menjadi budaya yaitu; perencanaan yang kurang/tidak baik dan koordinasi/kerjasama yang buruk. Lebih parah lagi jika kedua hal ini memang disengaja dengan tujuan untuk meraup keuntungan bagi diri sendiri atau kroninya. Ah, semoga hal ini hanyalah khayalan kosong karena jika yang terjadi memang demikian, betapa nelangsanya nasib masyarakat seperti kita, harus selalu mengalah dan menjadi obyek penderita.
13 komentar:
Duuuhh, moga bisa selesai deh permasalahannya...amiiin
Moga nggak mangkrak lagi...^_^
Memang sepertinya dilaunching utk merayakan Hari Jadi Kota Semarang tuh mas... Sayang sekali ya, sampai dipaksakan seperti itu..
Semoga dalam waktu dekat sudah dapat beroperasi deh.
Semoga permasalahan itu menemukan jalan keluarnya...salam persahabatan..
semoga masalahny segera segera selesai y mas ^_^
semoga cepet selesai mas....
sayang sekali yah mas
yaaaaahhh.... bener-bener deh budaya jeleknya muncul. Semoga Pemda dan jajaran terkait cepat mengambil solusi yang tepat Mas, sehingga haltenya gak mangkrak lagi dan masyarakat dapat dilayani dengan baik.
Wah terakhir aku ke Semarang belum ada tuh busnya. Sayang ya kalo mangkrak. Memang penyakit negara kita selalu dua hal itu. Makanya sush utk berkembang
Emang baru tahu bro ...
Kalau penyakit orang kita itu hanya bisa bikinnya saja.
Yang penting proyeknya jalan dulu.. masalah bisa dipake, perlu dan tidak perlu adalah urusan belakangan.
Permasalahan seperti ini seperti telah dan selalu berulang ditempat manapun. Setuju dech dengan koment bang Kabasaran.
Salam
gak kopen?
sabar kang iia.. moga ceped selesai urusannya.. en met buka puasa iia :)
Semarang kalah dong sama Bogor, di sini sudah bis dalam kota Trans Pakuan. Maksain diri sih...
Posting Komentar