SMK Nusa Bakti geger. Para guru bergegas-gegas keluar dari ruang guru. Sementara murid-murid berlarian, keluar dari ruang kelas untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Semuanya berawal ketika Dian, murid kelas XII IPA 2 berteriak-teriak histeris di beranda sekolah. ”Mayat... mayat... ada mayat bayi!”
”Hus... jangan ngaco kamu! Dimana ada mayat bayi?” tanya Pak Didin sambil memegang bahu Dian ketika berpapasan dengan anak itu.
”Di... di... di... toilet itu, Pak!” seru Dian dengan nada gemetar. Jari telunjuknya mengarah ke toilet yang terletak di bagian belakang sekolah. Wajahnya terlihat pucat pasi.
Pak Didin bergegas menuju ke toilet yang ditunjuk oleh Dian. Tak lama kemudian, terdengar teriakannya, ”Ya... ampun...!” Dan kegemparan segera terjadi di sekolah itu.
Polisi pun segera berdatangan. Mereka dengan sigap mengambil alih situasi. Barang bukti berupa kardus kecil yang sebelumnya tergeletak pasrah di toilet bagian cewek segera diamankan. Di dalam kardus itu tergeletak bayi laki-laki yang sudah tidak bernyawa. Wajahnya yang tanpa dosa terlihat kebiru-biruan. Sementara di bagian leher, terlihat bekas cekikan.
Seratus meter dari sekolah itu, di sebuah rumah sederhana, Rani, teman sebangku Dian, termenung di dalam kamarnya yang dikuncinya rapat-rapat sejak pagi buta. Wajahnya sembab. Sudah semalaman ia menangis tapi gundah di hatinya tak jua menghilang. Gundah itu telah berubah menjadi penyesalan yang tiada berujung. Dan bayangan berbagai peristiwa kembali berkelebat di depan matanya. Perkenalannya dengan Anto, seorang mahasiswa tingkat II sebuah universitas negeri di kotanya. Bapaknya yang mendelik marah saat mengetahui ia pacaran dengan Anto. Ia yang berani menentang bapaknya dan tetap menjalin hubungan cinta dengan Anto meski harus sembunyi-sembunyi. Hubungan yang semakin mesra dan intim yang menjerumuskannya pada perbuatan maksiat. Ia yang kemudian hamil dan Anto yang tidak mau bertanggung jawab. Keputusasaan yang menggiringnya untuk menggugurkan kandungan tetapi tidak membuahkan hasil. Dan akhirnya, tangan-tangannya yang begitu tega mencekik darah dagingnya sendiri, sesaat setelah bayi itu lahir.
Ahh... berbagai peristiwa itu semakin menghimpit jiwanya. Air mata kembali bercucuran bak anak sungai yang banjir di saat hujan. Raganya lunglai bagai tidak bertulang. Tapi semuanya sudah terlambat.
7 komentar:
Ah, begitu banyak cerita serupa berseliweran dalam masa kini ya... Seringkali manusia lebih takut pada sesamanya ketimbang pada Tuhan.
Seorang anak yg memiliki anak...
Ini kisah yg di tipi itu kah Om?
ini nyata y mas?
keboo bingung mau komen apa. tapi semoga nggak ada yg kayak gitu lagi.. kasian bayinya
adoh.. kok serem postingannya.. hiks hiks, menyedihkan. :(
hffft,,,
koq malah jadi hal yg lumrah ya... T_T
seremm...
pergaulan anak kini makin bebas yah.. kayaknya peran orang tua dalam mendidik anak skrg ini kurang berpengaruh, mengingat banyaknya faktor yg lebih mendominasi perkembangan anak. Contohnya aja, media informasi yg sering manayangkan berita2 yg seharusnya ga pantas untuk dikonsumsi oleh anak. Sinetron2 yg yg kualitasnya semakin buruk dalam segi pendidikan. Kebanyakan bertemakan cinta2an anak2 muda, bahkan dalam usia sekolah.. Dialog2 yang kurang pantas dilakukan oleh anak2 juga kerap kali muncul dalam tayangan2 sinetron, seperti... "goblok, sialan..dll" saat dia bertengkar dengan temannya.. atau bahkan anak berani sm ortunya..
Sepatutnya hal ini membuat kita prihatin, bukannya malah dibudidayakan bahkan menjadi konsumsi diberbagai kalangan..
Posting Komentar