Senin, 27 September 2010

Damai di hatiku, damailah negeriku

Tulisan itu aku baca beberapa hari yang lalu. Waktu itu aku baru saja pulang dari gereja setelah mengikuti misa pagi. Di perjalanan menuju ke rumah, aku melihat beberapa becak yang sedang 'parkir' di pinggir jalan. Pada salah satu becak, tepatnya di dekat sandaran tempat duduk, aku menemukan tulisan tersebut. Terpampang secara sederhana, diam, sambil berharap ada orang-orang yang akan membacanya.

Damai di hati. Hidup yang penuh kedamaian. Semua orang pasti menginginkannya. Bukan hanya sekedar keinginan tetapi sudah menjadi kebutuhan yang selalu dicari. Bagaimana hal itu bisa diperoleh? Apakah ketika kita memiliki jabatan yang tinggi, yang membuat banyak orang jadi segan dan menunduk-nunduk, ketika kekuasaan tak terbatas ada di genggaman, saat harta kekayaan melimpah ruah, kita bisa memilikinya? Jawabannya adalah tidak. Jabatan yang tinggi, kekuasaan yang tanpa batas, serta harta kekayaan yang melimpah, membuat banyak orang cenderung selalu berpikir untuk mempertahankannya. Dan karena hal itu, mereka sanggup menggunakan segala cara mulai dari yang baik hingga yang paling jahat sekali pun demi mencapai tujuan tersebut.

Lalu, bagaimana agar damai itu bisa diperoleh? Damai (yang sejati) hanya bisa dirasakan ketika kita mampu bersyukur. Bersyukur dalam segala situasi kehidupan kita. Susah-senang, baik-buruk, mendapat berkat atau musibah. Kebaikan, kesenangan serta berkat yang diperoleh akan selalu menyadarkan kita betapa Allah itu teramat baik dan selalu mencintai kita. Oleh karena itu, kita perlu melakukan hal yang sama terhadap orang lain. Mampu menjadi saluran berkat dan kebaikan bagi orang lain. Sebaliknya, kesusahan, keburukan, dan musibah, akan mengingatkan kita bahwa kita ini hanyalah manusia yang lemah, yang tidak berdaya. Untuk itu, kita harus selalu ingat dan bersandar kepadaNya. Dia yang sudah memberi hidup, Dia pula yang berkuasa atas kehidupan kita.

Nah, ketika damai itu sudah ada di hati, maka kehidupan kita pun akan menjadi damai. Kita dapat menyelaraskan kehidupan kita dengan orang lain. Membuang segala sifat yang egois, menerima keberadaan orang lain dengan segala kelebihan dan kekurangannya, dan mampu bekerja sama dengan orang lain demi kebaikan bersama.

“Damai di hatiku, damailah negeriku”. Semoga kita mampu mewujudkannya.

6 komentar:

ivan kavalera mengatakan...

Perdamaian: harga mati bagi kemanusiaan.

Seiri Hanako mengatakan...

kedamaian sejati hanya berasal dari TUHAN

non inge mengatakan...

merasakan damai dengan mampu mensyukuri nikmat dan semua yang diberi...

dan dengan damai dihati maka akan damai juga bersama sesama, dengan demikian akan semakin damai dibumi ^^

Sukadi mengatakan...

menciptakan kedamaian dihati, kemudian dikeluarga, lingkungan, bangsa dan negara...
semoga kita semua mampu mewujudkannya...

Bunda Alfi mengatakan...

Kedamaian hati ada pada Keikhlasan hati...

Apa kabar pak ? maaf baru mampir kembali dai sekian lama tak berkunjung...

nuranuraniku.blogspot.com mengatakan...

siang mas.
puisi yang menyejukan hati.
damai di hatiku ini.
apa kabar mas?
maaf baru berkunjung ,setelah mudik.