Senin, 24 November 2008

Hujan

Pagi ini hujan turun membasahi bumi. Dan hawa dingin datang menyergap kehidupan. Aku masih meringkuk di bawah selimut ketika tiba-tiba bunyi alarm berbunyi. Rrrriiiinngggg…. Aku mencoba membuka mata walau berat dan kulihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul 05.00. Aduh, aku harus bangun! Aku harus segera mandi karena hari ini aku sudah berjanji untuk mulai lagi mengikuti misa harian yang sejak tiga hari ini sudah aku tinggalkan.

Sejenak aku terdiam. Bukankah di luar hujan deras? Apakah aku akan nekat menerobos hujan untuk mengikuti misa? Aku berada dalam kebimbangan. Akhirnya, aku memutuskan untuk tetap berangkat. Kenapa aku harus takut dengan hujan? Bukankah aku bisa memakai payung?

Hujan bagi sebagian orang kadang terasa menakutkan. Menakutkan karena ia bisa saja datang begitu tiba-tiba dan memporak-porandakan pesta ultah atau pesta perkawinan yang sudah dirancang sempurna dengan undangan yang berlimpah. Menakutkan karena mungkin ia juga akan membatalkan janji kita dengan klien penting yang akan mendatangkan keuntungan besar.

Bagi sebagian yang lain hujan memang benar-benar menakutkan karena ia menyebabkan banjir. Banjir yang menenggelamkan apa saja. Banjir yang membuat jalanan jadi macet, semrawut dan penuh ketidaksabaran dimana-mana. Banjir yang kemudian membuat rumah kita menjadi kotor penuh sampah dan lumpur, yang membuat kita harus bersusah payah untuk membersihkannya.

Namun bagi sebagian yang lain, hujan adalah berkah. Hujan menjadi rahmat yang sungguh dinantikan oleh para petani yang sawahnya kering, tanahnya pecah-pecah dan tandus akibat kekeringan selama berbulan-bulan. Hujan adalah anugerah karena ia membawa pertanda dimulainya sebuah pengharapan. Pengharapan akan kehidupan yang lebih baik.

Hujan tetaplah hujan. Tetapi darinya kita bisa belajar tentang artinya sebuah persiapan.

Hujan yang datang hendaknya mengingatkan kita untuk segera membenahi atap rumah yang bocor. Hujan yang datang kiranya juga mengingatkan kita untuk segera memeriksa got depan atau samping rumah. Apakah ia mampet karena sudah terlalu banyak timbunan sampah? Bukankah kita harus segera membersihkannya agar ketika hujan itu datang dengan deras, air dapat segera mengalir dengan lancar sehingga tidak terjadi banjir. Bukankah hujan yang datang juga mengingatkan kita untuk selalu menjaga raga kita agar tetap kuat beraktivitas dan tidak mudah terserang penyakit.

Memang datangnya hujan mengajak kita untuk bersiap-siap. Namun alangkah lebih baik jika persiapan itu bisa kita lakukan jauh hari sebelum ia benar-benar datang seperti halnya para petani yang sawahnya kering, tandus dan pecah-pecah akibat kemarau. Mereka tidak diam berpangku tangan tetapi tetap mencangkuli dan membajak tanahnya dengan penuh kesabaran agar ketika hujan itu benar-benar turun mereka dapat segera memanfaatkan tanah itu untuk menaburkan benih kehidupan. Nah!

Tidak ada komentar: