Kamis, 09 April 2009

Damai dan Bersatulah

Nggak kerasa, hari ini udah saatnya nyontreng. Mau pilih siapa ya? Aku benar-benar masih bingung. Partainya aja banyak banget blum lagi dengan para calegnya. Dan menurut kabar, akibat saking banyaknya partai n’ nama caleg, surat suara ukurannya super besar kayak surat kabar. Nggak hanya satu tapi bisa 3 atau 4 lembar. Wah, betul-betul bikin puyeng.....

Blum lagi mau milih.... eh... istriku pagi-pagi udah bilang, ”Mas, ini dapet uang 30ribu buat aku dan kamu dari tetangga, katanya disuruh milih caleg no delapan dari partai X.” Wah... wah... wah... ternyata ’serangan fajar’ itu emang betulan ada. Kok baru kali ini aja ya dapetnya? Kalau saja dari dulu-dulu.... Eh, kok malah nglantur... ”Ya udah, diterima aja uangnya, kan enggak salah wong kita diberi... na, kalo perkara harus milih.... ya itu ntar-ntar aja,” jawabku nyantai.

Tiba-tiba ada SMS masuk ke hapeku. Saat kucek ternyata dari seorang teman karibku. Di SMS itu dia bilang, ”Pak Goen udah siap-siap nyontreng? Klu masih bingung ada titipan pesen dari ... agar pilih ... untuk DPR-RI, untuk DPDnya pilih... trus untuk DPR Prov pilih.... Ni ga mempengaruhi tp yang direkomendasikan...”

Sesaat aku terdiam setelah membaca SMS itu. Kemudian... pikiranku jadi plong .... kini aku jadi tahu siapa yang harus kupilih dan kucontreng.... emang sih enggak dari hati nurani sendiri tapi paling tidak... para caleg yang disarankan oleh temanku itu adalah para caleg yang kebanyakan seiman dengan aku. Dan lagi teman ini adalah seseorang yang sudah kuanggap sebagai ’kakak’ dan kupercayai selama ini. Jadi enggak mungkin kalau apa yang disarankan olehnya adalah pilihan yang asal-asalan...

Dan selanjutnya, aku dan istriku melangkah mantap ke TPS. Setelah mendaftar dan mendapat surat suara, dengan berbekal hp, kami melangkah ke bilik suara, membuka lembaran surat suara, memberi pilihan dengan mencontreng dan melipat kembali surat suara itu meski dengan agak susah payah. Kemudian menuju ke kotak untuk memasukkan surat suara. Setelah itu mencelupkan jari ke tinta dan selanjutnya pulang... Wuih... lega rasanya... Baru kali ini aku melaksanakan hak pilihku secara benar...

Memilih sesuai dengan hati nurani, memilih karena dapet imbalan uang beberapa ribu ato dapet sembako ato dapet sarung, memilih dari saran seorang temen (seperti aku) ato memutuskan nggak milih alias golput karena dirasa enggak ada yang cocok ato nggak ngaruh, adalah sah-sah saja dan enggak bisa dilarang karena itu semua adalah hak. Nah, yang perlu dipikirkan adalah... mau apa dan terjadi apa setelah pemilihan ini. Kalo habis pemilihan, diitung dan diketahui pemenangnya kemudian terjadi ribut-ribut karena ada yang enggak puas trus ujung-ujungnya pada berantem, suasana jadi kacau dan mencekam... ato para wakil rakyat yang sudah dilantik, karena keenakan duduk di kursi empuk trus jadi ngelupain janji-janji mereka pas kampanye untuk lebih mikirin rakyat,... ya... enggak ada gunanya ada pemilihan umum.... wong ujung-ujungnya malah menyengsarakan kita sendiri.

Makanya, untuk para wakil rakyat yang nanti bakalan duduk di kursi empuk hendaknya selalu ingat (walau udah sangat klise) bahwa jabatan yang diemban ini adalah amanah dari rakyat. Bukan jabatan yang kemudian malah digunakan untuk kepentingan sendiri, untuk menumpuk kekayaan yang enggak terbatas. Ingat, kekayaan, pangkat dan jabatan, enggak akan menolong dan kita bawa pas kita mati! Trus untuk yang enggak kepilih ato kalah hendaknya bisa legowo dan menerima. Selanjutnya bersama-sama mendukung yang menang untuk membangun negeri ini menuju negeri yang semakin maju dan mensejahterakan rakyatnya. Oleh karena itu marilah kita selalu mengembangkan rasa DAMAI dan meningkatkan persatuan di antara kita sebagai anak bangsa.

Tidak ada komentar: