Namanya Timotius Agung Darmawan tetapi orang-orang lebih suka memanggilnya Pak Wawan. Orangnya ramah dan baik hati. Dalam setiap perayaan hari besar seperti Natal dan Paskah, Pak Wawan selalu terlibat dalam kepanitiaan. Biasanya, ia diserahi tugas mengurusi listrik, lampu, lcd serta video. Setiap melaksanakan kewajibannya, Pak Wawan selalu bekerja sungguh-sungguh. Mulai dari sebelum perayaan, selama perayaan hingga selesai perayaan. Saat orang-orang sibuk pergi ke mal membeli baju baru untuk merayakan Natal atau Paskah, Pak Wawan sibuk di gereja mempersiapkan lampu-lampu yang akan di pasang di tenda-tenda di halaman gereja. Ketika orang mengikuti perayaan di gereja, Pak Wawan malah hilir mudik untuk sekedar ‘ngecek’ lampu, lcd dan video yang digunakan mendukung perayaan. Dan saat orang-orang sudah beristirahat di rumah, Pak Wawan masih harus membereskan segala peralatan yang selesai digunakan.
Lain lagi dengan Ndaru, seorang anak yang baru duduk di kelas 4 Sekolah Dasar. Setiap pagi ia rutin mengikuti misa pagi. Hebatnya, ia tidak hanya sekedar ikut tetapi selalu menjadi petugas misdinar yang membantu Romo selama berlangsungnya misa.
Dalam keseharian, kita juga sering berjumpa dengan orang-orang yang berlaku seperti pribadi di atas. Diantaranya adalah para penyapu jalan. Pernahkah kita membayangkan bahwa para penyapu jalan itu harus mulai berangkat pagi-pagi, mempersiapkan peralatan dan melakukan pekerjaannya di saat hampir sebagian orang masih terlelap? Pernahkah kita berpikir bahwa karena apa yang mereka lakukan, jalanan menjadi bersih dan enak dipandang hingga akhirnya membuat kota kita berhasil memperoleh Adipura? Ironisnya, mereka justru memperoleh upah yang kecil, tanpa jaminan kesehatan dan tidak mendapat uang pensiun ketika mereka sudah tidak sanggup lagi bekerja.
Pak Wawan berusaha memberi pelayanan sesuai tugas yang sudah diberikan dengan harapan, umat dapat mengikuti perayaan dengan nyaman dan kusyuk tanpa terganggu oleh lampu yang tiba-tiba mati atau lcd dan video yang tidak berfungsi dengan baik. Ndaru membantu Romo dengan tujuan agar misa berlangsung lancar dan umat terlayani dengan baik. Pun dengan para penyapu jalan. Mereka selain ingin mendapatkan upah dari pekerjaannya, juga berharap lingkungannya menjadi bersih.
Semua orang ingin mendapatkan pelayanan yang baik bahkan kalau bisa yang terbaik. Namun, tidak setiap orang bisa dan mau memberikan pelayanan dengan baik. Maka tidak heran jika kadang pas kita pergi ke mal, pasar, toko-toko kelontong, counter-counter saat ada pameran atau sedang mengurus sesuatu di kantor pemerintah maupun swasta dan tidak mendapatkan pelayanan yang semestinya, kita menjadi gusar, jengkel, bersungut-sungut dan kadang malah ngomel panjang lebar. Tapi di sisi lain, tanpa sadar kita juga berulangkali melakukan hal yang sama. Ketika melayani istri atau suami, terhadap orangtua atau anak, terhadap tetangga yang lagi butuh bantuan atau saat sedang memberi pelayanan di tempat ibadat.
Ada 3 semangat yang perlu dimiliki untuk bisa melayani dengan baik. Pertama, semangat tanpa pamrih. Ketika melayani, kita harus memberikannya secara tulus. Jangan melayani karena ada motif-motif tertentu. Memperoleh keuntungan materi, biar lebih dikenal orang atau keinginan menonjolkan diri. Jadi, ketika ada orang yang sedang membutuhkan sesuatu, kita berusaha melayani orang tersebut dengan penuh keikhlasan sebisa kita, bukan semau kita. Kedua, semangat tidak pilih-pilih. Pelayanan yang baik diberikan untuk semua orang tanpa memandang tingkat ekonomi, jabatan, suku, agama atau jenis kelamin. Kita juga diharapkan tidak pilih-pilih terhadap pelayanan yang kita lakukan. Meski pelayanan itu bukan yang disukai tetapi kita tetap mengerjakannya dengan senang hati. Ketiga, semangat memberi. Melayani berarti memberikan sesuatu bukan mendapatkan sesuatu. Jangan pernah berpikir, kita akan mendapat apa dari pelayanan yang kita berikan lebih-lebih berharap keuntungan. Sebab jika demikian yang terjadi, kita hanyalah pedagang, yang selalu menghitung untung dan rugi.
Di atas semua itu, kita perlu melayani dengan hati. Dengan kejujuran, ketulusan, keramahan dan selalu menghargai orang lain. Melayani dengan hati merupakan wujud syukur kita kepada Tuhan yang telah memberi kehidupan dan segala anugerah untuk kita.
8 komentar:
Terkadang, bahkan sering kita menganggap dan menginginkan selalu di layan bak seorang raja. Meskipun hakikatnya kita adalah rakyat jelata. Eh, nyambung gak yah mas...???
salam kenal saya mas dengan pak wawan...
dan sukses untuk mas goen-nya
jika kita setia dgn perkara2 kecil suatu saat nanti Tuhan akan memberi kita perkara2 besar.
so, kita gak bisa memandang sebelah mata org yg menurut kita kecil karena sesungguhnya pelayanan mereka sangat berarti cie...cie.....ya kan mas....
memberi lebih baik daripada menerima...
ya, penting untuk memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan
tulisannya bagus pak..
tapi menggunakan hati emmang kadang tergantung mood juga...
namun tetap salut buat mereka yg benar2 bisa konsisten melayani dengan hati
berkunjung ke blog teman....sukses selalu....
ditunggu kunjungan baliknya di blogfetra ada artikel tentang Helikopter Puma TNI-AU Jatuh Di Bogor
Melayani dengan hati memang tidak mudah. Apalagi kebanyakan orang lebih suka dilayani daripada melayani.
Nice post !
Posting Komentar