Senin, 29 Juni 2009

Melihat ke Dalam

Beberapa hari sudah berlalu sejak peristiwa itu, tapi hati Karin masih terasa begitu perih. Ada beragam tanya yang masih berkecamuk di kepalanya. Mengapa ‘sesepuh’ itu hanya melihat dari satu sisi? Mengapa ia tidak melihat segala jerih payah yang telah dilakukan oleh Karin dan teman-teman genk Neronya? Bukankah selama ini mereka yang justru banyak terlibat dan ikut ‘bersusah payah’ ketika komunitas mereka punya gawe. Ya jualan parcel-lah, kunjungan ke suatu tempat-lah dll. Apakah semua jerih payah itu sudah tidak berharga lagi? Mengapa ‘orang’ yang berniat menjadi ‘penengah’ malah justru mamanaskan situasi? Mengapa ‘teman’ yang selama ini akrab dan ‘ubyang-ubyung’ dengan Karin and the genk terkesan menjadi ‘musuh dalam selimut’? Mengapa pilihan ketua baru yang ‘tidak sah’ karena memilih orang yang tidak hadir dan terkesan memaksakan kehendak, masih terus dilanjutkan dan diakui sebagai keputusan bersama? Ah, beragam pertanyaan itu membuat Karin bertambah pusing dan tidak tahu mesti berbuat apa. Ada teman yang memberinya usul untuk mencari penengah yang netral agar bisa meluruskan permasalahan itu, tapi hati Karin masih ragu. Pun ketika para ‘sesepuh’ itu berinisiatif untuk menemui dirinya, Karin berusaha menghindar. Bukankah sebenarnya masalah ini adalah masalah ‘kecil’ yang dibesar-besarkan, yang justru berasal dari mereka sendiri?

Melihat ke dalam. Itu yang sebaiknya dilakukan oleh Karin dan teman-teman se’genk’nya. Juga oleh para ‘sesepuh’ dalam komunitas mereka. Karena hakikatnya tidak ada manusia yang sempurna. Di balik kekuatan pasti ada kelemahan. Di antara kejahatan pasti tersembul kebaikan yang memiliki arti. Melihat ke dalam sebaiknya dilakukan setiap waktu, setiap saat. Apakah tutur kata dan perbuatanku telah melukai perasaan dan merugikan orang lain? Apakah ketika berelasi dengan orang lain, aku sudah menerapkan prinsip ‘keseimbangan’ (Aku ingin dihormati maka aku harus menghormati, aku tidak ingin dilukai maka aku juga tidak akan melukai, aku menginginkan hal-hal yang baik bagi diriku maka aku juga akan memberikan hal yang baik untuk orang lain)?

Nah, ketika ‘melihat ke dalam’ sudah dilakukan, hati kita pun pasti akan mencair dari kebekuan. Pusing yang menggerogoti kepala pun akan hilang dengan sendirinya. Kita akan menjadi ‘legowo’ ketika harus meminta maaf karena telah menyebabkan timbulnya masalah. Pun bagi orang yang merasa tersakiti pasti akan berbesar hati untuk membuka pintu maaf. Kaca yang retak memang tidak akan indah lagi seperti awalnya. Namun, kita bisa menjaga agar retakan kaca itu tidak bertambah, yang justru akan membuatnya pecah berkeping-keping. Semoga.

14 komentar:

Sinta Nisfuanna mengatakan...

tidak ada manusia yang sempurna, butuh rasa toleransi dan memahami supaya kehidupan menjadi balance

ada untaian kalimat yang sya dapet dari sebuah pembatas buku, semoga bisa bermanfaat

Selalu ada tempat berbenah bila kita keliru; selalu ada ruang untuk mengerti bila kita tidak tau; selalu ada kesempatan bila kita mau berusaha; semangat, memberi kita energi keberlangsungan; sikap arif dan bijak member kita kendali keseimbangan

Anonim mengatakan...

Istilah musuh dalam selimut sebenarnya tdk ada...peristiwa itu dimulai dr evaluasi....dan sekali lg jika tdk ada pertemuan untk membahas semuanya dg tenang, mslh tdk akan selesai..."Ketika semua jalan tertutup dan seakan - akan tidak ada lagi harapan,ketika itu Tuhan Yesus buka jalan & pertolonganNya tidak pernah terlambat ;)

Fanda mengatakan...

"Kaca yang retak memang tidak akan indah lagi seperti awalnya. Namun, kita bisa menjaga agar retakan kaca itu tidak bertambah, yang justru akan membuatnya pecah berkeping-keping"

Kalimat yg indah sekali. Konflik bisa dibilang bumbu sebuah masakan bernama hidup. Tak ada org yg persis sama dlm fisik, apalagi dalam cara berpikir. Itulah awal terjadinya konflik. Namun justru dgn konflik, kita belajar utk menerima semua yg berbeda dgn kita, dan memecahkan masalah dgn hati yg sejuk.

Tak ada konflik yg tanpa jalan keluar, hanya dgn hati yg sejuklah kedua belah pihak bisa duduk bersama utk meluruskan permasalahan dan mencegah spy retakan kaca itu tak bertambah parah, dan bgmana agar kaca itu tak perlu retak di tempat lain lagi..

Nice post, mas! Seperti biasa...

Lily Simangunsong mengatakan...

kaca yang pecah itu bisa menjadi indah kalo kita mau merubahnya.... ^-^

MASIVER mengatakan...

melihat ke dalam memeng baek...tapi orang seperti apakah yg harus melihat ke dalam?

Unknown mengatakan...

Terkadang kita memang sering disibukkan untuk mencari kelemahan seseorang sehingga kita lupa bahwa kitapun punya banyak kelemahan..
makasih mas dah mengingatkan

multyone mengatakan...

setelah membacanya saya berusaha bercermin pada diri sendiri, patut jadi renungan, trims

waroengdollar mengatakan...

Sumber inspirasi, terima kasih

iwan setiawan mengatakan...

wah koment apa ya, saya lihat komentar2nya puitis semua..saya jadi bingung mau nulis apa..:) yang jelas go for it..!

MASIVER mengatakan...

melihat ke dalm bagi orang2 yang salh akn semakin membanggakan mereka...

akan semakin memojokkan yang benar...

seribahasa mengatakan...

yang jahat dibuat sempadan yang baik dijadikan pedoman. ngak selalu yang jahat itu jahat selamanya yang baik itu baik seterusnya.

wiyono mengatakan...

Blog anda sangat luar biasa, infonya menarik simpatik para pembaca, bahasanya lugas dan tegas… terus posting bro mendekati pilpres posting tentang pilpres dong bro sesekali biar kita bisa tahu seputar itu..disamping tentang ngevlog juga he he he
Kasih aku link ya bro..

reni mengatakan...

Aku jadi ingat kata-kata bijak yang berbunyi : jika satu jari kita menunjuk pada orang lain, maka sebenarnya keempat jari lainnya menunjuk kepada diri kita..!!
Nice post... Makasih sharingnya..

fanny mengatakan...

hehehe.... keren!!!
sesuai jalan cerita....... karin.. karin... dirimu memang begitu malang