Kamis, 04 Juni 2009

Men'semut'kan Manusia


Mungkin terasa agak ganjil judul di atas. Mungkin juga kita akan menerka-nerka apa maksudnya. Nah, biar tidak tambah penasaran, mari kita coba memaknai rangkaian kata tersebut. Men’semut’kan manusia memiliki arti menjadikan manusia seperti semut. Lho, kok? Bukankah manusia dan semut itu berbeda? Kalo hal itu dilakukan bagaimana caranya? Dalam hal apa? Apa alasannya?

Menjadikan manusia seperti semut hanyalah sebuah ungkapan, jadi jangan diartikan secara harafiah, persis plek… karena hal itu tidak akan mungkin, menyalahi kodrat dari Tuhan dan pastinya hanya ada di film-film animasi bikinan Walt Disneys. Ungkapan ini lebih merujuk pada sikap, perilaku dan kebiasaan yang dilakukan oleh semut.

Barangkali, entah sengaja maupun tidak, kita pernah melihat iring-iringan semut yang tengah mencari makan. Biasanya, ketika menemukan makanan, mereka akan segera bahu-membahu, saling tolong dan bekerjasama memindahkan makanan sampai ke sarang. Saat bertemu dengan sesama dalam perjalanan, mereka akan berhenti sejenak, saling sapa dan kemudian melanjutkan perjalanannya kembali.

Bagaimana dengan manusia? Apakah manusia juga saling menyapa ketika bertemu dengan sesamanya? Atau malah bersikap acuh tak acuh karena merasa diri lebih terhormat dan lebih tinggi derajatnya? Bagaimana dengan saling memberi pertolongan? Di sebuah stasiun televisi swasta, ada sebuah program reality show yang berjudul ‘MINTA TOLONG’. Seorang bapak atau ibu kadang juga anak-anak, disiapkan sebagai ‘umpan’. Ia kemudian akan meminta pertolongan kepada orang-orang yang ditemuinya dalam perjalanan. Minta tolong untuk dibelikan sesuatu atau membeli barang yang sudah dibawanya untuk sekedar makan, menebus obat di rumah sakit atau untuk membeli kebutuhan harian. Seringkali reaksi yang muncul adalah sebuah penolakan, jijik dan lari menghindar. Bahkan dalam salah satu episode, seorang ibu marah-marah, ngomel panjang lebar dan sempat berlaku kasar ketika ada seorang anak kecil yang tiba-tiba minta tolong dibelikan seragam sekolah karena ia tidak punya uang.

Memberi pertolongan sering dimaknai sebagai sarana untuk mencari dukungan, memperoleh simpati atau pamrih-pamrih pribadi lainnya. Contoh paling nyata dapat dlilihat pada pemilu legislatief lalu. Para caleg berlomba-lomba memberikan pertolongan kepada orang-orang dan lingkungan di sekitarnya. Membantu pengaspalan jalan desa, membelikan paving, membelikan kerbau atau sapi, membantu dana perbaikan masjid, rumah sampai acara bagi-bagi uang. Nah, ketika mereka akhirnya enggak kepilih karena jumlah suaranya tidak memenuhi syarat, mereka ramai-ramai menarik kembali bantuan yang pernah diberikan. Menggelikan...

Di dunia semut, juga tidak pernah ada pertikaian atau intrik. Meski terdiri dari beberapa kasta (ratu, jantan, prajurit dan pekerja) dengan tugas masing-masing, mereka dapat hidup bersama dan saling memberi dukungan satu sama lain. Coba bandingkan dengan manusia? Dalam kehidupan sebagai makhluk sosial, hubungan antar manusia dipenuhi dengan berbagai konflik kepentingan. Tidak jarang konflik-konflik ini melahirkan aneka kekerasan yang berujung pada hilangnya nyawa, perebutan kekuasaan, hingga keinginan untuk saling menguasai.

Jadi, betapa pentingnya men’semut’kan manusia. Sebab darinya kita bisa belajar tentang artinya ‘nguwongke’, memberi pertolongan dengan tulus untuk mencapai kebaikan bersama dan hidup berdampingan dengan penuh kerukunan, menghormati dan menghargai satu dengan yang lain.

Nah, kalau semut saja bisa, mengapa kita yang sudah diberi akal dan pikiran tidak bisa melakukannya?

15 komentar:

anazkia mengatakan...

Semoga kita mampu bersikap seperti semut, tanpa harus menggigit dan menyakiti yang lain. Wallahu'alam...

riosisemut mengatakan...

Itulah knapa aku suka bngt pake ID Semut, semut itu slalu saling bantu antar tman, dia care bngt sma tman sekoloninya. Kamu bs jg bc postinganku, 'mengapa koq Semut?'

Aku follow balik ya...

Unknown mengatakan...

seharusnya kita bisa lebih baik lebih dari semut....(binatang)

reni mengatakan...

Pelajaran berharga dari semut nih...
Nice posting !!

eha mengatakan...

yang 'dirasani' ada yang ikut baca ndak ya? kalo ada, semoga tobat ... bukannya malah menggugat

mareas nami sipayung mengatakan...

nice posting...
bagai mana beeberapa puluh tahun lagi yah?kalo sekarang aja semut sudah lebih baik di banding manusia..
==================================
KONTES BLOG Klik di sini

Admin mengatakan...

Wah Keren....
Semut memang Sebangsa Hewan yg Punya peradaban Tinggi. Mereka masing2 punya Jiwa Sosial tinggi. Dan Punya Dedikasi, teamwork yang juga perlu ditiru.

Bangsa ini perlu belajar padanya

Fanda mengatakan...

Betul mas, manusia yg katanya makhluk paling sempurna di jagat raya ini malah hrs belajar dari hewan. Kayaknya kebebasan yg diberikan dari penciptaNya malah disalah-gunakan.

Unknown mengatakan...

shrusny org2 keras kepala yg smbong mbca ini y

Ani mengatakan...

Postingan yang bagus mas. Nggak ada salahnya kok kita mengikuti sifat2 semut yang baik..

buwel mengatakan...

hehhehhe, setuju ama mas mut tuh...
tapi tetep ajah yang paling sempurna manusia, wong nabinya aja dari bangsa manusia bukan bangsa semut...hehehehehh....
nice posting mas...salam kenal..

Dinoe mengatakan...

Nice post..memang semut termasuk hewan yg tolong menolong...dan kegotong royongan semut pantas dijadikan acuan dan pemikiran dalam berinteraksi dlm masyarakat..

Nadja Tirta mengatakan...

Belajar dari semut ya pak :)

Purnawan Kristanto mengatakan...

Mengapa tidak menggunakan kata "menyemutkan" saja? Huruf "S" jika bertemu dengan awalan "me-" akan luluh, menjadi "ny". Cuma saran saja. Nice blog anyway

Purnawan mengatakan...

Mengapa tidak menggunakan kata "menyemutkan" saja? Huruf "S" jika bertemu dengan awalan "me-" akan luluh, menjadi "ny". Cuma saran saja. Nice blog anyway