Selasa, 21 Juli 2009

Mencari Kebahagiaan

Beberapa puluh tahun yang lalu, hiduplah dua orang bersaudara, si Sulung dan si Bungsu. Mereka hidup sebatang kara. Ayah dan ibu mereka meninggal akibat kecelakaan kereta api pada saat mereka beranjak remaja. Semenjak saat itu, dengan penuh keprihatinan, mereka bahu membahu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Ketika sudah sama-sama dewasa, si Sulung dan si Bungsu sepakat untuk pergi mencari kebahagiaan yang selama ini belum pernah mereka rasakan. Setelah membagi harta warisan yang tidak seberapa dan saling berpelukan sambil bercucuran air mata untuk terakhir kalinya, mereka berpisah. Si Sulung menuju ke utara sedangkan si Bungsu ke selatan.

Lima belas tahun berlalu. Si Sulung yang terkenal ulet dan gigih, kini telah menjadi seorang pengusaha yang sukses. Perusahaannya tersebar di mana-mana dengan jumlah karyawan ribuan dan omzet yang mencapai trilyunan. Rumahnya sangat besar dengan beberapa mobil mewah yang tersimpan rapi di dalam garasi. Istri si Sulung sangat cantik dan kebetulan juga seorang wanita karier yang punya jabatan cukup tinggi di kantornya. Dari perkawinan mereka, lahirlah anak laki-laki. Bimo namanya.

Sementara itu, si Bungsu sudah menjadi pertapa di sebuah dusun yang cukup terpencil. Setiap hari ia setia bertekun dalam doa.

Awalnya, si Sulung menganggap bahwa kekayaan itulah kebahagiaan yang selama ini ia cari. Namun perlahan-lahan setelah sekian tahun bergelimang kekayaan, ia merasakan hidupnya hampa. Di kantor saat bersama-sama dengan para karyawannya, ia seringkali harus memakai wajah palsu. Pura-pura gembira dan tertawa lepas padahal jauh di dalam lubuk hatinya, ia merasa kesepian. Di rumah saat pulang dari kantor, seringkali ia mendapati rumah yang kosong dan sepi. Memang, ia sendiri selalu pulang larut malam dengan badan yang sangat capai. Dan kalau sudah begitu, ia tidak sempat lagi memikirkan istri dan anak semata wayangnya. Pun demikian juga dengan istrinya. Komunikasi di antara mereka berdua pun menjadi mandeg.

Kekayaan yang berlimpah dan curahan kasih sayang yang sangat minim ternyata membawa pengaruh buruk bagi Bimo. Ia yang beranjak remaja mulai mencari hal yang tidak didapatkannya di rumah melalui pergaulan dengan teman-temannya. Sayang, lingkungan pergaulannya adalah lingkungan yang buruk. Lingkungan yang sangat akrab dengan obat-obat terlarang dan minuman keras. Akhirnya, Bimo terjerumus dalam kedua hal itu. Bahkan karena merasa bebas dan punya banyak uang, ia menjadi sangat ketagihan. Bimo merasa bahwa hidupnya tidak akan bahagia bila sehari saja tidak mengkonsumsi obat-obat terlarang.

Akhirnya, malapetaka itupun datang. Istri si Sulung ternyata selama ini diam-diam telah memiliki PIL (Pria Idaman Lain). Pria itu adalah teman sekantornya yang lebih muda, lebih ganteng dan lebih bisa memberikan perhatian. Saat ketahuan selingkuh, istri si Sulung dengan serta merta mengajukan gugatan cerai. Si Sulung tidak bisa mengambil jalan lain selain menerima gugatan itu. Ia kadung sakit hati atas penghianatan dan ketidaksetiaan istrinya.

Bimo shock mendengar keputusan kedua orangtuanya. Ia sangat sedih dan kemudian melampiaskan kesedihan itu dengan mengkonsumsi banyak obat. Akibatnya ia mengalami overdosis yang parah dan harus dilarikan ke rumah sakit. Sayang seribu sayang, semuanya sudah terlambat. Bimo akhirnya meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah sakit.

Dunia seakan runtuh bagi si Sulung. Apa yang diimpikannya selama ini musnah sudah. Hanya dirasakannya gelap yang semakin bertambah pekat. Kesedihan yang begitu dalam membuatnya jatuh terpuruk. Beruntung di saat-saat yang genting ini ia bertemu kembali dengan si Bungsu.

Ternyata, si Bungsu juga tidak bahagia. Ia selalu merasa gundah saat melihat kehidupan orang-orang di sekelilingnya. Mereka hidup dalam kemelaratan. Gubug yang reot, pakaian dan makanan seadanya serta lingkungan yang sudah rusak. Sementara dirinya hanya sibuk memikirkan diri sendiri dan tidak bisa melakukan apa-apa. Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi mencari saudaranya.

Pertemuan dua saudara yang sudah berpisah sekian lama begitu mengharukan. Air mata seakan tumpah bagaikan aliran sungai di saat banjir bandang. Apalagi kisah keduanya sarat dengan cerita tentang kesedihan dan kegagalan.

Si Sulung dan si Bungsu ingin bangkit dari keterpurukan. Mereka akan mulai menata kembali kehidupan mereka. Keduanya berjanji untuk tidak lagi berpisah.

Mereka kemudian pergi. Tujuannya adalah dusun dimana dahulu si Bungsu pernah tinggal. Di tempat ini, si Sulung akan berusaha melupakan segala kenangan pahit dan membuka lembaran kehidupan baru sembari memberikan bantuan bagi warga dusun sesuai harapan si Bungsu.

Di dusun yang terpencil itu, si Sulung dan si Bungsu mendirikan Pondok Cinta. Ya, Pondok Cinta. Sesuai dengan namanya, si Sulung dan si Bungsu ingin memberikan cinta bagi semua saja yang datang atau yang mereka temui dalam pergumulan hidup mereka yang baru. Si Sulung dengan kekayaan yang dimilikinya mulai membantu warga dusun untuk memperbaiki rumah-rumah mereka, memperbaiki jalan-jalan, mendirikan tempat ibadah dan sekolah, juga menyediakan tempat untuk usaha. Si Sulung dan si Bungsu dengan bantuan seluruh warga dusun berusaha memperbaiki lingkungan mereka yang sudah rusak. Tanah-tanah mulai diolah, diberi pupuk dan ditanami aneka tanaman yang bisa mereka konsumsi. Hutan yang sudah gundul akibat penebangan liar mulai ditanami lagi dengan pohon-pohon yang baru. Sungai-sungai yang kotor dan tercemar kembali dibersihkan.

Sementara itu si Bungsu yang piawai dalam ilmu agama mulai mengajarkan kepada setiap warga dusun pentingnya selalu bersyukur dan berdoa kepada Tuhan sang pencipta hidup dalam situasi apapun.

Beberapa tahun kemudian, wajah dusun itu berubah total. Dusun yang dahulu terpencil kini sudah dikenal oleh banyak orang. Penduduk yang semula miskin kini sudah hidup dengan layak. Lingkungan yang dahulu rusak dan tandus telah berubah menjadi tanah-tanah yang subur dengan aneka tumbuhan yang menghijau sejauh mata memandang. Kehidupan warga dusun dipenuhi dengan hasrat akan cinta. Saling tolong-menolong, menghargai satu sama lain, menghibur yang kesusahan, menggendong yang lemah. Pokoknya semua hidup dalam suasana yang guyub dan rukun.

Si Sulung dan si Bungsu bahagia melihat semua ini. Rupanya inilah kebahagiaan sejati yang selama ini mereka cari. Bahagia ketika melihat orang lain tersenyum dengan penuh kegembiraan dan bisa mengucap syukur atas segala anugerah Tuhan. Rasanya, mereka akan sangat ikhlas jika hari ini Tuhan memanggil mereka.

19 komentar:

Kabasaran Soultan mengatakan...

Komennya ntar aja bro ...ditunggu lanjutannya.
nice story ...mencerahkan

Unknown mengatakan...

enaknya happy ending mas...

si sulung mempercayai si bungsu untuk membagikan keuntungan perusahaan bagi kaum papa...

[mas goen cuma ngetes nih...:D]

ina mengatakan...

uang memang bukan segala, kebahagiaan bukan berarti uang melimpah,...

kasihan si Bimo,... jadi korban orangtuanya,...

Omtomi mengatakan...

Kunjungan kawan, wah blog kamu bagus yah saya pribadi jadi betah berkunjung.
Ada rahasia atau tipsnya gak kawan?? ajarin saya donk...hehehehe.

Oh ya kawan jangan lupa dukung blog saya juga yah dalam ajang kontes blog yang diadakan oleh alnect komputer, mudah2an saya bisa jadi salah satu pemenangnya...Amien!!
Salam kenal dari saya..omtomi! Balas

Omtomi mengatakan...

Kunjungan kawan, wah blog kamu bagus yah saya pribadi jadi betah berkunjung.
Ada rahasia atau tipsnya gak kawan?? ajarin saya donk...hehehehe.

Oh ya kawan jangan lupa dukung blog saya juga yah dalam ajang kontes blog yang diadakan oleh alnect komputer, mudah2an saya bisa jadi salah satu pemenangnya...Amien!!
Salam kenal dari saya..omtomi! Balas

Fanda mengatakan...

Loh lanjutannya kok malah bingung, mas? Ini tebakan ya? Aku mending nungguin lanjutannya aja deh..

Ihdam mengatakan...

uang memang bukan segalanya tapi segalnya butuh uang hahahaha

Rachel mengatakan...

Inti cerita ini adalah kekosongan jiwa ...
Ditunggu next nya

eha mengatakan...

Kebahagiaan itu tidak untuk dicari. Happiness is a state of mind. Dan definisinya buat masing2 orang juga beda2.

SeNjA mengatakan...

hemmmm.......cerita yg indah mas,menginspirasi.

yup,semua org sellau mencari kebahagiaannya....termasuk aku dan mas pastinya.

kebahagiaan seperti apa yg membuat mas bahagia ? hihihi....

Kalo aku,salah satu kebahagiaanku mendapat kunjungn dari para sahabat bloger dong he..

none mengatakan...

kira-kira ini kisah nyata apa bukan???

fanny mengatakan...

kebahagiaan sesungguhnya adalah pada saat kita bisa menebarkan cinta pada mereka yg membutuhkan.

Nadja Tirta mengatakan...

Sering saya lupa bersyukur,
berlari mengejar fatamorgana,
yang dinamakan bahagia
padahal sudah ada di depan mata..

Bener kata eha : Kebahagiaan itu tidak untuk dicari. Happiness is a state of mind.

Bener juga kata irmasenjaque: Kalo aku,salah satu kebahagiaanku mendapat kunjungan dari para sahabat bloger dong hehe..

Terimakasih tulisannya sudah mengingatkan saya mas..

budiawanhutasoit mengatakan...

entry yang bagus..ini real story ya..
ditunggu kelanjutannya ya..

Yudie mengatakan...

Kebahagiaan karena cinta kasih yang tulus...
Nice post Mas...

buwel mengatakan...

cerita yang penuh pesan.....good post bro

Anggy mengatakan...

uang emang bukan segalanya ttapi untuk hal-hal lainnya yang penting dan untuk membangun kesuksesan kita perlu uang

Desti mengatakan...

Met malam...

blogwalking and dropping by...

Happy blogging!

Ditunggu kunjungan dan komen baliknya...

Trims

Anonim mengatakan...

baik bangat kamu ya..