Sabtu, 03 Oktober 2009

Gempa Itu...

Sore itu jalanan begitu ramai. Ridwan bergegas memacu motornya. Terbayang di benaknya, wajah Raden, putra semata wayangnya yang baru berusia satu bulan. Kehadiran Raden sungguh mengubah hari-harinya. Apalagi Raden adalah buah cinta yang sudah sekian lama dirindukannya. Semenjak menikah dengan Ratna, istrinya, hal pertama yang diinginkan Ridwan saat itu adalah segera mendapatkan momongan. Namun Tuhan berkehendak lain. Tuhan ternyata ingin menguji kesabarannya. Satu tahun, dua tahun hingga menjelang tahun ke-14 belum ada tanda-tanda kehamilan pada diri Ratna. Namun ia tidak patah semangat. Segala upaya dicoba, segala doa didaraskannya dengan penuh kesungguhan. Ia percaya, Tuhan punya rencana yang indah untuk keluarganya. Dan akhirnya, Tuhan menjawab doa-doanya, Ratna hamil tepat saat usia pernikahan mereka menginjak tahun ke-14.

Suara klakson yang begitu nyaring membuyarkan lamunan Ridwan. Ah, karena keasyikan melamun, hampir ia menabrak sebuah mobil. Untung suara itu menyadarkannya sehingga ia masih sempat membelokkan kendaraannya dan tidak terjadi kecelakaan. Bergegas Ridwan meminta maaf kepada pengemudi mobil itu. Tapi rupanya pengemudi mobil itu tidak begitu saja menerima permintaan maafnya. Setelah puas mencaci-maki, pengemudi mobil itu segera pergi, melajukan mobilnya dengan kencang. Ridwan hanya bisa mengelus dada…

Setelah hampir setengah jam dalam perjalanan, Ridwan sampai di rumahnya. Sejenak ia memarkir motornya di halaman lalu bergegas masuk rumah. Di ruang tengah ia melihat istrinya sedang menggendong Raden yang tengah tertidur.

“Raden sayang, lagi bobok ya…,” kata Ridwan sambil mencium kening putranya.

“Huss… jangan keras-keras mas… Ia baru saja tertidur. Nggak tahu kenapa, dari tadi siang ia rewel dan nangis terus…” kata Ratna mengingatkan. “Mau makan mas?” lanjut Ratna.

“Nanti aja, ma. Aku mau membetulkan motorku dulu. Rasanya kok ada yang enggak beres…” jawab Ridwan sembari bergegas mengambil kotak peralatan yang terletak di bawah kasur.

Beberapa menit kemudian, Ridwan sudah tenggelam dalam kesibukannya.

Tiba-tiba bumi berguncang sangat hebat. Ridwan tidak sempat berpikir apa yang sudah terjadi karena tiba-tiba saja sepeda motor yang tengah diutak-utiknya, jatuh menimpa dirinya. Membuat dirinya tidak bisa bergerak. Dan saat pandangannya terarah ke rumahnya. Oh… Tuhan!!! Rumah itu sekarang sudah rata dengan tanah, mengubur hidup-hidup Ratna dan Raden, putra kesayangannya. Ia ingin berteriak tapi bibirnya kelu. Hanya tetes air mata yang terus membanjir. Beberapa saat kemudian semuanya terasa gelap. Hening. Sepi.

9 komentar:

lina@happy family mengatakan...

Dalam sekejap mata, semua bisa musnah dan hancur...

Bang Ancis mengatakan...

Hmmm jadi sedih... kenapa negeri kita sering kena musibah ya?


Turut berduka atas tragedy Gempa Sumatera....

SeNjA mengatakan...

semoga yg tengah mendapat musibah diberikan kesabaran dan kekuatan ya mas :(

sedih banget liat berita di TV akhr2 ini,miris rasanya.....

genial mengatakan...

turut berbelasungkawa buat korban gempa di sumatera dan sekitarnya.. semoga di kuatkan :(

Unknown mengatakan...

Turut berduka cita atas tragedi gempa yang menimpa Tanah Sumatera
semoga ini merupakan tragedi yang terakhir dan tak terulang lagi

JOLA76 mengatakan...

itulah kuasa Tuhan, manusia boleh berencana tapi Tuhan jualah yang menentukan

Aryo Halim mengatakan...

makanya pemerintah membuat undang2 ttg pemukiman dan bangunan di daerah rawab gempa, padang kan termasuk sering, saya lihat banyak yg tertimbun tanah longsor kalau gempa, ya mbok jangan bikin rumah disitu

Asep-bogor mengatakan...

Kita do'akan saja semoga, saudara2 kita yang kena musibah gempa diberikan ketabahan dan kesabaran...jangan lupa bagi kita2 yg tidak terkena musibah unt menyisihkan sedikit rezekinya.. salurkan bantuan kita melalui lembaga resmi.

Seri mengatakan...

itulah yang dikatakan takdir, apa pun yang ada pada kita semuanya milik yang maha esa. bila sampai saatnya, tidak kira waktu atau tempat pasti akan kembali kepadaNya.