Malam bertambah larut. Pak Mardi duduk terpekur. Diam. Pandangannya kosong, menatap ke arah jalan raya yang mulai sepi dari lalu lalang kendaraan. Sesekali masih terlihat satu dua orang yang tengah berjalan kaki, entah mau kemana.
Pandangannya kemudian beralih ke arah gambar-gambar yang berada di sampingnya. Sudah seminggu ini ia berjualan gambar-gambar itu setiap malam, di sebuah emperan toko yang sudah lama tutup. Gambar-gambar itu saat ini menjadi pilihan mata pencahariannya yang paling realistis setelah ia tak sanggup lagi bekerja sebagai kuli bangunan. Yah, sebuah kecelakaan kerja telah membuatnya mengambil keputusan itu. Kecelakaan yang membuat kaki kirinya menjadi sulit untuk digerakkan. Sementara ia tak memiliki kepandaian yang lain. Maklum, SMA saja ia tidak tamat.
Sejenak, Pak Mardi menghela napas. Perasaannya gundah. Sudah sedari petang saat ia mulai membuka dagangannya hingga malam semakin larut, tidak ada satu orang pun yang datang. Terbayang di benaknya wajah Marni, istrinya, dan Galih, putra semata wayangnya, yang sedang menunggu di rumah.
Marni. Ah… mengingat istrinya itu, Pak Mardi selalu bersyukur. Ternyata pilihannya memang tidak keliru. Marni selalu nrimo dan tidak pernah menuntut macam-macam. Kadang Pak Mardi sendiri yang merasa malu karena selama 10 tahun pernikahan mereka, ia belum juga dapat membahagiakan istrinya. “Tidak apa mas, aku sudah sangat bahagia dengan kehadiran Galih…” begitu ujar Marni jika ia mengungkapkan perasaan itu.
Kehadiran Galih memang telah mengubah semuanya. Tangisan, tawa riang dan segala tingkah polahnya menjadi sumber penghiburan bagi ayah dan ibunya. Sejak saat itu pula, Pak Mardi semakin bersemangat dan tekun melakukan pekerjaannya.
Namun, mencari uang memang tidak mudah. Hanya bermodalkan semangat dan ketekunan saja tidak akan berarti jika kesempatan itu tidak ada. Sering, Pak Mardi merasa iri dengan para anggota DPR yang menyebut dirinya sebagai wakil rakyat. Lewat berbagai tayangan televisi, ia melihat dan mendengar kinerja para wakil rakyat itu jauh dari harapan. Mereka malah terlihat sibuk sendiri dengan berbagai kepentingan pribadinya. Yang lebih parah, ada beberapa dari mereka yang tega menumpuk kekayaan dari hasil korupsi dan kolusi.
Ah… memikirkan hal itu, kadang membuat Pak Mardi tergoda untuk melakukan perbuatan yang tidak baik. Menipu, menjual barang haram (seperti tawaran salah satu teman karibnya yang saat ini sudah menjadi pecandu obat-obat terlarang), dan mencuri. Namun, setiap kali keinginan itu muncul, di saat yang sama ada suara yang selalu mengingatkannya. “Lebih baik menjadi orang miskin yang jujur daripada orang kaya yang penuh tipu muslihat,” pesan ayahnya suatu ketika.
Tiba-tiba lamunannya buyar. Sebuah mobil sedan berhenti tepat di depan Pak Mardi. Dari mobil itu keluar seorang pria berbadan tegap dengan langkah tergesa. Menghampirinya.
“Ada gambar-gambar binatang yang dilindungi pak? Anak saya sangat membutuhkannya untuk pelajarannya esok hari. Sudah beberapa toko buku saya datangi tapi tidak ada yang menjualnya,” kata orang itu dengan ramah.
“Oh… ada… ada pak. Coba saya cari sebentar…” Pak Mardi segera membolak-balik gambar-gambar yang dipajangnya. Sesaat kemudian ia menyunggingkan senyum. “Ini pak gambarnya,” lanjutnya sambil memberikan gambar yang dimaksud.
Orang itu segera menerima gambar dari tangan Pak Mardi. Setelah melihat-lihat sejenak, ia merogoh sakunya dan memberikan lembaran seratus ribuan.
“Maaf pak, harganya hanya sepuluh ribu. Kalau uangnya segitu, saya tidak punya kembaliannya,” kata Pak Mardi.
“Tidak usah dikembalikan pak. Ini sudah rejeki bapak…,” jawab orang itu sambil bergegas masuk ke dalam mobilnya. Beberapa detik kemudian mobil sedan itu melaju meninggalkan Pak Mardi yang masih terbengong-bengong, tak percaya.
4 komentar:
bagus banget artikelnya, Allah memberikan rejeki kepada kita kadang lewat jalan yang tak terduga sebelumnya.
ketekunan, kerja keras dan disiplin diri agar tak menempuh jalan yg tidak terpuji di cerita diatas sangat menyentuh.
banyak manfaat yg diperoleh dari cerita tersebut.
Kesabaran memang selalu berbuah manis. Beruntung Pak Mardi didampingi istri yang setia dan mau menerima apa adanya. Selalu ada hikmah dibalik sikap Pak Mardi yang tabah. Sungguh menyentuh.
Kejujuran pasti akan memberikan sesuatu yang baik kalo kita konsisten dan sabar melakukannya.
Posting Komentar