Namanya Irwan. Ia karyawan paling muda di kantorku. Sehari-hari pekerjaannya adalah sebagai kasir yang menerima hasil penjualan, menghitung dan melaporkannya kepada 'bos' sesaat sebelum kantor tutup. Selain berwajah ganteng, Irwan juga seorang yang supel dan ramah. Hal ini membuatnya cukup disukai oleh teman-teman sekantor. Irwan juga jago membuat kue. Kue buatannya tidak kalah dengan kue buatan toko kue ternama. Selain itu, ia juga orang yang sangat cekatan dan cukup 'prigel otak-atik'. Mulai dari mesin sepeda motor, potong rumput, fogging, sprayer hingga alat-alat elektronik. Semuanya bisa ia tangani dengan baik.
Lain lagi dengan Heri, juga salah satu karyawan (senior) di kantorku. Ia seorang yang lucu dan humoris. Sehari saja tidak ada dia, kantor terasa sepi dan 'nyenyet'. Kadang candaannya memang sedikit kelewatan tapi ternyata justru hal itu yang kami sukai. Heri adalah orang yang 'easy going'. Prinsipnya: hidup ini hanya sekali kenapa harus dibuat susah. Menurut ceritanya, semasa muda dulu, ia adalah orang yang tergolong 'nakal'. Main kartu, minum-minuman keras hingga berkelahi adalah makanannya sehari-hari. Sering jika sedang lapar dan kebetulan tidak punya uang, ia mencari tempat pesta nikah (meski tidak kenal) yang bisa ia sambangi untuk sekedar mencari makan gratis. Namun, semuanya itu kini telah ditinggalkannya semenjak ia menikah.
Heri juga orang yang pinter dan kreatif. Hampir semua benda yang terkena sentuhan tangannya bisa menjadi uang. Potongan kayu sisa gergajian, bambu, batok kelapa, sepasang sepatu usang yang sudah rusak dan bolong-bolong, biji-bijian, kain dan kertas-kertas yang sudah tidak terpakai adalah beberapa contohnya. Selain itu di gerejanya, Heri juga sering dimintai bantuan untuk membuatkan naskah drama (natal atau paskah). Naskah-naskah buatannya kadang 'nyleneh' dan penuh dengan pemikiran-pemikiran kreatif. Kadang juga membuat orang-orang protes. Kok ceritanya begini?
Keprigelan Irwan dan kekreatifan Heri sering membuat aku terkagum-kagum. Bahkan juga timbul rasa iri di hatiku. Kok aku ndak bisa seperti mereka? Aku ndak paham soal utak-utik mesin. Ndak bisa bikin kue yang rasanya enak. Ndak bisa bikin 'sesuatu' yang bisa mendatangkan uang. Pokoknya bila dibandingin mereka aku jadi merasa rendah diri. Hingga suatu ketika ada seorang teman gereja yang meminta tolong kepadaku untuk mengeditkan naskah ceritanya. Katanya, “Minta tolong ya, Mas, naskahku dibikin jadi baik, kan Mas pandai nulis.” Deggg... aku jadi tersadar. Mengapa aku harus iri? Mengapa juga harus rendah diri?
Semenjak awal Tuhan telah menciptakan manusia menjadi pribadi yang unik. Unik karena antara manusia satu dengan manusia yang lain pasti tidak ada yang sama (bahkan untuk yang lahir kembar sekalipun) baik bentuk fisik, ciri tubuh, pola pikir hingga kemampuan yang dimilikinya. Tentu ada tujuan mengapa keunikan ini diciptakan.
Pertama, saling bekerjasama. Jika aku sedang menghadapi persoalan dengan motorku, aku selalu minta bantuan pada Irwan. Ketika aku butuh naskah drama atau hal-hal mengenai seni aku minta tolong ke Heri. Begitupun sebaliknya, ketika Irwan atau Heri punya kesulitan saat harus menyusun suatu naskah atau membikin surat, mereka selalu minta bantuan kepadaku. Kemampuan yang berbeda ternyata mendorong manusia untuk saling bekerjasama. Saling memberi bantuan dan saling melengkapi.
Kedua, saling menghargai. Ketika melihat orang yang mempunyai kemampuan lebih daripada kita, hal pertama yang kita rasakan adalah kekaguman. Kekaguman ini kemudian mendorong kita untuk memberikan penghargaan yang sepantasnya.
Ketiga, tidak memaksa dan belajar menerima. Kemampuan yang berbeda hendaknya juga membuat manusia untuk tidak memaksa atau menilai bodoh ketika orang lain kemampuannya ada di bawah kita dan juga mau belajar untuk menerima kelebihan dan kekurangan orang lain.
Keempat, selalu bersyukur. Kemampuan baik berupa kelebihan atau kekurangan hendaknya selalu kita syukuri sebagai karunia yang telah diberikan oleh Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar