Rabu, 07 Januari 2009

HaPe

Saat ini hampir setiap orang memiliki HaPe. Mulai dari pegawai kantoran yang saban harinya berdresscode kemeja lengan panjang dengan dasi melingkar di leher, para pelajar mulai dari TK hingga perguruan tinggi, mbok-mbok yang jualan di pasar, pedagang makanan keliling, tukang nyapu jalan, tukang sampah, sampai tidak ketinggalan pula para pengemis yang kerjanya minta-minta di perempatan jalan.

HaPe sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam hidup manusia. Lewat dirinya orang tidak hanya bisa berSMS, tapi juga bisa saling kirim gambar, tukar lagu hingga video film. Saat ini lewat teknologi yang semakin canggih, HaPe juga digunakan untuk ‘mengunduh’ atau sekedar membaca berita dan berkomunikasi via internet.

Lalu, apakah HaPe benar-benar bermanfaat bagi kita? Secara kasat mata memang ada begitu banyak hal positif yang bisa didapat dengan memiliki HaPe. Orang menjadi lebih mudah berkomunikasi kapanpun dan di manapun ia berada. Bahkan jika ia tersesat di suatu tempat yang belum dipahami, orang bisa dengan mudah minta bantuan melalui HaPe. Lewat HaPe kita juga dipermudah untuk menyampaikan suatu berita yang sifatnya 'mendesak'. Kerabat yang sakit, mengalami kecelakaan atau bahkan jika ada saudara yang meninggal. HaPe juga bisa membantu ketika kita membutuhkan alat hitung secara cepat, butuh refreshing dengan mendengarkan mp3 atau radio dan juga ketika ingin mengabadikan suatu peristiwa yang penting.

Namun, jika tidak hati-hati, HaPe juga membawa pengaruh negatif yang jika terus dibiarkan akan merugikan kita. Pertama, boros. Coba bayangkan ilustrasi ini: sebuah keluarga dengan dua orang anak. Masing-masing anggota keluarga memiliki HaPe. Tentunya dibutuhkan investasi yang cukup besar untuk membeli HaPe (belum lagi kalau ada kecenderungan selalu ingin mengikuti produk-produk HaPe keluaran terbaru). Kemudian jumlah pulsa yang dipakai oleh ayah, ibu dan anak-anak dalam sebulan. Mungkin minimal bisa mencapai hitungan 100ribuan. Belum lagi kalo semuanya pada demam berSMS dan ngobrol lewat HaPe, tentu hitungannya bisa menjadi berkali lipat.

Kedua, kurang (tidak) menghargai. Dengan memiliki HaPe bisa membuat orang menjadi pribadi yang kurang (tidak) menghargai orang lain. Ada beberapa hal yang bisa menjadi contoh. Ketika guru sedang sibuk mengajar, menerangkan ilmu yang penting untuk para murid, ada beberapa dari mereka yang malah sibuk mencet-mencet HaPe. Di pertemuan baik pada tingkat rendahan seperti dalam kelompok hingga rapat resmi di gedung DPR, orang juga banyak yang sibuk ngobrol atau SMS ketimbang mendengarkan perkataan pimpinan rapat/sidang. Yang lebih parah lagi, orang juga masih sempat-sempatnya berHaPe ria ketika mengikuti misa di gereja atau ibadat di tempat-tempat lain. Seolah-olah Tuhan itu tidak lebih penting daripada HaPe. Keterlaluan!!!

Ketiga, bertindak aneh. HaPe juga bisa membuat orang menjadi aneh. Nyetir mobil atau melaju di atas motor dengan satu tangan memegang HaPe. Menjadikan HaPe sebagai kalung dengan tali besar-besar berwarna cerah. Tiba-tiba ngomong sendiri di tengah keramaian orang yang lalu lalang. Dan yang lebih parah dan enggak bisa ditolerir, mengambil gambar atau video baik diri sendiri atau orang lain dengan pose-pose menantang atau adegan panas layaknya suami istri. Sungguh nggegirisi tenan!!!

Tidak ada komentar: