Senin, 06 Juli 2009

Merawat?

Aku selalu terpana setiap kali melihat pemandangan di tempat itu. Taman yang begitu asri dan indah. Rumputnya menghijau seluas mata memandang. Tanaman besar kecil tumbuh menghiasi taman. Ada yang daunnya hijau, merah, bersemu kecoklatan atau malah tidak berdaun. Ada yang berbunga indah. Pun juga ada yang hanya sebagai peneduh. Semakin terasa lengkap karena taman itu juga dihiasi dengan batu-batu besar yang diatur sedemikian rupa sehingga dapat digunakan sebagai tempat duduk, kolam dengan ikan warna-warni yang hidup di dalamnya, gua buatan yang dibuat semirip aslinya, dan rangka kapal yang diletakkan di pojok taman. Semua menyatu menciptakan harmoni yang begitu padu.

Sayang, keindahan taman itu kini telah ternoda. Tanaman kaktus yang berada di pinggiran taman telah terkena tangan-tangan jahil. Tubuhnya kini dihiasi beraneka nama dari pengunjung yang sempat singgah. Guratan halus, kasar dan tidak beraturan tampak begitu jelas. Mungkin bila kaktus itu bisa bersuara, pasti akan kita dengar tangisnya yang meraung-raung menyayat hati, merasakan tubuhnya yang terluka begitu parah.

Perilaku yang hampir sama tapi dengan cara yang berbeda, juga kerap kita jumpai dalam keseharian. Pot-pot di pinggir jalan yang semula tertata indah, beberapa hari kemudian sudah jatuh tunggang-langgang, pecah dan berserakan. Kali yang dalam dan airnya yang mengalir lancar menjadi tersumbat dan mengeluarkan bau tidak sedap karena banyaknya sampah yang berada di dalamnya. Dulu, saat telepon umum koin sedang booming, di berbagai sudut jalan atau di tempat-tempat umum pasti tersedia tempat khusus yang menyediakan telepon tersebut. Namun anehnya, banyak telepon itu yang kemudian rusak. Entah kabelnya putus, gagang yang sudah hilang atau aneka coretan yang menghiasi. Di kotaku, nasib serupa juga pernah dialami oleh Lawang Sewu, sebuah gedung peninggalan Belanda yang menyimpan sejuta kisah. Lawang Sewu bertahun-tahun dibiarkan mangkrak dan tidak terawat. Dindingnya semakin kusam, lumutan dan beberapa bagian mulai rusak. Bahkan, beberapa kayunya juga sudah hilang dicuri orang. Contoh yang paling gres barangkali adalah jembatan Suramadu yang menghubungkan Surabaya dan Madura. Beberapa hari setelah jembatan itu diresmikan oleh presiden, diketahui bahwa ada baut-baut penyangga jembatan yang sudah hilang digondol maling. Wah!

Merawat itu memang lebih berat daripada membangun. Merawat juga lebih berat ketimbang menaruh sesuatu atau menyediakan sesuatu. Namun seberapapun beratnya, merawat harus tetap menjadi prioritas utama. Karena ketika kita sudah membangun, menaruh, menyediakan sesuatu dan kemudian kita membiarkannya begitu saja atau bahkan merusaknya, kita menjadi orang yang egois dan tidak bertanggung jawab. Egois dan tidak bertanggung jawab karena kita hanya memikirkan diri sendiri tanpa pernah mau memikirkan kelangsungan hidup anak cucu kita di kemudian hari. Apakah hal seperti ini yang kita inginkan?

8 komentar:

Sinta Nisfuanna mengatakan...

hehehe...di sisi lain, kehebatan orang Indonesia kebanyakan memang membangun bukan memelihara. Karena cara berpikir yang masih ingin mengeruk keuntungan, memandang membangun lebih menebalkan dompet dibanding memelihara

Roizzz mengatakan...

setuju bangget tuh... dengan @Penikmat Buku masih banyak orang yg pingin merpertebal dompet..... jadi pinginnya yang lebih menguntungkan.. dan akhirnya proses pembangunan tanpa ada pemeliharan menjadi solusi mujurab untuk para pembangun dompet itu hhehehhheee

eha mengatakan...

Kita bisa membantu mengikis perilaku yang tidak etis dengan memulai dari keluarga sendiri. Memberi contoh dan mengajari perilaku yang benar kepada anak-anak, keponakan-keponakan dan sanak saudara.

Unknown mengatakan...

kita memang sering hanya berpikir untuk hari ini dan untuk individu saja...
bukan untuk esok dan generasi

iwan setiawan mengatakan...

betul sobat, merawat atau menjaga yang sudah ada memang paling sulit..ok sukses selalu sobatku

Irfan Nugroho mengatakan...

Setuju, Pak. Kita tentu masih ingat betapa mudanya jembatan Suramadu yang hanya dalam hitungan hari udah mengalami pencurian mur dan beberapa bagian lainnya. Selain itu, kecenderungan negara/pemerintah ini adalah baru bertindak ketika udah ada yang mati. Artinya, pemerintah dan juga kebanyakan kita ini jarang bersikap preventif.

Datang juga ke tempat aye dan kasih komentar ya, Pak Goen.. Thank you

Irfan Melodic Nugroho
http://www.melodic-4.blogspot.com/

http://news-fact.blogspot.com/

Sidik Nugroho mengatakan...

merawat itu sepadan dengan menjaga, memelihara, dan melestarikan. keempatnya memang lebih susah daripada membuat dan membangun, apalagi merusak.

yang paling gampang: menelantarkan.

hehehe... btw orang randusari ya? dulu aku randusari pos 1/306, sekarang udah dibeli pak daniel bandeng juwana itu...

salam,
sidik

reni mengatakan...

Kebanyakan dari kita kurang memiliki rasa memiliki.
Minimnya kesadaran dan tanggung jawab adalah penyebab utama rusaknya fasilitas umum di Indonesia.