
“Huah… panasnya,” ujar Pak Dahlan sembari menyeka keringat yang membanjir di dahinya. Segera ia mempercepat langkahnya, mencari pepohonan di pinggir jalan yang bisa digunakannya untuk berteduh. Barang dagangannya bergerak ke sana-kemari seirama dengan langkah kakinya yang semakin cepat.
Beberapa saat kemudian, Pak Dahlan sudah terlihat di bawah pohon angsana yang tidak seberapa besar. Jari tangannya mengepit sebatang rokok yang barusan dinyalakannya. Sementara, barang dagangannya tergeletak di sampingnya.
Tiba-tiba sebuah sedan BMW abu-abu metalik berhenti tepat di depan tempat Pak Dahlan beristirahat. Dari mobil itu keluar seorang laki-laki parlente mengenakan jas hitam berharga mahal. Dasi dengan warna senada semakin menambah kewibawaan laki-laki tersebut. Sepertinya ia adalah salah satu pejabat tinggi negara. Bergegas ia menghampiri Pak Dahlan.
“Jualan topeng ya pak?” tanya lelaki itu sembari melirik barang dagangan milik Pak Dahlan.
“I.. iya tuan…” jawab Pak Dahlan tergagap. Rupanya kekagetannya belum sirna melihat kedatangan lelaki itu.
“Topeng apa saja pak?” tanya lelaki itu lagi.
“Topeng hantu ada, topeng binatang ada, topeng tokoh-tokoh kartun juga ada. Tuan mencari topeng seperti apa?” Pak Dahlan menjawab dengan ramah.
Lelaki itu sejenak termangu. Diambilnya gulungan kertas di balik saku jasnya. Kemudian diserahkannya gulungan kertas itu kepada Pak Dahlan, “Topeng seperti ini pak… tolong dicarikan ya?!”
Segera Pak Dahlan menerima gulungan kertas tersebut, dibukanya, dan dibacanya perlahan-lahan, “Topeng Kamuflase; digunakan untuk menutupi segala pikiran, niat, dan keinginan buruk bin jahat agar terlihat baik bahkan sangat baik di hadapan orang lain. Topeng Konspirasi; digunakan sebagai alat untuk menjebak orang lain yang tidak disukai karena sudah mengusik kenyamanan pribadi yang korup, penuh kecurangan dan ketidakjujuran agar di mata orang lain terlihat sebagai tindakan yang wajar.”
“Maaf tuan… saya tidak jualan topeng seperti ini,” kata Pak Dahlan.
”Lho… bapak gimana sich… tadi katanya jualan topeng!!!” Lelaki itu tiba-tiba berkata dengan marah.
“Iya, saya memang jualan topeng tapi bukan topeng seperti yang ada dalam catatan bapak,” jawab Pak Dahlan mencoba bersikap sabar.
“Ah… bapak ini benar-benar payah. Percuma saja saya bicara dengan bapak!!!” Lelaki itu kemudian pergi meninggalkan Pak Dahlan. Setelah menutup pintu mobil dengan suara keras, ia segera menggeber mobil sedan BMWnya dengan kesetanan.
“Oalah… manusia memang aneh. Jelas-jelas topeng itu selalu dipakai tiap hari… lha kok masih saja nyari-nyari di tempat lain. Sudah gitu pake acara marah-marah segala… Ah… dasar…!” guman Pak Dahlan sambil mengelus dada.
*) apakah kita juga (suka) menggunakan topeng dalam kehidupan kita?