Sabtu, 07 Maret 2009

DPR(D), dengan P = Penipu

Harian Suara Merdeka, beberapa hari yang lalu: ‘KPK (kembali) menangkap anggota Komisi V DPR dari Partai Amanat Nasional (PAN) Abdul Hadi Djamal karena dugaan menerima sejumlah uang terkait proyek pembangunan lanjutan fasilitas pelabuhan laut dan bandara di wilayah Indonesia Timur. Penangkapan ini adalah untuk kesekian kalinya setelah pada 9 April 2008 lalu, KPK menangkap tangan anggota Komisi IV Al Amin Nur Nasution yang terbukti menerima uang dari Sekda Kabupaten Bintan Azirwan dalam alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan. Kemudian pada 30 Juli 2008, anggota Komisi V dari Fraksi PBR, Bulyan Royan, tertangkap tangan tim penyidik dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dengan dugaan menerima suap senilai 60 ribu dolar AS (setara Rp. 550 juta) dan 10 ribu Euro (setara Rp. 145 juta) yang terkait pengadaan kapal patroli di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Kedua kasus ini akhirnya menyeret beberapa anggota DPR yang lain’.

Ketika membaca berita itu tiba-tiba hati ini jadi ‘mangkel’ bener-bener ‘mangkel’. Mereka itu kan wakil rakyat, anggota dewan yang terhormat, lha kok malah melakukan tindakan yang demikian! Apa mereka itu sudah ‘ndak punya urat kemaluan’ sehingga bisa cuek aja ngambil sana-sini, bikin kebijakan sana sini yang akhirnya hanya untuk mengeruk keuntungan buat diri sendiri. Oalah… jan ‘wis pada keblinger kabeh’. Sementara beberapa wakil rakyat yang lain sering mangkir dari sidang. Kalo toh mereka hadir hanya untuk sekedar pindah tidur, mainan HP atau ngobrol ngalor ngidul dengan teman lain. Trus juga sering bikin kebijakan yang enggak pro rakyat. Pokoknya yang penting hanya demi kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok. Kalo itu sudah ya yang laen… peduli amat… lha wong amat aja enggak peduli!!! Apa yang seperti itu yang dinamakan sebagai wakil rakyat, anggota dewan yang terhormat!?!?!?

Coba bandingkan ketika mereka sedang berkampanye. Pastinya semua pada rame-rame bikin hal-hal yang baek untuk diri sendiri yang tujuannya agar rakyat bisa milih ‘aku’ dan bukan orang laen karena aku itu pinter, mau ndengerin dan berjuang untuk rakyat, anti korupsi dan laen-laen yang super baek sementara yang laen itu kebalikan dari ‘aku’. Nah, lho!?!?!?

Lalu, benarkah yang mereka tulis sudah mencerminkan diri pribadi mereka? Kalau memang iya… mengapa spanduk-spanduk atau pamplet ditempatkan di sembarang tempat hingga mengganggu keindahan kota? Mengapa mereka malah mengotori berbagai tempat dengan atribut-atribut kampanye yang terpasang secara serampangan dan semrawut. Mengapa mereka begitu tega melukai pohon-pohon hanya untuk sekadar memasang berbagai spanduk atau pamplet? Kalau selagi kampanye saja mereka bisa bertindak demikian, bagaimana nanti kalau mereka sudah benar-benar menjadi wakil rakyat? Mungkinkah mereka akan bertindak lebih jauh, yang merugikan rakyat yang telah memilihnya? Wuiih… pastinya sangat mungkin sekali.

Maka kalau benar-benar ingin menjadi wakil rakyat, setiap pribadi harus bisa mawas diri. Pantaskah aku? Kalau memang pantas, apakah yang aku ucapkan bisa aku laksanakan? Kalau bisa, apakah aku bisa mengatasi segala godaan yang akan datang menghampiriku? Kalau juga bisa, apakah dalam mengambil keputusan aku lebih mementingkan kepentingan rakyat yang telah memilihku daripada kepentingan diri sendiri maupun kepentingan kelompokku? Kalau jawabannya iya berarti selamat karena ‘AKU’ memang wakil rakyat yang pantas untuk dipilih. Tetapi kalau jawabannya hanya ‘ngambang’ alias ‘ragu-ragu’ dan kebalikan dari jawaban sebelumnya ya sebaiknya ‘AKU’ mundur saja karena ini adalah pilihan yang terbaik. Jangan sampai nantinya ‘AKU’ sebagai anggota DPR(D) yang bukan menjadi Perwakilan Rakyat tetapi justru menjadi Penipu Rakyat. Gawat kan!!!!!

Tidak ada komentar: