Radi kesal. Ternyata apa yang dibayangkannya tadi sore menjadi kenyataan. Rapat pemilihan Ketua RT malam itu berjalan alot. Beberapa orang yang dijagokannya untuk menjadi Ketua RT yang baru semuanya menolak. “Maaf pak, aku belum punya pengalaman, jadi aku tidak berani mengemban amanat itu,” begitu jawab Andi menanggapi permintaan Radi.
“Aku juga nggak bisa pak, pekerjaan di kantorku banyak sekali. Aku takut kalau-kalau nanti malah tidak bisa bekerja dengan baik,” susul Anto.
“Wah, apalagi aku. Mengurusi rumah tanggaku saja aku sering kelimpungan gimana nanti kalau harus mengurusi orang lain…?” kata Eko tak mau kalah.
“Lalu, kalau semua menolak… siapa yang harus jadi Ketua RT?” tanya Radi dengan nada tinggi.
“Loh… kan masih ada Pak Radi!” jawab Andi, Anto, dan Eko berbarengan.
Yah, selalu begitu. Lagi-lagi ia yang harus menjadi Ketua RT. Padahal jabatan itu sudah diembannya selama 5 periode berturut-turut.
Barangkali ilustrasi di atas adalah gambaran nyata yang banyak terjadi di sekitar kita. Orang enggan bahkan tidak mau terlibat ketika diajak untuk melayani sesamanya dengan menjadi pengurus RT, RW atau bentuk pelayanan yang lain yang notabene tidak memperoleh imbalan. Orang dengan gampang akan menunjuk orang lain daripada menerima dengan ikhlas jabatan tersebut.
Bandingkan jika yang ditawarkan adalah jabatan yang basah, yang mendatangkan banyak uang. Orang tentu akan berbondong-bondong menonjolkan diri bahkan rela saling sikut, saling dorong dan mencari sejuta alasan demi mendapatkan jabatan tersebut.
Uang mungkin memang hal yang penting dalam kehidupan ini tetapi ikut terlibat dalam pelayanan kepada sesama merupakan hal yang jauh lebih penting. Sebab kita tidak dapat hidup tanpa keberadaan orang lain
.
11 komentar:
Ini nih ,, kata kata mutiaranya OM Goentur,
saya Setuja OM !!!
Kalau di tempat tinggal saya, bahkan RT pun ada pemilu dan masa kampanyenya. Jadi tidak saling tunjuk seperti ilustrasi di atas. Yang maju menjadi kandidat (terbatas 2-3 orang), justru sukacita mencalonkan diri.
Pada ga mau sibuk ya, Mas.. Payah. Sama aja.. Jangankan ketua RT, waktu saya kuliah dulu.. Jadi ketua acara (yang notabene cuma seminggu atau sehari-dua hari aja.. pada kabur..)
Menyedihkan!
Rada susah juga ya, kalo milih org yg sibuk kadang malah lbh sering ditelantarkan urusan RTnya. Pdhal sekarang banyak org yg sibuk krn tuntutan hidup. Mungkin lebih baik berikan pada org yg memang punya waktu dan perhatian pada urusan RT kayak pak Radi itu.
setuju mas,tapi mungkin karena sibuk kali mas hehe...
biasanya org segan karena jadi RT kayany susah2 gampang mas.Biasanya RT baik diomongin apalagi RT yg g baik hehe... serba salah.
setuju bgt sama pendapat mba fanda mas...
Memang begitulah faktanya Mas Goen...
Ketua RT/RW atau jabatan2 'amal' lain sebaiknya jangan ditunjuk, karena perlu adanya keikhlasan dari orang yang bersangkutan...
Kalau di komplek2 perumahan yang memberlakukan iuran bulanan per KK, jabatan2 seperti ini lumayan agak basah, bisa untuk tambahan uang dapur.
iya tuh, kenapa ya orang seringkali melempar jabatan kalo udah kepilih? banyak yang nggak mau nanggung tanggung jawab, kecuali ada duitnya.
Di lingkungan saya juga semalam ada pemilihan RT.
Tugah Rt adalah tugas yang mulia.
Aku dah folow bak Mas.
betul sekali mas banyak sekali orang yang memandang enteng pekerjaan RT padahal itu penting loh BTW nice posting mas
hehehe... nyentil banget tuh.. klo yg ada uangnya aja, pada berebut.. tapi klo ga ada, alasannya sibuk ga da waktu..hehehehe
Posting Komentar