Malam semakin larut. Suara orang yang tadi ramai mengobrol kini sudah tidak terdengar lagi. Berganti dengan suara dengkur yang saling susul-menyusul. Satu dua perawat yang kebetulan shift malam beberapa kali terlihat mondar-mandir, mengecek kondisi pasien di ruang perawatan yang menjadi kewenangannya.
Di ruang Melani kelas VVIP, Bu Rekso baru saja terlelap. Wajahnya tampak kuyu tanda kelelahan. Seharian ini ia sudah berjaga tanpa ada seorang pun yang datang menggantikannya. Sementara Pak Rekso, terbaring di ranjang, tak bergerak. Beberapa selang menancap di tubuhnya. Sudah hampir sebulan ini Pak Rekso mengalami koma akibat berbagai penyakit serius yang menggerogoti tubuhnya.
Meski koma sekian lama, pikiran dan perasaan Pak Rekso sebenarnya masih terus merespon dan merangkum segala hal yang terjadi di sekitarnya. Tentang istrinya yang mulai jenuh karena saban hari harus menjaga dan merawat dirinya yang hanya ‘diam tak bergerak’. Juga tentang Danu, Hendy dan Sawitri, ketiga anaknya yang mulai meributkan soal pembagian harta warisan.
Memikirkan ketiga anaknya itu selalu membuat batin Pak Rekso merasa tertekan. Bagaimana tidak? Setiap saat mereka selalu meminta jatah uang yang jumlahnya tidak sedikit. Kalau tidak diberi, pasti ada saja ‘tindakan’ yang akan mereka lakukan. Ngambek tidak mau sekolah, menjual barang-barang berharga di rumah, mencuri uang, adalah beberapa contoh yang kerap terjadi.
Sebenarnya kelakuan ketiga anaknya itu tidak jauh berbeda dengan apa yang sering dilakukan Pak Rekso waktu masih kecil. Bedanya dulu ia anak tunggal. Kedua orangtuanya adalah pengusaha sukses yang memiliki banyak perusahaan. Rumahnya sangat besar dengan deretan mobil mewah yang tersimpan rapi di garasi serta para pembantu yang jumlahnya hampir satu lusin. Rekso kecil hidup bergelimang kemewahan. Sayangnya karena kedua orangtuanya sangat sibuk, ia kekurangan kasih sayang. Kehidupannya sehari-hari hanya dipenuhi dengan uang, uang dan uang saja. Uang bisa menyelesaikan semuanya, begitu selalu kata ayahnya. Dan memang, dengan uang berlimpah, Rekso selalu mendapatkan apa yang diinginkan oleh orangtuanya (dan diinginkannya). Sekolah favorit mulai dari SD hingga Perguruan Tinggi meski harus lewat ‘jalan belakang’. Kerja di pemerintahan hasil koneksi. Pun saat ia memutuskan untuk menjadi anggota DPR. Uang berjumlah milyaran ia gelontorkan untuk tercapainya keinginan tersebut. Tanpa sungkan dan malu, ia membagi-bagikan uang kepada siapa saja yang mau mendukung dirinya.
Namun karena uang pula akhirnya ia terjerat kasus. Semua berawal ketika ada seorang pengusaha mendatanginya dan mengajukan ijin untuk mendirikan pabrik di daerah X. Karena rakyat di daerah X banyak yang tidak setuju, si pengusaha berusaha merayu Pak Rekso agar menggunakan kekuasaannya. Tentu saja Pak Rekso mengiyakan asal ada sejumlah uang sebagai balas jasa. Setelah pabrik berdiri dan uang puluhan milyar mengalir ke rekening Pak Rekso, timbul masalah baru. Ternyata sang pengusaha adalah tersangka kasus korupsi yang dicari-cari oleh polisi, yang diduga telah merugikan negara puluhan trilyun.
Sang pengusaha ditangkap polisi. Ketika diinterogasi, ia ‘bernyanyi’ tentang Pak Rekso. Berbekal informasi ini, Pak Rekso akhirnya juga ikut ditangkap. Setelah melalui persidangan yang berliku dengan beragam bukti, Pak Rekso dinyatakan bersalah dan harus mendekam di penjara selama 2 tahun.
Mendengar keputusan ini Pak Rekso langsung sesak napas. Tak berapa lama ia jatuh pingsan. Guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, ia segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan intensif, ia dinyatakan mengidap berbagai penyakit yang tergolong serius. Diduga semua itu terjadi karena pola hidupnya yang tidak sehat.
Tiba-tiba, beberapa bayangan hitam mendekati Pak Rekso. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, bayangan-bayangan itu memegang tangan dan kakinya lalu menyeretnya kuat-kuat, membawanya pergi entah kemana.
17 komentar:
Uang tak berarti apa-apa
saat manusia tak bisa menggunakan uang itu untuk kebaikan dirinya dan orang lain
uang tak berarti??
tetap untuk sekarang buat masih berarti
karena di kos tuh makanannya harus beliii pake duitt
hehehe
pisss
nyentil siapa nih...??
haduh bergelimang uang malah berujung petaka, ngenes *_*
haduh bergelimang uang malah berujung petaka, ngenes *_*
uang ???..inilah yang membuat hidupku hancur...yah aku memang tak punya...
Uang-uang dan uang
dari alat dah berubah menjadi tujuan
duh ....
Wah......
Mrinding bacanya.
Jauuuuhhhhh deh dari yg gituan.
Mati boleh, tapi yg nyabut malaikat baik dengan jubah putih dan senyum manisnya.
uang bukanlah segalanya...
money it's all about the money wah banyak nih yang seperti ini sekarang gara-gara uang akhirnya hancur nice posting mas Goen
malam sobat
iya uang tak berarti apa2 bila dibandingkan dengan kesehatan kita,,bila mengalami sakit,,uang seberapa besarpun akan habis juga,,
UUD (ujung-ujungnya uang)karena segala sesuatu pastinya membutuhkan uang.. sakit kalo ga punya uang bisa tambah parah bahkan bisa meninggal.. kejamnya dunia!! karena orang miskin harusnya ga boleh sakit karena ga ada rumah sakit yang mau nampung.. Sungguh menyedihkan Indonesia-ku..
kerana uang kadang manusia itu lupa akan harga diri, kerana uang juga maunsia itu akan binasa.
saya sangat suka membaca cerita dg teknik penulisan yg luar biasa apik semacam ini. mantap.
hahhhh... ketika uang tidak lagi berharga...
sungguh, zaman kita menjadi gila dan kehilangan moral serta tujuan hidup yg hakiki, karena uang dan materi.
materi memang penting, tapi seharusnya bukanlah jadi diatas segalanya.
hmm.. pasti riwayat hidup seorang pejabat yg disamarkan yah.,..? tapi bagus juga sebagai wacana untuk dipetik hikmahnya.. Nice posting mas..
Memang harta adalah salah satu penggoda manusia ya! Seolah segalanya bisa dibeli dengan uang. Padahal banyak org ketika sdh bergelimang uang, malah mendambakan hal-hal yg tak dapat dibeli dgn uang.
Ada anekdot: uang bisa membeli segalanya, kecuali cinta.
Tapi kalo ga ada uangnya, mana ada yg jatuh cinta?
Ironis ya...
Posting Komentar