Siang itu matahari terasa panas menyengat. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11.45, waktu untuk segera bersiap-siap makan siang. Di dalam gereja beberapa orang sedang kusyuk berdoa. Mereka tidak terganggu dengan panasnya siang karena udara di dalam gereja terasa sejuk hingga membuat badan tidak gerah dan suasana menjadi nyaman. Di depan patung Bunda Maria, di bagian pojok belakang dan di depan altar, Bu Hadi dan Bu Srifatun tampak asyik dengan pekerjaannya, mengepel lantai gereja.
Bu Hadi dan Bu Srifatun adalah dua dari beberapa karyawan Gereja Katedral yang bertugas atas kebersihan dan kenyamanan lingkungan di dalam gereja. Tugas mereka antara lain; menyapu, ngepel, mengelap bangku dan laci-laci, membersihkan bekas lilin, kamar pengakuan, dan membersihkan ‘lowo-lowo’ yang bisa dijangkau oleh mereka. Atas kesungguhan dan kerja keras mereka, setiap saat kita bisa hadir di gereja dalam lingkungan dan suasana yang bersih, yang membuat kita menjadi betah berdoa, bertemu dengan Tuhan.
Bu Hadi yang bernama lengkap Satini Maria Magdalena adalah kelahiran Purbalingga tahun 1946. Sejak kecil, Bu Hadi sudah ditinggal orang tua dan hidup sendirian tanpa sanak saudara. Sehingga ia hanya bisa menamatkan pendidikannya sampai kelas 1 SD.
Setelah menikah dan merasakan beban hidup yang semakin berat sedangkan anak-anak masih sekolah, Bu Hadi mencoba meminta tolong untuk bisa bekerja di gereja. Atas jasa Bu Reti, dewan waktu itu, sejak tahun 1971 Bu Hadi mulai bekerja hingga sekarang ini.
Beliau sangat bersyukur karena berkat pekerjaan yang dilakoninya selama ini dan terutama karena berkat Tuhan, ia dapat menyekolahkan anak-anaknya. Sampai saat ini dari ke-6 anaknya telah mentas 4 orang sedangkan 2 lagi sudah lulus SMA tetapi belum bekerja. Sedangkan suaminya telah meninggal dunia sehingga untuk memenuhi hidup sehari-hari hanya bergantung pada gaji dari gereja. Meski berat karena harus berpikir sendirian untuk mengatur hidup keluarga dan gaji yang kecil, Bu Hadi terus berusaha dengan mencari tambahan di luar pekerjaan di gereja dengan jalan menerima cucian atau setrikaan. Ia berprinsip, yang utama adalah membesarkan anak-anak dan selanjutnya hanya pasrah kepada Tuhan.
Pernah suatu kali Rm. Hantoro mengatakan, “Wis mbok dianggep koyo omahe dewe wae, ora usah petung karo gawean.” Dan memang hingga kini, Bu Hadi selalu bekerja dengan penuh semangat. Ia tekun melakukan pekerjaannya setiap hari. Baginya bekerja di gereja tidak bisa dibuat sembarangan, harus hati-hati. Banyak tempat-tempat suci yang harus dihormati. Dan sebagai umat yang sudah dibaptis ketika mulai bekerja di gereja ini, ia memulai pekerjaannya dengan membuat tanda salib dan berdoa, dengan harapan bisa bekerja dengan baik, lancar dan tidak ada halangan apapun.
Bila ada barang-barang dari umat ketinggalan di dalam gereja seperti buku, dompet, kacamata atau barang-barang berharga lainnya, Bu Hadi tidak pernah sembarangan untuk mengambil. Ia akan menyimpan barang-barang tersebut untuk selanjutnya menunggu diambil yang empunya. Saat menjelang Paskah atau Natal, jika anak-anak latihan, ia mau menyadari dengan menunggu hingga selesai latihan dan setelah itu baru mulai membersihkan walaupun jam kerja sudah habis. Pada perayaan Paskah dan Natal pun, Bu Hadi tidak pernah meminta untuk diberi bingkisan dari orang-orang yang pergi ke gereja. Bila ada yang tahu dan kemudian memberi bingkisan diterima sebagai anugerah Tuhan.
Berbeda dengan Bu Hadi, Bu Srifatun bekerja di gereja karena menggantikan pekerjaan ibunya yang sudah sepuh dan mulai sakit-sakitan. Tepatnya mulai tanggal 15 Agustus 1978. Bu Srifatun yang bernama lengkap Masrifatun lahir di Semarang tanggal 10 Oktober 1955. Dan saat ini bertempat tinggal di Tarupolo III RT 2 RW 10.
Sebagai umat berkeyakinan lain, Bu Srifatun tetap melaksanakan tugasnya dengan rajin dan tekun. Baginya bekerja di gereja adalah suatu ibadah. Niatku di sini adalah untuk bekerja, untuk mencari makan, demikian tegas Bu Srifatun.
Dalam melaksanakan tugasnya, Bu Srifatun senantiasa menaruh hormat terhadap tempat atau barang-barang yang disucikan semisal salib, altar, patung Bunda Maria, dan patung-patung yang lain. Nyuwun sewu Gusti Yesus… kula badhe nyapu, kula badhe ngepel…, nyuwun sewu Bunda Maria… kula badhe resik-resik, demikian ucap Bu Srifatun ketika hendak memulai pekerjaannya. Ia selalu meminta ‘ijin’ dengan harapan bisa melakukan setiap pekerjaan dengan baik.
Sebagai seorang ibu yang memiliki 5 anak, 3 sudah berkeluarga dan 2 lagi masih bersekolah di STM dan SMP kelas 2, suami yang bekerja wiraswasta di bidang percetakan, Bu Srifatun merasa betah bekerja di gereja. Ia merasa senang karena dengan bekerja di gereja ia memiliki banyak kenalan orang-orang penting sehingga bisa membantu mencarikan pekerjaan yang lumayan bagi anak-anaknya. Selain itu bekerja di gereja waktunya lebih longgar, masuk jam 8 pagi dan pulang jam 2 siang. Beda kalau harus ‘mbabu’ di tempat orang, dalam rumah tangga, yang harus mulai bekerja dari pagi sampai malam, sehingga tidak mempunyai waktu untuk berkumpul dengan keluarga, disamping karena pendidikan yang hanya berijazah SMP.
Bu Hadi dan Bu Srifatun telah memilih pekerjaan terbaik menjadi abdi Tuhan yang setia, yang tekun dan rajin mengerjakan karya pelayanan dengan membersihkan ruang-ruang di gereja sehingga umat yang hadir di dalamnya dapat krasan dan bertemu dengan Tuhan. Semoga kita mampu meneladan semangat mereka untuk melakukan yang terbaik, apapun pekerjaan kita.
13 komentar:
hahaha..pertamaxxx nih!!
iyah, meski banyak contoh pentingnya "amanah" dalam pekerjaan tapi tetep aja kita sering melihat orang yang tak menghargai pekerjaan-nya. kenapa yach??
melakukan pekerjaan yg baik dengan baik adalah "ibadah", yg kita dapatkan sebagai imbalan bukan hanya uang, tp juga kepuasan bathin dan pahala dari Yang Maha Kuasa...
Akhirnya tiba juga di sini setelah susah payah melawan inet yg lelet he he he..
Tulisan di RuM@h_G03N ini layak dibukukan, mas. Saya kagum dg teknik penceritaan dan penokohan dari mas. Salut.
wah, ibu" itu menghargai bener kerjaan mereka ya. bener" salut, deh, nggak pernah ngeluh dengan kerjanya sendiri
Salam ya, Pak Goen. Untuk Ibu Hadi dan Ibu Srifatun.
mampir sebentar mas. hehe. kunjungan perdana nih. masih nervous mau koment apa. hehe.
Tempat Tuhan memang damai.
Jangankan bekerja, sekedar duduk, mendengar ceramah, ikut menyanyi saja sudah membuat hati damai.
Selalu bersyukur dan berterima kasih, itu aja Mas, pointnya. :)
Ceritanya, lengkap sekali looo... gereja juga bisa merupakan sumber ide ternyata.. :)
sebuah toleransi beragama yang kuat terimakasih atas postingnya mas goen
keren... perlu diteladani dan dibaca sama pejabat2 yang srobat-srobot uang rakyat ni oom
ibu2 yg sgt jujur ya.
merupakan sosok panutan bagi kita semua... sebuah keikhlasan yang sudah mulai luntur saat ini....
melakukan yg terbaik apapun pekerjaan kita.
harus dijadikan motto hidup nih mas hehe....
keren mas...sarat makna
Posting Komentar