Kamis, 11 Februari 2010

Mimpi Pak Badrun

“Tititititit… tititititit… tititititit….” Bunyi alarm hp terdengar nyaring. Memecah keheningan pagi. Pak Badrun terlonjak, hampir jatuh dari ranjang. Ia mengerjap-ngerjapkan mata sambil meraih hp yang tergeletak di meja di sebelah tempat tidurnya. Segera dimatikannya alarm yang mengganggu itu.

“Huh… dasar hp sialan! Mimpi indahku jadi buyar karenanya,” gerutu Pak Badrun. Sejenak ia mencoba mengingat kembali kejadian yang barusan ada di mimpinya. Waktu itu ia sedang lari pagi seperti biasa di taman kota, yang berada tidak jauh dari rumahnya. Karena masih pagi, hanya ada sedikit orang yang nampak. Setelah lelah berjogging, Pak Badrun beristirahat di sebuah kursi kayu yang terletak di pojok taman. Kursi itu dikelilingi pohon yang teramat rimbun sehingga suasananya menjadi gelap dan sepi.

Tiba-tiba, ada seberkas cahaya putih muncul di hadapan Pak Badrun. Cahaya itu sangat menyilaukan. Dari dalam cahaya itu, terdengar sebuah suara yang begitu merdu dan agung, “Pak Badrun… Pak Badrun… hari ini aku akan datang ke rumahmu….”

“Si… siapa kau…,” tanya Pak Badrun dengan wajah ketakutan.

“Aku adalah Tuhanmu. Hari ini, aku akan datang ke rumahmu…” jawab suara itu, lagi.

Belum sempat Pak Badrun menjawab… mimpinya tiba-tiba hilang, akibat dering alarm hp yang memekakkan telinga itu.

Hari ini Tuhan akan datang ke rumahku? Benarkah? Mengapa? Sederet pertanyaan itu tiba-tiba muncul di hatinya. Ah, pasti ini bukan suatu kebetulan. Beruntungnya aku mendapatkan berkah ini…

Pak Badrun bergegas bangun. Ia segera mengumpulkan orang-orang yang selama ini membantu di rumahnya. Kira-kira jumlahnya ada 12 orang. Maklum, Pak Badrun adalah orang paling kaya di komplek Rawamulya. Rumahnya sangat besar dengan halaman yang cukup luas. Di garasi rumahnya, tersimpan koleksi berbagai mobil mewah keluaran terbaru. Sayang, meski kaya raya, ia belum mempunyai istri sehingga untuk mengurusi segala kepeluan sehari-hari dan merawat rumahnya, ia membutuhkan banyak pembantu.

Dengan suara yang cukup keras, ia memberikan berbagai instruksi kepada para pembantunya. Rumah harus dibuat ekstra bersih dan wangi. Pohon-pohon di halaman ditata lebih baik agar terlihat asri. Halaman dibersihkan. Masakan disiapkan dengan menu khusus dari bahan-bahan yang juga khusus dan mahal. Pokoknya, semua harus disiapkan dengan baik karena sebentar lagi akan datang tamu yang sangat agung.

Beberapa jam kemudian, Pak Badrun sudah terlihat rapi. Wangi parfum semerbak di seluruh tubuhnya. Beberapa kali ia melihat jam besar yang terpasang di dinding rumahnya. Berkali pula ia terlihat hilir mudik antara ruang tamu dan ruang tengah. Sungguh, ia sudah tidak sabar menunggu kedatangan sang tamu.

Tiba-tiba… bel rumahnya berbunyi. Sambil berlari, ia menuju ke pintu depan dan segera membukanya. Namun, ia kecewa karena tamu itu bukan yang diharapkannya.

“Maaf… pak… saya datang lagi ke sini. Saya sudah tidak tahu lagi harus pergi ke mana… Anak saya sakit keras dan harus segera dibawa ke rumah sakit… tapi saya tidak punya uang…,” ujar suara seorang lelaki. Ternyata ia adalah Pak Rois, tetangganya.

“Ah… lagi-lagi kamu! Bukankah uang pinjaman sebulan lalu belum kamu kembalikan? Kenapa sekarang mau meminjam lagi!” Suara Pak Badrun terdengar sangat ketus.

“Sekali lagi… maafkan saya pak. Saya terpaksa melakukannya…,” jawab Pak Rois dengan memelas.

“Ah… persetan… itu masalahmu sendiri! Sudah… sudah… pergi sana… !” segera Pak Badrun menutup pintu. Ia tidak menggubris Pak Rois yang masih berusaha menahannya.


Dua jam berlalu sejak kedatangan Pak Rois. Belum juga ada tanda-tanda kehadiran sang tamu. Untuk mengusir kebosanan, Pak Badrun menyalakan tv. Lagi-lagi, tayangan tv menyajikan berita soal skandal bank X yang melibatkan banyak pejabat tinggi yang diduga telah merugikan negara trilyunan rupiah. “Ah… mereka benar-benar bodoh… masalah kayak gitu saja kok sampai ketahuan… coba kalau mau belajar dari aku?” guman Pak Badrun dengan sombong. Yah, memang ia biasa melakoni pekerjaan semacam itu.

“Krinnnnnnngggggg…. ,” telepon di ruang tengah berbunyi.

“Ya, halooo… dengan Pak Badrun di sini,”

“Selamat siang, Pak. Saya Neni yang seminggu lalu datang ke rumah bapak. Saya ingin menanyakan proposal bantuan dana untuk para pengungsi korban bencana alam yang saya ajukan. Apakah bapak berkenan menyumbang?” kata suara di seberang sana.

“Oh… itu… maaf mbak. Saya tidak bisa memberi sumbangan. Kebetulan minggu-minggu ini saya sedang sibuk merenovasi rumah,” jawab Pak Badrun. Ia segera mematikan telepon sambil bersungut-sungut, “Lagi-lagi minta sumbangan… minta uang… memangnya uang milik siapa?”


Waktu terus berlalu. Tak terasa malam sudah datang. Lelah dan mengantuk, itu yang sangat dirasakannya. Akhirnya, ia tertidur di sofa ruang tamu.

Seberkas cahaya putih tiba-tiba kembali muncul.

“Tuhan, aku sudah lelah menunggu-Mu. Kenapa Engkau tidak jadi datang ke rumahku?” tanya Pak Badrun, segera, setelah melihat cahaya itu.

“Pak Badrun… jangan salah sangka, Aku sudah datang ke rumahmu tetapi engkau tidak mau menerima Aku.”

“Kapan Tuhan? Kenapa aku tidak mengenali-Mu?”

“Engkau tidak bisa mengenali Aku karena hatimu sudah tidak peka lagi. Hatimu sudah dipenuhi keinginan-keinginan meraih dunia yang fana ini. Hatimu sudah mati. Bagaimana engkau akan menerima Aku jika terhadap sesamamu yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir saja engkau tidak mau menerimanya?”

Pak Badrun terdiam. Wajahnya pucat pasi.

19 komentar:

munir ardi mengatakan...

pencerahan yang luar biasa mas Goen

munir ardi mengatakan...

marilah mengasih sesama agar Tuhan mengasihi kita

blogger bumi lasinrang mengatakan...

teduh rasanya hati bangun subuh langsung mendapatkan pencerahan disini salam kenal pak

referensi ngeblog mengatakan...

Sebuah kisah yang mengandung hikmah besar didalammya

SeNjA mengatakan...

blog mas cahyadi ini selalu memberikan pelajaran ttg kehidupan tanpa menggurui namun dikemas dalam cerita atau tulisan yg enak buat dibaca.

nuansa pena mengatakan...

hmmm .... trims pak atas sarapan pencerahan yang oke banget, selamat beraktifitas!

keb mengatakan...

emang pekerjaannya pak... )lupa namanya, maklum abis maem sate kambing..hehe)apa?
kok merasa pinter nyimpen uang mpe nggak ketauan..

gyah.. Tuhan memang datang dengan berbagai cara untuk menjenguk kita..

Kabasaran Soultan mengatakan...

Ceritanya sangat inspiratif sekali bro.
Tuhan ada dimana-mana dan Dia akan datang dengan segala kuasanya.
Termasuk dengan hamba-hamba utusannya.

buwel mengatakan...

duh, makasih neh pencerahannya..... bersedekahlah ingat yang papa..

a-chen mengatakan...

wooow, makasih Bang.....
ini membuat kita rela membantu yang lain dengan ikhlas ya...

Anonim mengatakan...

Lilah datang...tititit...awas ada sepeda...hehe..

Ninda Rahadi mengatakan...

inspirin story... mas gun bikin saya mikir ini..

-Gek- mengatakan...

Tuhan datang dalam wujud apa saja..

Fanda mengatakan...

"Pak Badrun, mengapa rumahmu engkau bersihkan sedemikian cemerlang, namun hatimu kau biarkan kotor penuh noda? Itulah sebabnya engkau tak mendengarKu ketika Aku mengetuk pintu hatimu. Padahal setiap saat Aku sudah menunggumu membukakan pintu itu..."

catatan kecilku mengatakan...

Seperti biasa, aku terkesan dengan tulisan Mas Goen.
Semoga kita tidak melupakan sesama yang membutuhkan bantuan kita.
AMin.

lina@women's perspectives mengatakan...

Tuhan punya cara sendiri untuk menegur kita...

Clara Canceriana mengatakan...

renungan yg menarik Mas.
aku jadi inget, mgkn aku jg seperti itu.

Darin mengatakan...

betul, saya merasa tercerahkan, sekaligus terenyuh..
salam kenal.

Unknown mengatakan...

postingan mas goen selalu inspiratif yah.. Thanks mas.. bisa menjadi pembelajaran dalam hidupku.. :)