Tiba-tiba saja, aku kepengen menulis tentang cermin. Ya, cermin. Sebenarnya, bahasan tentang cermin sudah pernah aku tulis setahun yang lalu (bisa dibaca di sini), tapi biarlah, hari ini aku akan menuliskannya lagi. Tentu dengan sudut pandang yang (agak) berbeda dari tulisan terdahulu.
Setiap orang pasti memiliki cermin. Baik yang besar, seukuran lemari yang biasa dipake untuk menyimpan pakaian atau hanya seukuran dompet yang bisa ditenteng ke mana-mana. Entah besar maupun kecil semua memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai alat bantu untuk memperbaiki penampilan agar kelihatan lebih menarik.
Apakah memang demikian fungsi dari cermin? Tentu ya kalau kita hanya melihat dan memegang cermin yang biasa kita gunakan sehari-hari. Namun sebenarnya, di sekeliling kita, ada lebih banyak cermin yang bisa kita temukan dan bermanfaat untuk memperkembangkan hidup. Baik lewat pribadi-pribadi atau berbagai peristiwa yang sudah terjadi.
Orang yang suka bertindak kasar dan memaki-maki seenaknya. Tidak jujur dan terbiasa melakukan korupsi. Main selingkuh dengan wanita lain sementara istri menunggu di rumah dengan sabar ditemani si buah hati yang terus merengek menanyakan sang ayah yang tidak kunjung pulang. Perceraian yang mengakibatkan anak-anak menjadi tidak terurus kehidupannya. Suka minuman keras dan ketagihan obat-obat terlarang. Main sikat dan main gusur seenaknya mumpung sedang diberi kekuasaan dan jabatan. Membuang sampah seenaknya. Main serobot di lampu merah hingga mengakibatkan orang lain celaka. Hal-hal ini merupakan contoh ‘cermin’ yang harus kita tinggalkan jauh-jauh karena tidak membawa kebaikan.
Jadi hal-hal yang biasa kita lihat, dengar, baca, rasakan dan pikirkan, akan selalu menjadi cermin yang terbaik bagi kehidupan kita. Ia menjadi bahan perenungan yang tidak akan pernah kering. Yang buruk dan jahat kita buang, sementara yang membawa kebaikan terus diperjuangkan agar semakin berkembang dan memberi kebahagiaan.
Yang kedua, coba kita praktekkan hal ini di depan cermin (yang biasa kita pake sehari-hari): mula-mula kita cubit pipi kita trus kita tonjok, pelan dan lama kelamaan makin keras, pasti akan terasa sakit. Atau kita memaki-maki diri kita di dalam cermin dengan kata-kata yang super kotor dengan berbagai macam nama binatang. Apa yang kita rasakan? Jengkel, marah, atau…? Nah, kalau kita aja nggak mau hal yang tidak baik menimpa diri kita, mengapa kita harus melakukan hal yang sama kepada orang lain?
16 komentar:
benar itu..
Tat Wam Asi kalo orang Bali bilang Mas.. :)
"Aku adalah Kamu"
setuju sekali mas..
banyak cermin yg bisa kita temui sebagai pendewasaan dalam hidup ini..
makasih sdh diingatkan kembali mas.. :)
mantab pencerahannya akan mengingatkan kita :D
Bener banget mas... kita bisa belajar dari cermin. makasih untuk sharingnya... sangat bermanfaat...
renungan pagi yang menarik.
aku juga sering liat cermin tapi belom pernah cubit diri sendiri sampe sesakit itu sih XD
MAAAAAAAAAASSSSSSSS GGGGGGGGOOOOOOOEEEEEEENNNN...
kandang keboo kembali!!!!
entah untuk sementara ato selamanya..
tapi ini kembali!!!!
hhh... walo sementara, keboo udah seneng gyaboooooo...
petuah yang biasa tapi menarik! nice!
Mirror mirror on the wall :)
Benar pak, makanya kita harus sering2 mengelap cermin diri biar ga kusam. :)
Aku kok tiba2 ingat syair lagu "janganlah bercermin di air keru karena tak mungkin engkau dapat melihat wajahmu"
Yaa...salah satu cara belajar kita adalah dg cermin (cerminan).
ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari cermin...
wow gambar sunsetnya bagus kawan..salam kenal
mas goen, ada tag di tempat aq
ditengok ya....
thank you...
Setuju,Mas.
Cermin jadi inspirasi buat kita memandang diri sendiri dan melihat serta menilai dunia sekitar.
Benar mas.., dengan bercermin kita mendapatkan 'pantulan' atas semua yang kita tampilkan di depannya.
Sharing yang bagus sekali.
BTW.., Catatan Kecilku sekarang pindah alamat disini : http://renijudhanto.blogspot.com
Di depan cermin, jika kita memukul bayangan yang ada di cermin, maka bayangan yang ada di cermin pun memukul kita ya..?
Analogi yang pas sekali.
Posting Komentar