Rabu, 03 Maret 2010

Asyiknya Menulis Feature

Apa yang terbayang di benak ketika kita diharuskan bertanya kepada orang lain dengan hanya menggunakan maksimal satu kata saja? Enggak tahu, bingung atau malah segera menemukan kata-kata yang tepat? Itulah yang terjadi pada sessi awal pelatihan hari ketiga (27/02). Bapak Kunto dari Penerbit Galangpress, Yogyakarta, mengajak kami untuk mengadakan simulasi tentang hal itu. Maka kemudian meluncurlah kata-kata seperti ini: capek? wareg (kenyang)? kober (sempat)? gemuk? jengkel? ngantuk? lapar? serak? sakit? pusing? sehat? semangat? bingung? merokok? Kesimpulannya, dari masing-masing kata itu bisa diawali dengan kata apakah. Apakah capek? apakah wareg? dan seterusnya.. Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang menjadi titik awal penulisan Straight News (berita langsung).

Lalu, bagaimana dengan Feature? Feature atau berita kisah mengajak kita untuk menggali lebih dalam (kenapa…?). Tidak hanya menuliskan apa yang ada di permukaan tetapi mencari hal-hal lain yang ada di balik suatu kejadian atau peristiwa yang berkaitan dengan pribadi tertentu. Kaidah pertama yang harus selalu menjadi pegangan adalah; tidak boleh beropini dan berandai-andai. Jadi, kita harus memastikan jawaban langsung dari narasumber dan menuliskannya secara benar (sesuai fakta). Selalu memperhatikan soal penulisan data diri (nama), tempat, acara, juga hal-hal yang berkaitan dengan angka-angka. Kalau kutipan langsung harus ditulis persis seperti yang dikatakan oleh narasumber. Ini dilakukan agar tidak terjadi komplain di kemudian hari setelah tulisan diterbitkan.

Untuk bisa memperoleh sesuatu yang lebih dalam dibutuhkan kegigihan dan ketekunan dalam mencari informasi. Tidak cepat puas ketika jawaban diberikan tetapi wajib kritis sekaligus skeptis.

Bagaimana jika narasumber tidak mau hasil wawancaranya dipublikasikan? Tentu harus dihargai tetapi perlu dilihat kepentingan yang lebih luas. Apakah hal itu berkaitan langsung dengan kepentingan publik? Apakah tidak bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran? Jika kedua hal ini tidak dipenuhi, kita perlu melakukan deal-deal tertentu (nama narasumber disamarkan, dll) agar masing-masing pihak tidak merasa dirugikan.

Agar semakin mengenal, memahami, dan bagaimana feature seharusnya dibuat, kami kembali masuk dalam kelompok. Masing-masing kelompok diberi tugas untuk mengadakan wawancara yang nantinya akan menjadi bahan penulisan feature. Ada yang harus mewawancarai penjual jadah tempe, penjual pisang, penjual sate, penjaga wisma (tempat penginapan), dan para wisatawan. Meski kelompok, tulisan harus dibuat sendiri-sendiri dengan tema yang berbeda.

Kebetulan kelompokku kebagian jatah para wisatawan. Maka, setelah menyiapkan segala sesuatunya (bloknote, kamera digital, dll), kami segera menuju ke Kawasan Wisata Kaliurang.

Wuih… tempatnya sungguh mempesona. Hamparan hutan pinus menghijau sejauh mata memandang membentuk lukisan alam yang sangat indah. Belum lagi dengan hawa yang teramat sejuk, membuat para wisatawan betah berlama-lama di tempat itu. Apalagi hal ini didukung dengan sarana dan prasarana yang lumayan lengkap. Mulai dari rumah makan, penjual souvenir dan makanan khas, kolam renang, sarana bermain untuk anak, dan kereta wisata.

Tak hendak berlama-lama, kami segera menyebar untuk mencari target. Awalnya terasa agak sulit karena ini adalah pengalaman baru bagi kami. Tapi kami tidak boleh kalah sebelum bertanding. Kami mesti berusaha menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.

Akhirnya, setelah beberapa lama, masing-masing dari kami berhasil mewawancarai wisatawan. Ada kebanggaan yang terpancar, ada kebahagiaan yang mengalir, ketika semua itu dapat tercapai. Tugas selanjutnya sudah menanti yaitu melaporkan hasil wawancara menjadi sebuah tulisan yang dipahami dan enak dibaca.

Setelah berlelah-lelah, memeras ide, menyusun kata-demi kata, satu demi satu feature yang sudah diprint atau ditulis tangan kemudian ditempel di dinding kelas. Masing-masing peserta bersama pengajar diharapkan memberikan komentar baik kritik maupun saran terhadap karya-karya tersebut.


Yah… sungguh hari yang sangat mengasyikkan. Betapa kami diajarkan untuk semakin mengenal orang lain, tidak cepat mengambil kesimpulan, mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, tidak gampang menyerah, tekun dan selalu mengasah kepekaan sehingga dapat menemukan hal yang tidak biasa dari hal yang biasa.

bersambung

15 komentar:

anazkia mengatakan...

Mas, skeptis itu apa? feature sebuah tulisan yang lebih mengedepankah human interest di dalamnya. kalau gak salah githu khan mas? :)

Amdhas mengatakan...

baru up date lagi nih mas goen,saya harus bookmark dulu nih..tapi janji saya pasti baca,,

Rock mengatakan...

Artikel yang sangat bermanfaat... Makasih untuk sharingnya mas...

elpa mengatakan...

paragraf yg terakhir adalah pembelajaran yg sangat berguna,nice post bang...

annie mengatakan...

Aduh, bahagianya yang sudah ngikut pelatihan. Jadi mau, Mas. Terima kasih sudah di-share disini. Ditunggu sambungannya...

catatan kecilku mengatakan...

Banyak sekali ilmu yg berhasil diserap ya mas.., makasih lho udah sharing.

the others... mengatakan...

Acara pelatihannya benar-2 asyik dan bermanfaat banget ya..
Ditunggu kelanjutannya mas.

Bung Sigit mengatakan...

wah sangat menyenangkan menemukan hal baru, pengalaman baru, teman baru..sungguh indah hidup ini..

kebookyut mengatakan...

semacam nulis ilmiah gitu y, mas... wiihh... sereeemmm *parno keilmiahan*

Anonim mengatakan...

Features itu kue yg paling nikmat. Setiap potongnya adalah rasa yg sulit diungkapkan, dan sebaliknya, membuat kita semakin ingin mencicip dan mencicip terus.. sampai di satu titik, kita akan berkata: sial, saya sudah ketagihan!

-Gek- mengatakan...

seperti live blogging aja ya.. asyik. :)

Kabasaran Soultan mengatakan...

Selamat siang kang ...
Lama tak mampir
Berkutat dengan century...
salam

Unknown mengatakan...

jadi banyak tau tentang dunia kepenulisan,
makasih mas goen sharingnya,

Ninda Rahadi mengatakan...

omong-omong skeptis... saya juga lagi skeptis...

Fanda Classiclit mengatakan...

wah makin asyik aja nih pelatihannya ya? Dan mas Goen mendeskripsikannya dgn baik. Hampir kayak ikut pelatihannya sendiri. Btw, wisatawan mana yg beruntung diwawancarai mas Goen? hehehe...